Kupang (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo menyatakan pihaknya tengah berusaha untuk mencegah munculnya penderita stunting atau gagal tumbuh baru di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Tadi saya sudah katakan ke pak gubernur bahwa yang lahir di NTT inikan kurang lebih hanya 130 ribu jiwa per tahun dan itu jumlahnya tidak banyak,” katanya kepada wartawan di Kupang, Senin, (20/3/2023).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan upaya penanganan dan pencegahan stunting di NTT yang kini jumlahnya mencapai 77.387 kasus dengan prevalensi 17,7 persen.
Kedatangannya ke NTT juga untuk menghadiri acara pencanangan pencegahan stunting secara nasional yang dilakukan oleh Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) di Kupang.
Dia mengatakan bahwa salah satu solusi untuk mencegah stunting yakni dengan melakukan screening atau menyaring terlebih dahulu terhadap pasangan yang hendak menikah.
Hasto menjelaskan jika berdasarkan skenario bayi lahir mencapai 130 ribu dan yang stunting 20 persen maka anak stunting 26.000 dan ini yang harus dicegah agar tidak lahir bayi stunting.
Dia juga memberi penguatan kepada gubernur, para bupati dan Wali Kota di NTT supaya berhitung bersama-sama siapa yang hamil dan siapa yang mau hamil, agar bisa melakukan treatment secara kolaboratif antara pemerintah, BKKBN dan TNI.
Dia menjelaskan, di NTT dalam setahun pasangan yang hendak menikah itu antara 50.000 - 60.000 orang. Dan dari pernikahan tersebut yang hamil dipastikan bisa mencapai 40 ribu orang ibu.
Karena lanjut dia, yang hamil pada tingkat pertama sebanyak 40.000 orang maka anak stunting itu bisa 8.000 orang anak. Oleh sebab itu tambah dia, setiap pasangan yang hendak menikah harus discreening, sehingga sebelum menikah bisa dilakukan pemeriksaan umur serta kesehatan.
Dia juga mengatakan bahwa pasangan menikah khususnya pria harus memiliki sperma bagus dan sel telur perempuan juga harus bagus sehingga tidak melahirkan bayi stunting lagi.
Hal ini lanjut dia bertujuan untuk memastikan pasangan tersebut bisa menikah atau tidak. Jika memang menikah maka program hamilnya ditunda, sehingga tidak menghabiskan banyak anggaran dalam pencegahan stunting,” ujar dia.
Lebih lanjut kata dia, yang perlu diperhatikan oleh calon pasangan suami istri adalah konsep pre konsepsi atau perencanaan sudah siap memiliki anak atau tidak.
“Dari pada harus menghabiskan uang untuk prawedding, lebih baik fokus pada pre konsepsi,” tambah dia.
Baca juga: KASAU Fadjar Prasetyo canangkan pencegahan stunting secara nasional di NTT
Baca juga: BKKBN klaim tren prevalensi stunting di NTT turun
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BKKBN fokus cegah munculnya penderita stunting baru di NTT
“Tadi saya sudah katakan ke pak gubernur bahwa yang lahir di NTT inikan kurang lebih hanya 130 ribu jiwa per tahun dan itu jumlahnya tidak banyak,” katanya kepada wartawan di Kupang, Senin, (20/3/2023).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan upaya penanganan dan pencegahan stunting di NTT yang kini jumlahnya mencapai 77.387 kasus dengan prevalensi 17,7 persen.
Kedatangannya ke NTT juga untuk menghadiri acara pencanangan pencegahan stunting secara nasional yang dilakukan oleh Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) di Kupang.
Dia mengatakan bahwa salah satu solusi untuk mencegah stunting yakni dengan melakukan screening atau menyaring terlebih dahulu terhadap pasangan yang hendak menikah.
Hasto menjelaskan jika berdasarkan skenario bayi lahir mencapai 130 ribu dan yang stunting 20 persen maka anak stunting 26.000 dan ini yang harus dicegah agar tidak lahir bayi stunting.
Dia juga memberi penguatan kepada gubernur, para bupati dan Wali Kota di NTT supaya berhitung bersama-sama siapa yang hamil dan siapa yang mau hamil, agar bisa melakukan treatment secara kolaboratif antara pemerintah, BKKBN dan TNI.
Dia menjelaskan, di NTT dalam setahun pasangan yang hendak menikah itu antara 50.000 - 60.000 orang. Dan dari pernikahan tersebut yang hamil dipastikan bisa mencapai 40 ribu orang ibu.
Karena lanjut dia, yang hamil pada tingkat pertama sebanyak 40.000 orang maka anak stunting itu bisa 8.000 orang anak. Oleh sebab itu tambah dia, setiap pasangan yang hendak menikah harus discreening, sehingga sebelum menikah bisa dilakukan pemeriksaan umur serta kesehatan.
Dia juga mengatakan bahwa pasangan menikah khususnya pria harus memiliki sperma bagus dan sel telur perempuan juga harus bagus sehingga tidak melahirkan bayi stunting lagi.
Hal ini lanjut dia bertujuan untuk memastikan pasangan tersebut bisa menikah atau tidak. Jika memang menikah maka program hamilnya ditunda, sehingga tidak menghabiskan banyak anggaran dalam pencegahan stunting,” ujar dia.
Lebih lanjut kata dia, yang perlu diperhatikan oleh calon pasangan suami istri adalah konsep pre konsepsi atau perencanaan sudah siap memiliki anak atau tidak.
“Dari pada harus menghabiskan uang untuk prawedding, lebih baik fokus pada pre konsepsi,” tambah dia.
Baca juga: KASAU Fadjar Prasetyo canangkan pencegahan stunting secara nasional di NTT
Baca juga: BKKBN klaim tren prevalensi stunting di NTT turun
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BKKBN fokus cegah munculnya penderita stunting baru di NTT