Kupang (AntaraNews NTT) - Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan Nusa Tenggara Timur memprediksi prospek inflasi Nusa Tenggara Timur dalam tahun 2018 mengalami kenaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan prospek inflasi pada 2017.
"Jika inflasi 2017 berada pada kisaran 2,0 persen maka dalam tahun ini mengalami kenaikan pada kisaran antara 3,60-4,00 persen (yoy)," kata Kepala BI Perwakilan NTT Naek Tigor Sinaga kepada wartawan di Kupang, Kamis (17/5).
Ia menjelaskan tingginya inflasi tersebut karena adanya potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) seiring dengan tren kenaikan harga minyak dunia.
"Kita masih terus berharap barang kebutuhan dari daerah lain. Hal inilah yang mengakibatkan prospek inflasi NTT pada tahun ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan," katanya.
Mencermati kenaikan sejumlah komoditas tersebut, Bank Indonesia langsung memonitor harga sejumlah komoditas di pasar tradisional dan pasar modern.
Hasil monitor BI menunjukkan bahwa harga cabai kembali melonjak dari Rp40.000 per kilogram menjadi Rp50.000 per kilogram setelah sebelumnya sempat naik sampai hingga mencapai Rp80.000/kg
Baca juga: BI perkirakan inflasi NTT bulan Mei terkendaliHarga telur juga naik dari Rp240.000 per enam rak menjadi Rp315.000 per rak dengan satu rak isinya 30 butir telur.
Walaupun mengalami kenaikan ia mengimbau agar masyarakat tidak usah resah dengan kenaikan harga kebutuhan pokok itu.
"Kenaikan harga ini hanya temporer, jadi masyarakat tidak perlu resah. Harga cabai juga akan kembali turun karena akan ada pasokan komoditas tersebut dari Jawa Timur," katanya.
Untuk mengatasipasi komoditi cabai mereha tersebut, BI saat ini tengah mengembangkan kluster cabai merah di Sumba Barat Daya.
"Hasil budidaya tersebut akan kita pasok semuanya ke pasar-pasar tradisional serta pasar modern yang ada di Kupang," demikian Naek Togar Sinaga.
Baca juga: BI kembangkan klaster binaan cabe di Sumba