Jakarta (ANTARA) - Tidak ada yang menentang pendapat, dari ketiga Calon Presiden (capres) yang ikut "bertarung" dalam Pemilihan Umum Presiden/Wakil Presiden 14 Pebruari 2024, salah satunya pasti akan ada yang terpilih menjadi Presiden NKRI 2024-2029.

Mau satu putaran atau dua putaran, salah satu di antara Anis Baswedan, Prabowo Subianto, maupun Ganjar Pranowo itulah yang akan diberi kehormatan dan tanggung jawab untuk memimpin bangsa dan negara selama 5 tahun ke depan.

Sekalipun di masa kampanye Pemilihan Presiden/Wakil Presiden sejak 28 November 2023, suhu politik makin menghangat, namun banyak hal yang dapat diambil dari proses Pemilihan Presiden/Wakil Presiden ini.

Semua pihak menjadi tahu dan memahami bagaimana karakter seorang Anies Baswedan dalam menyampaikan cara pandang atas sebuah masalah.

Semua tahu bagaimana cara Prabowo Subianto mencari solusi atas permasalahan bahkan jadi paham bagaimana pemahaman Ganjar Pranowo terhadap soal-soal krusial pembangunan yang sedang dilakoni.

Setiap Calon Presiden, tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tergantung dari sudut mana memandang.

Tulisan kali ini, tidak akan membahas hal-hal semacam itu. Yang ingin didalami adalah bagaimana pemikiran ketiga Calon Presiden ini terhadap nasib dan kehidupan petani di negeri ini, khususnya terkait dengan semakin menurunnya minat kaum muda perdesaan untuk menggeluti profesi petani padi.

Setiap Caon Presiden, pasti memiliki persepsi masing-masing terhadap potret petani di Tanah Air ini.

Anies Baswedan berpandangan dan menggagas langkah nyata untuk menyejahterakan petani. Diawali dengan kekurang-sepakatannya dengan pengembangan Food Estate, Anies lebih memilih untuk mengembangkan "contract farming" dalam menata pembangunan petani ke depan.

Ia berpendapat pola "contract farming" lebih memungkinkan untuk meraih keberhasilan ketimbang kegagalannya.

Berbeda dengan Anies, Prabowo menyatakan akan terus mengembangkan Food Estate secara lebih berkualitas lagi. Prabowo optimistis Food Estate bakal mampu memakmurkan petani.

Dalam debat Capres yang digelar oleh KADIN, Prabowo malah berobsesi agar petani Indonesia mampu berkiprah seperti petani di Jerman.

Pagi bekerja jadi petani, malamnya langsung bersantai di cafe-cafe kawula muda. Kondisi ini jelas sangat berbeda dengan yang terjadi di negara ini. Profesi petani masih cenderung identik dengan suasana kemiskinan dan modernitas.

Sementara Ganjar Pranowo sendiri, lebih memilih melakukan perbaikan dalam penyiapan berbagai faktor produksi seperti ketersediaan benih, pupuk, irigasi dan kehadiran Penyuluh Pertanian dalam proses percepatan kesejahteraan petani.

Bagi Ganjar Pranowo, kemudahan petani dalam mendapatkan pupuk bersubsidi menjadi hal yang sangat prioritas untuk ditempuh.

Selain itu, penguatan kelembagaan petani penting untuk dioptimalkan, sehingga kehadiran dan keberadaannya mampu mempercepat terwujudnya kesejahteraan petani dan keluarganya.


Sejahterakan petani
Jujur harus diakui, ketiga Capres ini memiliki sikap dan semangat yang sama dalam menerawang nasib petani di negeri ini.

Tidak ada satu pun Capres yang merasa senang menyaksikan petani hidup menderita dan terjebak dalam situasi hidup miskin. Ketiganya sepakat petani harus hidup makmur, sejahtera, dan bahagia.

Justru yang penting didalami lebih lanjut adalah langkah nyata seperti apa yang sebaiknya digarap agar kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagiaan petani ini dapat dirasakan petani dalam tempo yang sesegera mungkin.

Pengalaman selama ini membuktikan, harapan untuk membuat petani makmur dan petani sejahtera, sepertinya lebih mengedepan sebagai cita-cita ketimbang realita.

Istilah petani makmur lebih enak dijadikan bahan pidato para pejabat daripada harus dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari.

Semua berharap para Capres ini tidak tertular oleh penyakit semacam ini. Namun sesuai dengan komitmen yang dimilikinya, mereka akan mewujudkan pemikirannya ke dalam kebijakan, strategi, program, dan kegiatan yang akan ditempuhnya.

Catatan pentingnya, akan sulit untuk mampu memakmurkan dan menyejahterakan petani, jika sekarang ini muncul fenomena di perdesaan yang menginformasikan keengganan kaum muda perdesaan menjadi petani padi semakin meningkat.

Menurut keterangan Komisaris ID FOOD, BUMN yang bergerak di bidang pangan, ternyata hanya 3 persen saja anak petani yang mau berprofesi sebagai petani.

Sebagian besar anak petani, lebih memilih jadi Aparat Sipil Negara (ASN) atau pegawai BUMN. Ini menandakan profesi petani bukanlah impian kaum muda sekarang ini.

Ketika menjadi Menteri Pendidikan dan Gubernur, Anies Baswedan tahu persis mengapa kaum muda perdesaan memilih untuk ramai-ramai eksodus berurbanisasi ke kota-kota besar meninggalkan kampung kelahirannya untuk mengadu nasib menjadi pegawai.

Gengsi mereka bisa meningkat bila mereka dapat bekerja di perkotaan, walaupun hanya bekerja serabutan dengan penghasilan yang tak menentu. Yang penting "asal bukan petani". Stigma semacam ini, rupanya semakin melekat kuat dalam benak kaum muda perdesaan.

Hal yang tidak jauh berbeda juga dipahami oleh Prabowo Subianto, karena selama 10 tahun dirinya diberi amanah untuk menjadi Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

Dengan seringnya Prabowo turun ke daerah dalam upaya mengakarkan program HKTI sampai ke Anak Ranting, tentu saja membuat dirinya semakin memahami apa sebetulnya yang menjadi kata hati kaum muda dalam mengembangkan pertanian di negeri ini. Lewat dialog-dialog yang dilakukan, tentu banyak aspirasi kaum muda tercatat oleh Prabowo.

Ganjar Pranowo pun demikian. Pengalaman menjadi anggota DPR RI selama dua periode dan Gubernur Jawa Tengah selama 10 tahun, semakin memperkaya pemahamannya terhadap seluk belum dunia pertanian dan kehidupan petaninya.

Ganjar pasti paham, apa sesungguhnya yang menjadi keinginan dan kebutuhan kaum muda dalam mengarungi kehidupannya ke depan.

Mengapa banyak kaum muda perdesaan yang tidak berminat jadi petani padi, pasti sudah dikenali dengan baik oleh dirinya. Ganjar optimistis dengan mengembangkan modernisasi pertanian dan pemberian insentif yang pantas, akan dapat menarik minat kaum muda untuk mau menjadi petani.

Atas gambaran ketiga Capres tersebut, rupanya mereka sepakat, yang namanya petani haruslah hidup makmur dan bahagia.

Sebagai bagian dari bangsa ini, petani memiliki hak untuk hidup sejahtera. Kewajiban negaralah untuk secepatnya menyejahterakan kehidupannya.

Itu sebabnya, siapa pun dari ketiga Capres yang akan dipilih rakyat, sebaiknya mereka jangan melupakan komitmen yang pernah disampaikannya itu. Tinggal sekarang, bagaimana semua komitmen tersebut dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata di lapangan.

Masyarakat sendiri, sebenarnya sedang menunggu "jaminan" seperti apa yang kini berada di benak ketiga Capres tersebut dalam mengajak kaum muda untuk mau menggeluti profesi petani padi sebagai mata pencaharian hidupnya.

Baca juga: Telaah - Mengenal peribahasa Jawa "Bathok Bolu Isi Madu"

Salah satu yang dimintakan adalah sampai sejauh mana Pemerintah dapat membuat garansi, jika ada kaum muda yang berprofesi sebagai petani padi, maka dirinya akan dapat hidup sejahtera dan bahagia.

Jaminan ini, sangat dibutuhkan kaum muda, agar mereka memiliki keyakinan diri, menjadi petani padi tidak akan hidup melarat.

Baca juga: Telaah - El nino, diversifikasi, dan ketahanan pangan nasional
Baca juga: Telaah - Membangun lumbung sapi di pulau-pulau kecil

Akhirnya, tentu semua percaya, para Capres sudah memiliki pemikiran terbaiknya, jika kepada mereka dimintakan jaminan supaya kaum muda mau menjadi petani padi. Mari bersama melihat dan mengawal visi dan misi mereka yang nantinya terpilih sebagai Presiden NKRI 2024-2029.

Baca juga: Opini - "Storytelling" dan kunci sukses capres dan cawapres




*) Penulis adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Para capres dan komitmen mereka pada pembangunan petani Indonesia

Pewarta : Entang Sastraatmadja*)
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024