Artikel - Menengok laga Chris Pine sebagai tentara bayaran di "The Contractor"

id The Contractor,review film,Chris Pine,ben foster,film aksi,Artikel hiburan Oleh Rizka Khaerunnisa

Artikel - Menengok laga Chris Pine sebagai tentara bayaran di "The Contractor"

Film "The Contractor". (ANTARA/HO-STX Films)

Sadar bahwa menjadi tentara bayaran bisa saja menjauhkan hubungan dengan anaknya, namun pada saat yang bersamaan ia ingin melindungi dan menghidupi masa depan sang anak...

Jakarta (ANTARA) - Prajurit James Harper (Chris Pine) diberhentikan dari Pasukan Khusus AD karena dirinya menggunakan obat-obatan terlarang untuk pengobatan lututnya yang cedera. Kondisi tersebut sangat menyulitkan baginya sebab tak mendapat tunjangan sama sekali namun pada sisi lain ia harus menghidupi keluarganya.

Lepas keluar dari AD, keluarga Herper semakin terdesak secara finansial. Itulah yang kemudian mendorong Harper bergabung dengan kelompok tentara bayaran setelah mendengar penawaran menarik dari Mike (Ben Foster). Premis film “The Contractor” cukup sederhana, bahkan cenderung klise.

Meski “The Contractor” hendak menonjolkan aksi, paruh pertama film–mungkin hampir setengah dari durasi total–dihabiskan untuk memberi gambaran latar belakang keluarga yang dibalut dengan drama.

Sebetulnya cerita mengenai keluarga Herper punya potensi untuk berkembang menjadi lebih baik sebab ia menampilkan sisi manusiawi seorang prajurit. Bagaimanapun, serdadu yang hampir seumur hidupnya dilatih untuk bertempur di medan berbahaya–apalagi jika pernah membunuh–tentu mula-mula ia akan merasa kesulitan beradaptasi dengan status sipil.

Film "The Contractor". (ANTARA/HO-STX Films)

Jika hendak menyentuh sisi drama, barangkali “The Contractor” jauh lebih menarik jika ia mampu mengeksplorasi pergolakan psikis sang tokoh utama dengan jeli. Apalagi mengingat tokoh Herper sudah cukup menarik dengan pembawaan karakter dan air muka yang cenderung tenang tetapi tampak menyimpan pikiran yang mendalam.


Baca juga: Artikel - Jalan tobat sang penakluk harimau

Meski demikian, “The Contractor” telah sedikit menyingkap hubungan yang kompleks antara ayah dan anak. Film ini menampilkan hubungan Herper dengan anak laki-lakinya pada satu sisi di masa sekarang dan menghadirkan kilasan-kilasan adegan hubungan Herper kecil dengan ayahnya yang juga seorang veteran di masa lalu.

Mengingat masa lalu yang kurang menyenangkan, Herper memiliki tekad untuk memberi pengasuhan yang lebih baik kepada putra semata wayangnya. Bahkan Herper masih berusaha keras mengenal sang putra sebab ia jarang menghabiskan waktu di rumah.

Itu sebabnya Herper merasa dilema. Sadar bahwa menjadi tentara bayaran bisa saja menjauhkan hubungan dengan anaknya, namun pada saat yang bersamaan ia ingin melindungi dan menghidupi masa depan sang anak.

Pemikiran untuk menjadi tentara bayaran sudah terlintas dalam benak Herper sebelum menemui Mike. Istrinya, Brianne (Gillian Jacobs), bahkan sudah menunjukkan kekhawatiran jika sewaktu-waktu Herper memang mengambil pekerjaan berbahaya itu.

Pada akhirnya, Herper memutuskan bergabung sebagai tentara bayaran setelah mendengar pengakuan Mike. Di bawah komando sesama veteran Rusty Jennings (Kiefer Sutherland), Herper mulai menjalankan misi untuk memata-matai seorang ilmuwan yang diduga yang konon terlibat dalam penelitian bioterorisme yang didanai oleh afiliasi Al-Qaeda. Aksinya berlanjut bersama tentara lain untuk memburu data yang disimpan si ilmuwan.

Baca juga: Artikel - Jalan buntu saat perang Rusia-Ukraina genap 30 hari

Motif konflik sebetulnya tampak klise sehingga membuat klimaks terasa hambar. Adegan baku tembak di sana-sini cukup memberi sensasi menegangkan bagi penonton, tetapi tak ada yang istimewa.

Pun sutradara Tarik Saleh kelihatan terlalu berhati-hati menyentuh atau menghindari isu politik yang berat. Padahal jalinan cerita jelas memotret wilayah militerisme hingga perusahaan farmasi, yang apabila dikulik lebih dalam barangkali akan jauh lebih menarik dan memantik diskusi di antara para kritikus.

Penyelesaian konflik "The Contractor" terlalu cepat dan tidak membekas atau tidak meninggalkan kesan apa-apa dalam benak penonton.

Saat menjalani misi di Berlin, Herper menghadapi dilema mengenai kebenaran di balik misinya hingga mendapat serangan dari pihak pemerintah karena aktivitasnya dianggap ilegal dan serangan dari kelompok Rusty karena dirinya membelot.

Belakangan ia baru sadar bahwa ilmuwan "bioterorisme" itu sebetulnya tak berafiliasi sama sekali dengan Al-Qaeda dan bahwa penelitian yang dilakoni akan menyelamatkan kehidupan miliaran manusia di dunia.

Sebab itu, bagi Herper, menyerang balik kelompok Rusty menjadi satu-satunya cara untuk tetap memegang prinsip kebenaran. Bersama Mike, Herper dengan sigap menguasai medan pertarungan di markas Rusty. Pada titik inilah penyelesaian konflik terasa tergesa-gesa bak "disulap" dengan cepat, kelompok Rusty bisa dikalahkan dengan begitu mudahnya.

Baca juga: artikel - Kisah anak Papua dan Sepeda Presiden

Meski demikian, hal yang menarik disoroti "The Contractor" adalah mengenai gagasan pelindung dan perlindungan. Kala masih tergabung dalam AD, Herper dapat dikatakan berdiri sebagai "pelindung" demi kepentingan negara dan masyarakat. Namun kala lepas dari AD, ia seolah terbuang begitu saja dan tak mendapat perlindungan sama sekali.

Film ini menjadi penanda reuni Pine dengan Foster setelah sebelumnya bertemu dalam proyek yang sama dalam "The Finest Hour" (2016) dan "Hell or High Wate" (2016). Dalam "The Contractor", keduanya membangun chemistry yang apik yang mempengaruhi jalan cerita.

Namun sayang, beberapa pemeran pendukung tak dimanfaatkan secara maksimal dalam film ini, seperti kemunculan Eddie Marsan dan J. D. Pardo yang singkat di dalam adegan atau bahkan hanya pemanis cerita belaka.

Film "The Contractor" sudah dirilis di beberapa negara pada Maret dan telah diluncurkan di bioskop Indonesia yang dapat dinikmati pada bulan ini.