Cabut Permendag 2015 untuk Gairahkan Importir Garam

id Garam

Cabut Permendag 2015 untuk Gairahkan Importir Garam

Ekonom Dr James Adam

Untuk menggairahkan para importir garam, maka Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam harus dicabut.
Kupang (Antara NTT) - Ekonom Dr James Adam berpendapat untuk menggairahkan para importir garam, maka Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam harus dicabut.

"Pencabutan ini selain untuk menggairahkan importis garam juga mendesak karena karena bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam," katanya di Kupang, Rabu.

Anggota IFAD (International Fund for Agricultural Development) untuk program pemberdayaan masyarakat pesisir NTT tersebut, mengatakan hal itu terkait bagaimana strategi pemerintah mengontrol impor garam agar tidak merembes ke pasar dan membuat petambak garam nasional merugi.

Bukan cuma itu menurut dia, pencabutan itu juga harus dilakukan karena Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerbitkan aturan untuk memudahkan izin impor garam industri yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan.

Dampak ikutannya kata dia adanya motivasi baru bagi para pengusaha garam misalnya di NTT dari aspek potensi, produksi garam di NTT sangat besar bahkan dua kali produksi garam di Madura, kalau di Madura 60 ton per hektare di sini 120 ton per hektare.

Sehingga jika dikembangkan maka bisa memenuhi kebutuhan nasional yang selama ini masih didatangkan dari luar (impor).

Dalam konteks potensi pengembangan garam di NTT, katanya saat ini Perusahaan Negara Garam tengah menggarap 400 hektare di Teluk Kupang dan sudah menghasilkan, 1 hektare bisa mencapai 120 ton.

Hasil produksi garam tersebut katanya juga berkualitas tinggi karena didukung dengan kondisi laut yang biru dan panasnya panjang. Dan atas dasar itu apabila sebelumnya Pemerintah Provinsi setempat telah melakukan rapat khusus dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan untuk membicarakan khusus tentang potensi garam di NTT harus diapresiasi.

Sebab menurut dia saat ini, Indonesia masih mengimpor garam dari luar dengan besaran mencapai 6 juta ton per tahun, padahal secara potensi, sebenarnya tidak perlu impor.

"Pemerintah kan sudah menginginkan agar angka impor bisa turun signifikan dengan mengandalkan dari dalam negeri dan karena itu lahan yang paling cocok di Nusa Tenggara Timur," katanya.

Bayangkan kata dia potensi garam yang dimiliki yakni di Kabupaten Malaka sekitar 30.000 hektare, di Teluk Kupang 8000 hektare, Kabupaten Rote sekitar 1000 hektare. Selain itu, Kabupaten Ende 2.000 hektare, di Reo hampir 5.000 hektare, dan Nagekeo sekitar 1000 hektare.

Sehingga apabila Pemerintah akan menyiapkan aturan terkait tata niaga impor garam dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan setelah sebelumnya Tim Satgas Pangan Mabes Polri menggerebek gudang yang telah menyalahgunakan izin importasi garam akan sangat mendukun tekad NTT menjadi sentra produksi garam karena potensinya memungkinkan.

Untuk melakukan itu (tata niaga) maka menurut dia perlunya pemerintah melakukan pemetaan terlebih dahulu terkait jenis-jenis garam, baik untuk kebutuhan industri maupun untuk jenis konsumsi.

Menurut dia, ada sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh petambak garam nasional termasuk yang ada di NTT, selain penyalahgunaan (korupsi) oleh oknum terduga juga adanya ketentuan impor garam industri tidak dikenakan bea masuk melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam yang berlaku sejak Desember 2015.

Sehinga butuh perhatian yang serius, yaitu butuh semua pihak melakukan evaluasi bersama terhadap pengelolaan garam Indonesia. Dalam hal ini salah satunya adalah Menteri Perdagangan yang mesti melakukan audit internal di kementeriannya.

"Di sisi lain perlu langkah berani untuk mendorong Menteri Perdagangan agar segera mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam karena bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam," demikian James Adam.