New York (ANTARA) - Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Senin, (22/11) atau Selasa pagi WIB, rebound dari kerugian baru-baru ini, di tengah laporan bahwa OPEC+ dapat menyesuaikan rencana untuk meningkatkan produksi minyak jika negara-negara konsumen besar melepaskan minyak mentah dari cadangan mereka atau jika pandemi virus corona mengurangi permintaan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari naik 81 sen atau 1,0 persen, menjadi menetap di 79,70 dolar per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Desember menguat 81 sen atau 1,0 persen, menjadi ditutup pada 76,75 dolar AS per barel.
Harga acuan minyak mentah Brent dan minyak mentah WTI AS turun lebih dari satu dolar AS pada awal perdagangan, mencapai level terendah sejak 1 Oktober.
Pejabat Jepang dan India sedang mencari cara untuk melepaskan cadangan minyak mentah nasional bersama-sama dengan Amerika Serikat dan ekonomi utama lainnya untuk meredam harga, tujuh sumber pemerintah yang mengetahui rencana tersebut mengatakan kepada Reuters.
Pengumuman semacam itu bisa datang paling cepat Selasa, menurut sumber yang mengetahui diskusi tersebut, tetapi pejabat Gedung Putih dan departemen energi AS mengatakan tidak ada keputusan resmi tentang pelepasan cadangan minyak yang dibuat.
Diskusi terjadi setelah pemerintah AS tidak dapat membujuk Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, untuk memompa lebih banyak minyak dengan produsen utama beralasan bahwa dunia tidak kekurangan minyak mentah.
Kelompok produsen sepakat bulan ini untuk tetap pada rencana meningkatkan produksi minyak sebesar 400.000 barel per hari (bph) mulai Desember.
Harga minyak naik setelah Bloomberg News melaporkan bahwa OPEC+ dapat mengubah rencana untuk terus meningkatkan produksi, mengutip para delegasi. Reuters belum memverifikasi laporan tersebut.
"OPEC mengirimkan sinyal bahwa jika para pemain ini melakukan ini, mereka memiliki beberapa barel yang dapat mereka tahan dan akan mengimbangi dampak rilis (cadangan)," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures di Chicago.
Joseph McMonigle, sekretaris jenderal Forum Energi Internasional yang berbasis di Riyadh, mengatakan pada Senin (22/11/2021) bahwa dia memperkirakan OPEC+ mempertahankan rencananya menambah pasokan ke pasar secara bertahap.
"Saya melihat mereka tetap pada rencana mereka saat ini mengingat surplus pasokan untuk tahun depan, yang khas untuk pasar minyak pada kuartal pertama," katanya. "Jika mereka akan membuat perubahan, itu karena faktor eksternal yang tidak terduga, seperti penguncian di Eropa, apapun pelepasan (cadangan) strategis, dan pergeseran permintaan bahan bakar jet."
Setiap pelepasan SPR (Cadangan Minyak Strategis) hanya akan mempengaruhi harga selama dua atau tiga minggu, kata Fereidun Fesharaki, ketua konsultan Facts Global Energy.
Pelepasan SPR gabungan bisa 100 juta hingga 120 juta barel atau bahkan lebih tinggi, analis Citi mengatakan dalam sebuah catatan tertanggal 19 November. Ini termasuk 45 juta hingga 60 juta barel dari Amerika Serikat, sekitar 30 juta barel dari China, 5 juta barel dari India dan masing-masing 10 juta barel dari Jepang dan Korea Selatan, bank memperkirakan.
Kekhawatiran tentang permintaan telah dipicu oleh prospek penguncian nasional di Eropa, yang telah menekan harga minyak.
Austria memasuki penguncian nasional keempatnya pada Senin (22/11/2021) ketika Eropa kembali menjadi pusat pandemi virus corona. Jerman juga dapat memberlakukan pembatasan baru, dengan politisi memperdebatkan penguncian untuk orang yang tidak divaksinasi.
Baca juga: Minyak jatuh di bawah 80 dolar
Baca juga: Minyak "rebound" setelah jatuh ke posisi terendah enam minggu