Pengamat: Perlu aturan soal wajib miliki KTP

id tomy susu

Pengamat: Perlu aturan soal wajib miliki KTP

Pengamat politik dari Unwira Kupang Tommy Susu (ANTARA Foto)

Menurut saya, pemerintah perlu merumuskan format atau apapun yang berhubungan dengan pelayanan `civil` maupun publik, dengan persyaratan dasar kepemilikan kartu tanda penduduk (KTP),"
Kupang,  (AntaraNewsNTT) - Pengamat otonomi daerah dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Tomy Susu mengatakan, pemerintah perlu merumuskan aturan yang mewajibkan setiap warga negara Indonesia harus memiliki kartu tanda penduduk (KTP).

 "Menurut saya, pemerintah perlu merumuskan format atau apapun yang berhubungan dengan pelayanan `civil` maupun publik, dengan persyaratan dasar kepemilikan kartu tanda penduduk (KTP)," kata Tomy Susu kepada Antara di Kupang, Rabu.

Dia mengemukakan hal itu, menjawab pertanyaan seputar penyebab masih banyak warga wajib KTP yang enggan mengurus KTP atau melakukan perekaman KTP elektronik, dan apa yang harus dilakukan pemerintah agar wajib KTP dapat mengurus KTP.

Sebanyak 651 ribu penduduk wajib kartu tanda penduduk (KTP) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga Oktober 2018, dilaporkan belum melakukan perekaman KTP elektronik.

Menurut dia, masyarakat enggan mengurus KTP karena mereka tidak selalu berhubungan dengan pelayanan publik, maupun `civil` yang mewajibkan persyaratan dasar adalah KTP.

 "Ya, tetapi ini variabel utamanya, apa lagi yang bersangkutan tidak sering berurusan dengan posyandu, pendidikan, kesehatan, ijazah dan lainnya," ucapnya.

"Kalau orang merasa lebih baik ke dukun daripada ke posyandu, tidak pernah berurusan dengan ijazah, maka tidak perlu butuh KTP. Kalau tidak butuh KTP, mengapa harus antre berhari-hari bahkan berbulan-bulan untuk merekam KTP elektronik," ujarnya.

Karena itu, pemerintah harus bisa menyiasati, seperti wajib alamat atau tempat tinggal, dan ini harus dimulai dari tingkat rukun tetangga (RT).

"Masa RT dikasih honor, tetapi masyarakat dilingkungannya sendiri tidak teridentifikasi dengan baik," kata pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIK) Unwira itu.

Hanya dengan cara itu, masyarakat terutama yang sudah berusia 17 tahun ke atas, akan merasa terdorong untuk memiliki KTP. Bukan dengan mengancam mereka tidak menggunakan hak suara dalam pilpres/pileg maupun pilkada, katanya.