Kupang (AntaraNews NTT) - Para petani garam tradisional di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur hanya mampu memproduksi garam sebanyak lima ton dalam setahun.
"Potensi garam di Kabupaten Kupang sangat besar namun belum dikelola secara maksimal karena sistem pengelolaan garam dilakukan petani masih tradisional, sehingga hasil produksi masih terbatas," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumber Daya Mineral Kabupaten Kupang Titus Anin ketika dihubungi di Oelamasi, Senin (16/7).
Titus menegaskan hal itu terkait upaya pemerintah kabupaten Kupang dalam mengoptimalkan pengelolan potensi lahan garam di daerah itu. "Usaha garam di kabupaten yang berbatasan dengan wilayah kantung (enclave) Timor Leste, Oecusse itu terus bertumbuh kendati pengelolaannya masih dilakukan secara tradisional," katanya.
Pemerintah Kabupaten Kupang, kata dia, terus mendorong petani garam membentuk kelompok guna memaksimalkan pengelolaan lahan garam sehingga produksi garam bertambah dan pendapat ekonomi petani meningkat.
Baca juga: Industri garam pacu pertumbuhan ekonomi petani
Ia mengatakan, pemerintah Kabupaten Kupang telah membentuk empat kelompok petani garam di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu dengan hasil produksi garam mencapai 5 ton/tahun.
Titus mengatakan, hasil produksi garam yang diproduksi petani garam tradisional di Bipolo hanya untuk memenuhi kebutuhan garam masyarakat di Pulau Timor.
"Produksinya masih terbatas dan hanya mampu memenuhi kebutuhan garam di Pulau Timor karena teknologi yang digunakan masih tradisional," katanya dan menambahkan apabila kelompok petani garam semakin banyak terbentuk di daerah itu maka produksi garam dipastikan akan meningkat dan kesejahteraan hidup petani garam itu menjadi lebih baik.
Dia mengatakan, Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Koperasi juga membentuk kelompok usaha garam untuk meningkatkan kesejahteraan petani garam di Kabupaten Kupang.
Baca juga: PT Garam bangun pabrik di Bipolo