Kupang (ANTARA) - Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIMPI) berharap pemerintah harus mampu membuat terobosan untuk menaikkan harga rumah subsidi untuk menghidupkan kembali industri perumahan di Indonesia.

“Jika kita bicara mengenai implementasi smart city secara komprehensif yaitu mengenai urgensi agar pemerintah segera memutuskan wacana kenaikan harga rumah subsidi yang sejak tahun 2020 hingga saat ini belum juga menemui titik terangnya,” kata Ketua Bidang Infrastruktur, Tata Ruang dan Perhubungan BPP HIPMI Muliandy Nasution dalam keterangan yang diterima di Kupang, Kamis (6/4/2023).

Hal ini ujar dia, tentunya memberikan dampak negatif pada pertumbuhan bisnis perumahan, baik dari sisi pengembang dan juga konsumen.

Menurut Muliandy regulasi itu amat diperlukan untuk menjamin keselamatan, kualitas, dan akuntabilitas tetapi juga harus fleksibel dan adaptif untuk menampung teknologi dan model bisnis baru dan lainnya.

Sebelumnya pada Desember 2021 lalu juga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah melakukan sosialisasi kenaikan harga rumah sebesar tujuh persen namun terakhir dikabarkan kenaikan harga kemungkinan hanya lima persen. 

Hal tersebut juga tak kunjung diputuskan secara resmi dan tertulis oleh Pemerintah. Kementerian PUPR masih menunggu terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur besaran kenaikan harga rumah subsidi, khususnya terkait pembebasan biaya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

“Walaupun angka persentase kenaikan tak sesuai harapan, ini tetap menjadi angin segar bagi para pengembang,” ujar dia.
 
Menurut dia, tingkat inflasi global, kenaikan harga tanah, dan juga bahan material membuat pemerintah sudah seharusnya bisa mendorong stabilitas ekonomi, dengan berbagai strategi. 

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) bahan bangunan/konstruksi sebesar 117,18 poin pada Januari 2023. Angkanya naik 6,5 persen dibandingkan setahun sebelumnya yang sebesar 110,03 persen.
 
Sikap pemerintah yang nampak seperti agak lamban dalam menaikkan harga rumah subsidi dapat menimbulkan dampak yang signifikan pada pengembang properti di daerah, terutama bagi mereka yang bergerak di sektor UMKM. Hal ini dikarenakan sebagian besar pengembang properti di daerah masih berupa usaha kecil-kecilan yang mengandalkan perputaran uang yang terbatas.

Dampak yang lebih jauh dari situasi ini adalah pengembang properti di daerah akan mengalami kesulitan dalam memperoleh modal untuk mengembangkan bisnis mereka. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan pengembang properti di daerah gulung tikar dan menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan di sektor properti dan juga mempengaruhi ketersediaan rumah murah bagi masyarakat.

“Tidak hanya pengembang yang dirugikan, rakyat pun dirugikan. Harga rumah subsidi yang tak kunjung ada kenaikan di tengah lonjakan harga semua bahan baku, membuat pengembang menekan biaya produksi, sehingga kualitas perumahan juga jadi kurang baik,”  tegas dia.
 
HIPMI juga melihat bisnis industri perumahan merupakan bisnis dengan peminat yang tinggi, sehingga industri ini diyakini akan terus tumbuh positif pada tahun 2023 dengan dukungan penuh dari Pemerintah. 

Baca juga: Abdul Latief tegaskan pengurus HIPMI usia diatas 41 tahun harus mengundurkan diri

Baca juga: Muliandy Nasution : Pelantikan pengurus Hipmi momentum pengusaha muda andil percepatan IKN

Pewarta : Kornelis Kaha
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024