Kupang (ANTARA News NTT) - Direktur Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia Gabriel Goa mengatakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa belajar tentang tata kelola pengiriman TKI keluar negeri dari Filipina.
"Kalau kita semua sepakat untuk menyelesaikan permasalahan TKI, maka harus ada perbaikan secara menyeluruh pada tata kelola pengiriman TKI, dan pemerintah bisa belajar dari Filipina," kata Gabriel Goa kepada Antara di Kupang, Rabu (19/12)..
Menurut dia, saat ini masih banyaknya TKI/Pekerja Migran Indonesia asal NTT yang meninggal, dan rentan kekerasan fisik dan psikis bahkan menjadi budak di negeri jiran.
Kondisi ini menunjukkan bahwa belum adanya keseriusan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di provinsi berbasis kepulauan itu dalam mempersiapkan SDM TKI NTT, yang memiliki kompetensi dan skill.
Selain mampu berbahasa asing, paham hukum dan kultural negara yang dituju, serta aman melalui perjanjian kerja dan perlindungan hukum dan HAM di luar negeri.
Menurut dia, NTT bisa belajar dari Filipna tentang sistem pengiriman tenaga kerja (TKI) ke negara lain, karena negara tersebut dianggap sukses mengirimkan tenaga kerjanya tanpa menimbulkan banyak masalah.
Baca juga: Ratusan calon TKI dicekal selama Januari-November 2018
Baca juga: Padma: Masalah ekonomi dorong warga NTT jadi TKI
Dia mengatakan, NTT merupakan salah satu daerah di Indonesia yang merupakan daerah yang cukup banyak mengirimkan tenaga kerjanya ke luar negeri, dengan banyak masalah.
"Kita bisa belajar dari Filipina. Pekerja jadi penyumbang devisa terbesar, tetapi tenaga kerja asal Filipina dinilai relatif jauh dari masalah," katanya.
Menurut dia, tenaga kerja asal Filipina yang dikirim bekerja di luar negeri adalah tenaga kerja yang benar-benar memiliki kemampuan atau keterampilan tertentu sesuai kebutuhan.
"Sistemnya tidak seperti kita. Kalau di Filipina, misalnya mau melamar jadi baby sitter, maka harus punya spesifikasi baby sitter. Dari situ sudah punya paspor sendiri, baru dia melamar," jelasnya.
Sedangkan kalau tenaga kerja Indonesia kebanyakan adalah orang yang belum memiliki keterampilan khusus, lalu dikirim ke negara tujuan.
"Hal inilah menjadi penyebab utama timbulnya masalah antara tenaga kerja dengan pemberi kerja di negara tujuan," katanya.
Dia mengatakan, Padma Indonesia siap membantu Pemerintah NTT untuk bisa belajar mengenai tata kelola pengiriman TKI dari Filipina.
Baca juga: Moratorium pengiriman TKI harus berlandaskan hukum
Baca juga: Wagub NTT: Moratorium pengiriman TKI perlu segera dilakukan
"Kalau kita semua sepakat untuk menyelesaikan permasalahan TKI, maka harus ada perbaikan secara menyeluruh pada tata kelola pengiriman TKI, dan pemerintah bisa belajar dari Filipina," kata Gabriel Goa kepada Antara di Kupang, Rabu (19/12)..
Menurut dia, saat ini masih banyaknya TKI/Pekerja Migran Indonesia asal NTT yang meninggal, dan rentan kekerasan fisik dan psikis bahkan menjadi budak di negeri jiran.
Kondisi ini menunjukkan bahwa belum adanya keseriusan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di provinsi berbasis kepulauan itu dalam mempersiapkan SDM TKI NTT, yang memiliki kompetensi dan skill.
Selain mampu berbahasa asing, paham hukum dan kultural negara yang dituju, serta aman melalui perjanjian kerja dan perlindungan hukum dan HAM di luar negeri.
Menurut dia, NTT bisa belajar dari Filipna tentang sistem pengiriman tenaga kerja (TKI) ke negara lain, karena negara tersebut dianggap sukses mengirimkan tenaga kerjanya tanpa menimbulkan banyak masalah.
Baca juga: Ratusan calon TKI dicekal selama Januari-November 2018
Baca juga: Padma: Masalah ekonomi dorong warga NTT jadi TKI
Dia mengatakan, NTT merupakan salah satu daerah di Indonesia yang merupakan daerah yang cukup banyak mengirimkan tenaga kerjanya ke luar negeri, dengan banyak masalah.
"Kita bisa belajar dari Filipina. Pekerja jadi penyumbang devisa terbesar, tetapi tenaga kerja asal Filipina dinilai relatif jauh dari masalah," katanya.
Menurut dia, tenaga kerja asal Filipina yang dikirim bekerja di luar negeri adalah tenaga kerja yang benar-benar memiliki kemampuan atau keterampilan tertentu sesuai kebutuhan.
"Sistemnya tidak seperti kita. Kalau di Filipina, misalnya mau melamar jadi baby sitter, maka harus punya spesifikasi baby sitter. Dari situ sudah punya paspor sendiri, baru dia melamar," jelasnya.
Sedangkan kalau tenaga kerja Indonesia kebanyakan adalah orang yang belum memiliki keterampilan khusus, lalu dikirim ke negara tujuan.
"Hal inilah menjadi penyebab utama timbulnya masalah antara tenaga kerja dengan pemberi kerja di negara tujuan," katanya.
Dia mengatakan, Padma Indonesia siap membantu Pemerintah NTT untuk bisa belajar mengenai tata kelola pengiriman TKI dari Filipina.
Baca juga: Moratorium pengiriman TKI harus berlandaskan hukum
Baca juga: Wagub NTT: Moratorium pengiriman TKI perlu segera dilakukan