Kupang (AntaraNews NTT) - Vikaris Jenderal (Vikjen) Keuskupan Agung Kupang Romo Gerardus Duka, Pr mengimbau umat Katolik di Nusa Tenggara Timur agar tidak menghembuskan isu-isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) serta politik uang dalam pilkada 2018.
"Jangan gunakan isu-isu SARA dalam perhelatan politik pilkada, baik untuk pemilihan bupati-wakil bupati dan gubernur-wakil gubernur NTT," katanya ketika ditemui Antara di Istana Keuskupan Agung Kupang, Senin.
Ia mengatakan biarkan proses pemilihan kepala daerah di 10 kabupaten se-NTT serta Pilgub NTT 2018 berlangsung secara demokratis sesuai pilihan rakyat sendiri.
Ia mengatakan politisasi SARA dan uang politik untuk meraih kesuksesan dalam pilkada, merupakan cara primitif yang tidak boleh dilakukan pada zaman modern seperti ini.
"Membeli suara merupakan cara primitif yang tidak mendidik dalam berdemokrasi. Jangan kita mengekang pilihan rakyat demi mencapai kekuasaan. Biarkan rakyat sendiri memilih pemimpinya sesuai hati nuraniya sendiri," katanya menegaskan.
Menurut dia, poltisisasi isu SARA dalam pilkada bisa menimbulkan konflik di tengah masyarakat. "Apakah ini tujuan dari Pilakda di NTT," ujarnya.
"Harus dihindari adanya isu SARA dalam berkampanye. Kita mengimbau umat Katolik dalam wilayah Keuskupan Agung Kupang tidak melakukan hal seperti itu," katanya.
"Kami akan mengajak umat untuk memilih sesuai pilihan hati nuranianya masing-masing. Siapa yang terbaik menurut umat Katolik silahkan dipilih," kata Romo Gerardus Duka.
Dia menegaskan semua rohaniwan Katolik yang bertugas di wilayah Keuskupan Agung Kupang, mulai dari Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Rote Ndao, Sabu dan Alor akan bersikap netral dalam memilih pemimpinnya.
"Dalam pertemuan pastoral Keuskupan Agung Kupang yang berlangsung di SoE, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan, telah diimbau agar dalam pilkada 2018 semua bersikap netral," tegasnya.
Dalam menjaga netralitas pilkada 2018, kata dia, dilarang melakukan kegiatan politik seperti kampanye terbatas dalam kawasan rumah ibadah.
"Kita tidak izinkan melakukan kegiatan politik dalam kawasan gereja. Hal ini kami dilakukan untuk menjaga netralitas Gereja Katolik dalam pilkada 2018," ujarnya.