Pengurusan ijin di ntt masih banyak hambatan

id CHRIS

Pengurusan ijin di ntt masih banyak hambatan

.Christofel Liyanto (ANTARA Foto/Ist)

Sejumlah pengusaha di Kupang menilai proses pengurusan perijinan di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih banyak sekali hambatan baik itu pada level menengah dan level bawah.
Kupang (AntaraNews NTT) - Sejumlah pengusaha di Kupang menilai proses pengurusan perijinan di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih banyak sekali hambatan baik itu pada level menengah dan level bawah.

"Sebenarnya proses perijinan untuk mendukung iklim investasi di NTT telah mengalami kemajuan dalam lima sampai sepuluh tahun terakhir. Namun, masih banyak hambatan pada level menengah dan bawah," kata Komisaris Utama BPR Christa Jaya Kupang Christofel Liyanto di Kupang, Kamis (12/4).

Hal ini disampaikannya saat menggelar panel diskusi bertajuk koordinasi penyusunan disagregasi pembentukan modal tetap bruto di salah satu hotel di Kupang.

Panel diskusi pembentukan PMTB tersebut dibuka Sekda NTT Benediktus Polo Maing itu, digelar oleh BPS NTT dengan menghadirkan para pembicara antara lain, Kepala BI Perwakilan NTT Naek Tigor Sinaga, Kepala BPS NTT Maritje Pattiwaellapia, Komisaris Utama BPR Christa Jaya Christofel Liyanto serta Kepala Bidang Destinasi Dinas Pariwisata NTT, Beny Wahon.

Dalam kesempatan tersebut Christofel menjelaskan terkadang pada level pimpinan, yaitu Gubernur dan Walikota, memberikan berbagai kemudahan proses perijinan dalam menciptakan iklim investasi di NTT. Tetapi dalam pelaksanaannya ditemukan berbagai hambatan pada level menengah sampai bawah.

Dikatakan Chris Liyanto, proses perijinanan usaha dalam kegiatan investasi seperti yang telah diberikan kemudahan para pimpinan daerah, menjadi dukungan positif guna menciptakan iklim uasaha yang sehat. Bahkan masalahnya, proses perijinan tidak berjalan lancar dan terkendala pada level menengah dan level bawah.

Baca juga: Pengamat Apresiasi Peningkatan Kredit BPR

"Pengurusan perijinan pada level atas berjalan baik. Tapi pada level menengah dan bawah terhambat. Bahkan kami mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), bisa selesai dalam waktu enam bulan dengan 1001 macam alasan dan masalah," ujar Chris Liyanto.

Menurut Liyanto, kondisi perijinan yang masih terkendala pada level menengah dan bawah itu, sangat membuat kurang bergairahnya pengusaha untuk berinvestasi di NTT. Kemudian, kata Liyanto, lemahnya invesasi di NTT terkendala soal status kepemilikan tanah.

Chris Liyanto, mencontohkan sertifikat tanah sebagai dasar hukum kepemilikan tanah yang telah dimiliki, bisa saja dikemudian hari digugat pihak lain. Kondisi seperti ini sangat membuat para pengusaha tidak nyaman dalam berinvestasi. Dan mengakibatkan sertifikat tanah yang diperoleh dari hasil jual beli tanah secara sah, menjadi tidak berkekuatan hukum.

Menyinggung sasaran dan tujuan investasi, Komisaris Utama BPR Christa Jaya itu, menganjurkan agar kegiatan investasi di NTT sebaiknya berorientasi pada sektor riil sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Dia, menyebut investasi bisnis ritel Transmart di Kupang, tidak berdampak positif pada sektor riil.

Sementara itu, Sekda NTT Benediktus Polo Maing, mengimbau semua pihak untuk mendukung kegiatan survei penyusunan Disagregasi PMTB. Diharapkan dapat memberikan jawaban yang tepat . BPS NTT mulai melakukan survei PMTB sejak 1 April hingga 30 April 2018.

Polo Maing, menggambarkan pertumbuhan ekomomi NTT selama 10 tahun terakhir termasuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Baca juga: BPR-BPRS Alami Tantangan Serius

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi NTT menunjukan tren positif dengan rata-rata pertumbuhan sekitar lima persen (mtm) dan posisi pertumbuhan ekonomi tahun 2017, sebesar 5,16 persen (year on year).

Sedangkan dari sektor produksi, lanjut Sekda, untuk sektor pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan, memberikan kontribusi bagi PDRB 2017, sebesar 28,72 persen dengan total Rp91,25 triliun.

Koordinasi penyusunan Disagregasi pembentukan PMTB dilaksanakan, mengingat tahun 2018 menjadi tahun investasi sehingga BPS NTT segera melakukan survey pendataan barang modal pada setiap perusahaan, perangkat daerah dan ditingkat desa untuk mendata potensi desa.

Data dibutuhkan untuk dijadikan kebijakan yang tepat bagi kegiatan usaha investasi melalui PMTB sebagai data dasar stok kapital dalam menggambarkan kondisi suatu daerah.