Warga munculkan petisi minta Presiden ingatkan BPOM tak diskriminatif

id BPOM,kebijakan BPOM,petisi BPOM,kebijakan diskriminatif, Indonesia Financial Watch,IFW

Warga munculkan petisi minta Presiden ingatkan BPOM tak diskriminatif

Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (ANTARA/Aloysius Lewokeda)

pelabelan BPA yang hanya diberlakukan untuk galon berbahan PC itu bukan hanya memunculkan kecemburuan, tapi juga akan menimbulkan ketakutan masyarakat untuk mengkonsumsi air kemasan galon PC.
Kupang (ANTARA) - Ribuan orang telah menandatangani petisi meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengingatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar tidak membuat kebijakan yang diskriminatif. 

"Petisi yang dimuat di laman change.org terus mendapat dukungan publik. Tercatat, baru beberapa hari ditayangkan sudah mencapai 1.700 lebih dukungan," demikian siaran pers dari Indonesia Financial Watch (IFW) yang diterima di Kupang, Senin.

IFW sebagai penggagas petisi menyatakan bahwa petisi ini dibuat karena melihat adanya beberapa pihak yang berusaha mendesak BPOM untuk mengeluarkan kebijakan diskriminatif terhadap produk air minum dalam kemasan galon guna ulang yang telah aman dikonsumsi selama lebih dari 30 tahun terakhir. 

Menurut IFW, kelompok ini merupakan pendukung produk air galon baru berbahan plastik lunak (PET). 

"BPOM berpotensi terjebak dalam pusaran persaingan usaha tidak sehat jika dipaksa menerbitkan kebijakan yang merugikan produk AMDK galon berbahan plastik keras (polikarbonat/PC) dan menguntungkan produk AMDK galon PET yang baru muncul di pasar mulai 2020," katanya.
 
Pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga, kata IFW, telah menyatakan pelabelan BPA yang hanya diberlakukan untuk galon berbahan PC itu bukan hanya memunculkan kecemburuan, tapi juga akan menimbulkan ketakutan masyarakat untuk mengkonsumsi air kemasan galon PC. 

Padahal, Peraturan BPOM tentang Label Pangan Olahan itu tidak hanya berlaku untuk satu produk pangan (seperti AMDK galon) namun untuk semua produk. 

"Karena dalam peraturan itu juga disebutkan bahwa hampir semua kemasan pangan itu mengandung senyawa kimia dan akan membahayakan manusia apabila melewati ambang batas yang ditentukan," katanya.

Aturan yang menciptakan persaingan usaha tidak sehat dalam industri AMDK akan membawa dampak negatif luas dan mengganggu kestabilan sosial-ekonomi.

"Karena itu, Presiden harus mencegah potensi kegaduhan dari kebijakan diskriminatif BPOM tersebut,” kata IFW dalam petisi yang dibuat di change.org.
 
Salah satu pendukung petisi dengan akun “Riki-Riki” menyampaikan alasannya mendukung petisi ini karena kebijakan diskriminatif BPOM itu bisa merusak persaingan industri yang sehat. 

Pendukung petisi lainnya dengan akun “Dirgantarasyahdewa Syahdewa” juga meminta BPOM harus netral dalam membuat kebijakannya.
 
Sebelumnya, Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin sudah menjelaskan bahwa Polikarbonat (PC) itu merupakan bahan plastik yang aman. 

"Antara BPA dan PC itu dua hal yang berbeda. Banyak orang salah mengartikan antara bahan kemasan plastik Polikarbonat dan BPA sebagai prekursor pembuatnya," katanya.
 
Dia mengatakan beberapa pihak sering hanya melihat dari sisi BPA-nya saja yang disebutkan berbahaya bagi kesehatan tanpa memahami bahan bentukannya yaitu Polikarbonatnya yang aman jika digunakan menjadi kemasan pangan.
 
BPA memang ada dalam proses untuk pembuatan plastik PC. Dia mengibaratkan seperti garam NaCl (Natrium Chloride), dimana masyarakat bukan mau menggunakan Klor yang menjadi bahan pembentuk garam itu, tapi yang digunakan adalah NaCl yang tidak berbahaya jika dikonsumsi.
 
"Jadi dalam memahami ini, masyarakat harus pandai mengerti agar tidak dibelokkan oleh informasi yang bisa menyesatkan dan merugikan," kata Zainal.
 
Dia juga berharap berbagai informasi yang beredar terkait BPA galon guna ulang harus dijelaskan secara ilmiah dan jangan disampaikan menurut ilustrasi masing-masing yang  bisa menyesatkan.

"Jadi, harus dengan data ilmiah sehingga masyarakat kita akan memahami dan bisa mengambil keputusan sendiri,” ujarnya. 
 
Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Eko Hari Purnomo, juga mengatakan BPA yang ada dalam kemasan galon guna ulang jika ditinjau secara ilmiah, itu sebuah hal yang mustahil untuk menimbulkan bahaya.
 
"Tidak mungkin ada migrasi atau perpindahan BPA dari kemasan galon ke dalam airnya, mengingat BPA itu tidak larut dalam air. BPA ini hanya larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter, ester, keton, dan sebagainya," katanya.
 
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin juga sudah menegaskan bahwa air kemasan galon guna ulang aman untuk digunakan, baik oleh anak-anak dan ibu hamil. 

Menurutnya, isu-isu seputar bahaya penggunaan air kemasan air guna ulang yang dihembuskan pihak-pihak tertentu adalah hoax. 

"(air kemasan galon guna ulang) Aman. Itu (isu bahaya air kemasan galon guna ulang) hoax,” tandasnya.
 
Begitu pula dengan Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, Hasto Wardoyo mengatakan tuduhan BPA dalam air kemasan yang bisa menyebabkan infertilitas harus dibuktikan melalui riset antar Sentra Penelitian. 

"Kalau hanya awal dan belum berbasis bukti yang level of evidence-nya kuat, perlu berhati-hati untuk menyampaikan ke publik. Itu masih butuh riset multi center saya kira agar menjadi bukti yang kuat," katanya.
 
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Aru Wisaksono Sudoyo bahkan mengatakan belum ada bukti air galon guna ulang menyebabkan penyakit kanker. 
 
Begitu juga Dr. M. Alamsyah Aziz, SpOG (K), M.Kes., KIC, dokter spesialis kandungan yang juga Ketua Pokja Infeksi Saluran Reproduksi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), mengatakan sampai saat ini dirinya tidak pernah menemukan adanya gangguan terhadap janin karena ibunya minum air galon.