Kupang (ANTARA) - Indonesia memiliki potensi yang cukup besar terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Dari 3,7 Terawatt (TW) potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia, khusus untuk PLTS mencapai 3,3 juta Gigawatt (GW). Namun, dari sisi pemanfaatan masih cukup rendah yaitu 204 Megawatt (MG).
Hal itu disampaikan Direktur Bioenergi Dirjen EBTK Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna pada acara webinar “PLTS Atap untuk Industri, Siapa yang Untung?”, Rabu.
Ia menjelaskan, pemerintah menargetkan capaian nasional untuk EBT sebesar 23 persen di 2025. Namun, hingga 2021 lalu, capaiannya baru sekitar 11,7 persen. Untuk itu, diperlukan berbagai upaya untuk bisa mencapai target.
Indonesia berkomitmen untuk mengendalikan perubahan iklim (climate change), dengan target mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen di 2030 dan Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Menurut Andriah, untuk sektor energi, pemanfaatan EBT menjadi hal yang sangat signifikan untuk mewujudkan komitmen tersebut.
“Kita berharap tidak ada lagi yang menggunakan pembangkit-pembangkit yang menghasilkan karbon. Sehingga, pengembangan energi terbarukan ini menjadi sangat sangat penting untuk kita dorong,” ucapnya.
PLTS menjadi salah satu prioritas pemerintah untuk jangka pendek dalam mewujudkan target EBT 23 persen di 2025. Dari sisi potensi dan waktu konstruksinya yang sangat pendek serta harga yang juga menjadi semakin kompetitif.
“Dan salah satu yang kita dorong adalah PLTS Atap," katanya.
Upaya lain untuk mencapai target EBT di 2025 adalah melakukan mandatori bahan bakar nabati, pemberian insentif serta kemudahan perijinan.
Kementerian ESDM telah menyiapkan peta jalan (road map) hingga tahun 2025 ditargetkan dapat terpasang di kapasitas 3,6 GW. Pada Februari lalu sudah ada sekitar 5.321 pelanggan yang sudah memasang PLTS Atap dengan kapasitas sekitar 60 MWp atau 13,3 persen dari target tahun ini.
Dilihat dari golongan tarifnya, jumlah pelanggan terbanyak PLTS Atap ini untuk rumah tangga atau 4.375 pelanggan dengan kapasitas 13,9 MW, sedang untuk industri jumlah pelanggan ada 53 dengan kapasitas 17,7 MW.
“Jadi, kalau dilihat dari sisi kapasitas industri yang terbesar. Hampir 30 persen kapasitas terpasang itu berasal dari sektor industri,” katanya.
Executive Vice President Pelayanan Pelanggan Retail PT PLN (Persero), Munief Budiman dalam webinar itu mengatakan PLN berkomitmen untuk mendukung program pemerintah dalam peningkatan bauran EBT 23% di 2025.
Menurutnya, hal itu dituangkan dalam salah satu pilar transformasi PLN, yaitu pilar Green. “Dalam pengembangan EBT, umumnya PLN mengembangkan terkait dengan keselarasan supply dan demand potensi ketersediaan sumber energi. Kemudian keekonomian, keandalan dan ketahanan energi nasional serta sustainability-nya,” ungkapnya.
Salah satu industri yang sudah memanfaatkan PLTS Atap ini adalah Danone-AQUA. Direktur Sustainable Development Danone Indonesia Karyanto Wibowo mengatakan Danone-AQUA merupakan pelopor pemanfaatan PLTS Atap di industri dalam negeri sejak tahun 2017.
Menurutnya, upaya ini untuk mendukung pemerintah dalam mempercepat transisi penggunaan energi terbarukan di Indonesia. “Ini merupakan perwujudan komitmen kami untuk menjadi perusahaan dengan Emisi Nol atau Netral Karbon dalam seluruh rantai pasok perusahaan pada tahun 2050, serta penggunaan 100 persen energi listrik terbarukan pada tahun 2030,” katanya.
Danone-AQUA menargetkan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya atap dengan total kapasitas 15.000 kilowatt peak (KWp) pada 2023. Pemasangan instalasi PLTS Atap tersebut akan dilakukan di 25 pabrik yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Target kami bangun 15.000 KWp pada 2023 dan mampu menghasilkan listrik sebesar 21 Gigawatt hour, serta mengurangi emisi karbon hingga 16.633 ton CO2 per tahun," ujar Karyanto.
Hingga saat ini, sudah ada empat pabrik Danone di Indonesia yang memasang PLTS Atap. Di antaranya pabrik Ciherang, Jawa Barat dengan kapasitas 770 KWp. Listrik yang diproduksi bisa mencapai 1 GW per tahun dan pengurangan emisi karbon sebesar 825 ton karbondioksida per tahun.
Kemudian, pabrik di Banyuwangi, Jawa Timur, yang kapasitasnya mencapai 378 KWp dan dapat memproduksi listrik hingga 545,2 MW per tahun, sedangkan pengurangan emisi karbonnya bisa mencapai 450 ton karbondioksida per tahun. Lalu, pabrik Klaten, Jawa Tengah, dengan kapasitas 2.919 KWp.
Listrik yang diproduksi bisa mencapai 4 GW per tahun, sedangkan pengurangan emisi karbonnya mencapai 3.340 ton karbondioksida per tahun. PLTS Atap juga dipasang di pabrik terbesar Danone-AQUA yang ada di Mekarsari, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang memiliki kapasitas sistem sebesar 2.112 KWp, dan mampu menghasilkan listrik sebesar 2,3 GW per tahun, serta mengurangi 1.916 ton CO2 per tahun.
Danone-Aqua juga berencana memasang PLTS Atap di pabrik Tanggamus Lampung, Langkat Sumatra Utara, Mambal Bali, serta Solok Sumatra Barat.
“Tidak berhenti di sini, kami pun telah menetapkan target agar PLTS Atap dapat dimanfaatkan sebagai opsi sumber energi terbarukan pada seluruh pabrik Danone-AQUA di seluruh Indonesia, dengan kapasitas hingga 15 MWp pada tahun 2023, sembari terus menjajaki opsi energi terbarukan inovatif lainnya," kata Karyanto.
Baca juga: Danone Indonesia sabet empat penghargaan PRIA 2022
Indonesia miliki potensi besar terhadap PLTS Atap
Pemerintah menargetkan capaian nasional untuk EBT sebesar 23 persen di 2025. Namun, hingga 2021 lalu, capaiannya baru sekitar 11,7 persen.