Kupang (ANTARA) - Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) berkolaborasi mencegah penyebaran paham radikal di kalangan pekerja migran Indonesia (PMI).
Kepada media di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu, (22/11/2023) Komandan Densus 88 Irjen Pol. Marthinus Hukom mengatakan kolaborasi itu antara lain dengan menempatkan anggota Densus 88 dalam Satuan Tugas (Satgas) Sikat Sindikat cegah tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Marthinus mengatakan penempatan anggota Densus 88 dalam satgas itu bertujuan untuk memberikan pendekatan komprehensif agar bisa mengubah perspektif masyarakat soal ancaman TPPO.
"Keterlibatan kami ini karena memang ada isu yang muncul bahwa paham radikalisme ini mulai merasuki atau mengintervensi pekerja migran kita," kata Marthinus.
Jenderal bintang dua itu mengatakan bahwa keterlibatan Densus 88 juga dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan di awal. Menurut Marthinus, pihaknya tidak hanya menyelesaikan saat sudah kejadian melalui proses hukum saja.
Dari beberapa kasus kejadian penangkapan terduga pelaku radikalisme, lanjutnya, beberapa di antaranya berstatus sebagai pekerja migran.
Baca juga: Artikel - Mengenal cara kerja sindikat online scamming TPPO
Para pekerja migran itu mengenal radikalisme dan menjalankan paham tersebut setelah berkenalan dengan orang baru atau kelompok tertentu melalui media sosial saat bekerja di luar negeri.
"Para pekerja migran Indonesia itu selama ini menjadi kekuatan dari kelompok-kelompok radikalisme," ujar Marthinus.
Baca juga: Kemenkumham: Desa sadar hukum pelopor cegah TPPO di NTT
Dia pun menilai bahwa penanganan kasus TPPO yang dibarengi dengan kemunculan paham radikalisme di tengah-tengah PMI perlu kerja sama dari semua pihak dan tidak dilakukan oleh pihak-pihak tertentu saja.
Kepada media di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu, (22/11/2023) Komandan Densus 88 Irjen Pol. Marthinus Hukom mengatakan kolaborasi itu antara lain dengan menempatkan anggota Densus 88 dalam Satuan Tugas (Satgas) Sikat Sindikat cegah tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Marthinus mengatakan penempatan anggota Densus 88 dalam satgas itu bertujuan untuk memberikan pendekatan komprehensif agar bisa mengubah perspektif masyarakat soal ancaman TPPO.
"Keterlibatan kami ini karena memang ada isu yang muncul bahwa paham radikalisme ini mulai merasuki atau mengintervensi pekerja migran kita," kata Marthinus.
Jenderal bintang dua itu mengatakan bahwa keterlibatan Densus 88 juga dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan di awal. Menurut Marthinus, pihaknya tidak hanya menyelesaikan saat sudah kejadian melalui proses hukum saja.
Dari beberapa kasus kejadian penangkapan terduga pelaku radikalisme, lanjutnya, beberapa di antaranya berstatus sebagai pekerja migran.
Baca juga: Artikel - Mengenal cara kerja sindikat online scamming TPPO
Para pekerja migran itu mengenal radikalisme dan menjalankan paham tersebut setelah berkenalan dengan orang baru atau kelompok tertentu melalui media sosial saat bekerja di luar negeri.
"Para pekerja migran Indonesia itu selama ini menjadi kekuatan dari kelompok-kelompok radikalisme," ujar Marthinus.
Baca juga: Kemenkumham: Desa sadar hukum pelopor cegah TPPO di NTT
Dia pun menilai bahwa penanganan kasus TPPO yang dibarengi dengan kemunculan paham radikalisme di tengah-tengah PMI perlu kerja sama dari semua pihak dan tidak dilakukan oleh pihak-pihak tertentu saja.