Artikel - Melepas status darurat kesehatan di Indonesia

id Endemi, pandemi, gawat darurat kesehatan, COVID-19,artikel kesehatan Oleh Andi Firdaus

Artikel - Melepas status darurat kesehatan di Indonesia

Sukarelawan memakai pakaian hazmat dan mengusung poster untuk memperingati Setahun Pandemi COVID-19 di Indonesia saat aksi di Jalan Gatot Subroto, Solo, Jawa Tengah, Selasa (2/3/2021). Mereka mengajak masyarakat tetap mewaspadai virus COVID-19 dan menjalankan protokol kesehatan ketika beraktivitas sehar-hari. ANTARA FOTO/Maulana Surya

...Kita harus bersiap, jangan sampai kalau ada gelombang lagi, kita kena

Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 di berbagai negara di dunia kian mereda, pun situasi di Indonesia yang menunjukkan tren pelandaian kasus aktif secara konsisten selama 6 bulan terakhir.

Laporan Kementerian Kesehatan RI menyebutkan indikator pandemi, antara lain, diukur dari tren mingguan kasus konfirmasi yang menurun 21,1 persen dengan jumlah kasus semula berkisar 4.078 temuan menjadi 2.507 kasus.

Pada kasus kematian juga turun sebesar 13,04 persen. Angka keterisian tempat tidur perawatan pasien di rumah sakit juga menurun signifikan, dari 6,23 persen menjadi 5,32 persen.

Berdasarkan hasil serosurvei untuk mengukur kadar antibodi masyarakat Indonesia pada ketahanan menghadapi penularan SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 pada Juni 2022 mencapai 98 persen.

Masyarakat memiliki antibodi dengan kadar yang beragam sehingga penting untuk mendapatkan vaksinasi dosis penguat atau booster demi mempertahankan manfaat antibodi guna memperkecil peluang sakit berat bahkan meninggal.

Dari indikator tersebut menunjukkan bahwa fase endemi tinggal selangkah lagi. Tingkat imunitas dan kekebalan kelompok menjadi salah satu indikator penting yang diperhatikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengakhiri pandemi.

Sampai saat ini sudah lebih dari 204,3 juta atau setara 87,08 persen masyarakat Indonesia menerima vaksinasi dosis pertama, dosis kedua sekitar 170,9 juta atau setara 72,85 persen dan dosis ketiga sebanyak 62,7 juta atau 26,72 persen dari sasaran vaksinasi COVID-19 sebanyak 234.666.020 orang.

Melihat persentase penduduk yang sudah mendapatkan vaksin penguat masih relatif rendah maka cakupan vaksinasi COVID-19 booster harus terus dikejar, utamanya di daerah-daerah yang cakupannya masih rendah. Kemenkes mendorong kepala daerah untuk terus menjalankan vaksinasi COVID-19 melalui kerja sama dengan berbagai pihak.

Sentra vaksinasi di tempat publik dan upaya jemput bola perlu kembali digalakkan seperti saat musim mudik April 2022 untuk mendekatkan layanan vaksinasi kepada masyarakat.

Sampai akhir tahun, ditargetkan 50 persen masyarakat Indonesia telah divaksinasi booster agar tercipta kekebalan komunal.

Genjot vaksinasi

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin memprediksi imunitas tubuh masyarakat Indonesia akan menurun pada awal 2023 sehingga diperlukan strategi akselerasi vaksinasi yang ditarget menembus 100 juta peserta pada tahun depan.

Strategi itu perlu diterapkan untuk mengantisipasi lonjakan kasus dari gelombang baru yang berpotensi datang secara tiba-tiba karena proses mutasi virus terjadi secara alami dan menetap di tengah masyarakat dalam jangka waktu panjang meski pandemi dinyatakan usai.

"Kita harus bersiap, jangan sampai kalau ada gelombang lagi, kita kena," katanya.

Jika melihat laju suntikan vaksinasi COVID-19 di Tanah Air, saat ini menunjukkan tren penurunan rata-rata 65.645 suntikan per hari sejak Agustus 2022. Padahal, cakupan vaksinasi pada April 2022 hampir menembus 1,4 juta suntikan per hari.

Akselerasi vaksinasi perlu dilakukan agar makin banyak daerah yang cakupan vaksinasi ketiganya di atas 50 persen. Karena sejak dimulai pada 22 Januari 2022, baru Provinsi Bali, DKI Jakarta, dan Kepulauan Riau yang mencapai target tersebut.

Bali menempati posisi tertinggi dengan persentase 69,8 persen, DKI Jakarta dengan 66,0 persen, dan Kepulauan Riau 52,1 persen.

Hingga kini, strategi akselerasi vaksinasi yang digagas Kemenkes belum dipublikasikan sepenuhnya kepada publik. Namun sebagian pola yang diterapkan pada saat agenda mudik Lebaran 2022 dipastikan kembali diadopsi.

Vaksinasi booster sebagai syarat perjalanan dengan pelibatan unsur TNI-Polri efektif mendongkrak laju penyuntikan. Pun dengan strategi jemput boleh hingga ke level RT dan RW, pasar, hingga ruang publik melalui pelibatan kader posyandu dan aparat kecamatan serta kelurahan setempat.

Kemenkes menyampaikan komitmennya untuk menjaga ketersediaan vaksin COVID-19 di Tanah Air dengan membeli produksi vaksin dalam negeri Indovac dari Bio Farma dan Inavac dari PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia pada tahun depan.

BUMN Farmasi PT Bio Farma (Persero) siap memproduksi 20 juta dosis vaksin Indovac, untuk tahap awal. Jumlah tersebut dapat dinaikkan menjadi 40 juta dosis per tahun pada 2023 dengan penambahan fasilitas produksi.

Selanjutnya, kapasitas produksi bisa dinaikkan lagi menjadi 100 juta dosis per tahun pada 2024, tergantung pada kebutuhan dan permintaan.

Sementara, Biotis menyanggupi untuk menutup kebutuhan vaksin yang mencakup booster dewasa, remaja, dan anak yang kini tersisa di Indonesia.

Vaksinasi booster pada usia di atas 18 tahun baru mencakup 30 persen dari target sasaran 141.211.000 orang sehingga masih ada 98 juta orang yang belum mendapatkan vaksin booster.

Adapun vaksinasi booster remaja usia 12-17 tahun dengan jumlah sasaran 26.705.490 orang belum dimulai di Indonesia. Pun vaksinasi booster pada anak usia 7-11 tahun dengan jumlah sasaran 26.400.300 orang belum dimulai.

Kapasitas produksi downstream perusahaan farmasi tersebut sanggup menghasilkan hingga 20 juta dosis per bulan. Namun, khusus pada tahap awal, akan ditingkatkan hingga 5 juta dosis per bulan.

Status kedaruratan

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) Pandu Riono dan Iwan Ariawan sepakat bahwa Indonesia saat ini sudah siap meninggalkan situasi kegawatdaruratan kesehatan.

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) merupakan salah satu indikator situasi darurat kesehatan di Tanah Air yang perlu lebih dulu dicabut oleh pemerintah, apabila situasi pandemi dalam negeri dianggap telah sepenuhnya terkendali.

Indikator PPKM di Indonesia saat ini seluruhnya berada pada Level 1, yakni terjadi pelonggaran pada mobilitas penduduk. Hal itu mempertimbangkan transmisi komunitas dan kapasitas respons COVID-19 yang menunjukkan indikator terkendali sejak 21 September 2022.


Baca juga: Artikel - jangan siakan peluang endemi di depan mata

Insiden kasus di Indonesia berkisar 5,56 per 100.000 penduduk per pekan atau berada pada indikator transmisi komunitas Level 1.

Kejadian rawat inap di rumah sakit mencapai 0,79 per 100.000 penduduk per pekan atau berada pada transmisi komunitas Level 1. Pun pada kematian di angka 0,04 per 100.000 penduduk per pekan di Level 1.

Adapun indikator positivity rate berdasarkan testing mencapai 7,16 persen per pekan atau masih berada di atas standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maksimal 5 persen dari total populasi.

Pada indikator tracing berada di kapasitas respons yang memadai dengan rasio kontak erat 11,36 persen per pekan atau berada di level sedang. Pada indikator treatment mencapai rata-rata 5,26 persen per pekan.

Baca juga: Artikel - Mencari jalan budaya menuju pemulihan dan kehidupan berkelanjutan

Pencabutan PPKM diharapkan bisa membuat masyarakat percaya bahwa COVID-19 bukan lagi penyakit yang menakutkan, sebab sarana dan prasarana seperti instalasi perawatan rumah sakit, tenaga kesehatan, obat-obatan, hingga vaksin telah seluruhnya tersedia.

Di Indonesia terdapat dua status kegawatdaruratan yang ditetapkan pemerintah terkait pandemi, yakni Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19 dan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional.

Dua kebijakan itu diambil Pemerintah Indonesia merujuk pada penetapan status pandemi COVID-19 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dinamakan Public Health Emergency International Concern (PHEIC) yang berlaku sejak 30 Januari 2020.

Baca juga: Artikel - Gelombang lanjutan mengintai ditengah fluktuasi kasus COVID-19

Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus sebelumnya menyinggung akhir pandemi COVID-19 seperti sudah depan mata. Kalimat metafora itu perlu disikapi masyarakat dengan tetap waspada dengan menjaga protokol kesehatan tidak kendor.

Jadi, tetap gunakan masker saat bepergian ke luar rumah dan di ruangan tertutup. Tren penurunan kasus konfirmasi harian, kasus kematian, dan keterisian rumah sakit perlu terus dijaga agar tetap terkendali.

Koordinasi dan kolaborasi seluruh komponen bangsa mulai tingkat pusat hingga daerah menjadi kunci untuk menjaga situasi pandemi terkendali sehingga indikator endemi bisa tercapai.




Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Melepas status darurat kesehatan di Indonesia