Kupang (ANTARA) - Sekelompok warga tampak berkerumun di bawah tenda sembari berdiskusi. Mereka merupakan para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Karya Tani di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hari itu, pertengahan Mei 2024, ketika matahari terasa di ujung kepala, mereka memanjatkan doa untuk kelancaran musim tanam kedua di tengah kondisi musim kemarau saat ini.
"Kekeringan dapat terjadi jika debit air dari Bendungan Tilong berkurang atau musim panas berkepanjangan," kata Kepala Desa Noelbaki Oktovianus Logo Buke yang ikut menghadiri acara doa bersama tersebut.
Kekeringan khususnya pada lahan pertanian merupakan salah satu tantangan nyata di Kabupaten Kupang. Kekeringan lahan pertanian pernah terjadi di kabupaten itu pada tahun 2020. Penyebabnya, air bendungan yang menyusut drastis serta curah hujan yang sedikit.
Akibatnya, sebagian petani tidak bisa menggarap lahannya dan mencari pekerjaan lain. Risiko gagal tanam atau gagal panen pun terjadi bagi sebagian petani yang memilih tetap bertahan.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Kupang, target tanam padi pada Musim Tanam II (April-September 2024) sebanyak 1.026 hektare, dengan realisasi tanam dari bulan April hingga Mei 2024 sudah sebanyak 784 hektare.
Sementara itu, target tanam padi pada pada Musim Tanam I (Oktober 2023-Maret 2024) adalah 13.387 hektare, dengan realisasi tanam adalah 5.979 hektare. Dari jumlah itu, realisasi panen hanya pada 4.116 hektare, dan jumlah lahan sawah yang mengalami kekeringan sebanyak 443,5 hektare.
Dinas Pertanian Kabupaten Kupang menyebut adanya penurunan realisasi luas tanam padi pada Musim Tanam II (April-September 2024) bila dibandingkan dengan periode Musim Tanam I (Oktober 2023-Maret 2024).
Ketersediaan air untuk lahan sawah juga dinilai sangat terbatas. Sebagian besar lahan pertanian di Kabupaten Kupang merupakan lahan sawah tadah hujan. Anomali iklim masih menjadi tantangan yang dihadapi petani yang menyebabkan banyak lahan mengalami kekeringan.
Bendungan Tilong
Cukupnya pasokan air berpengaruh sangat penting pada proses tanam dan produksi. Untuk mendukung sistem penyediaan air pada sektor pertanian, pemerintah telah membangun bendungan yang berfungsi untuk penyediaan air irigasi.
Sistem irigasi yang terhubung dari bendungan dibuat untuk mendistribusikan air ke lahan pertanian. Tujuannya untuk membantu peningkatan produktivitas tanaman dan keberlanjutan pertanian.
Salah satu bendungan di NTT yang menyediakan air bagi kebutuhan persawahan adalah Bendungan Tilong. Bendungan itu terletak di Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang dan berjarak lebih kurang 25 km dari Ibu Kota Provinsi NTT, Kota Kupang.
Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara (BWS NT) II mencatat Bendungan Tilong yang telah diresmikan oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri pada 19 Mei 2002 itu memiliki daya tampung air hingga 19,07 juta meter kubik.
Daerah irigasi Tilong sendiri memiliki luas 1.484 hektare, dengan areal eksisting seluas 540 hektare dan areal pengembangan seluas 939 hektare. Selanjutnya, areal irigasi sebelah kiri seluas 233,00 hektare dan areal irigasi sebelah kanan seluas 1.251,00 hektare.
Data BWS NT II menunjukkan tampungan saat ini pada Tinggi Muka Air (TMA) memiliki elevasi 99.52 meter dengan volume 15.176 juta meter kubik. Air yang bisa dimanfaatkan untuk irigasi pertanian pun sebanyak 10,896 juta meter kubik.
Kini BWS NT II melayani kebutuhan air untuk irigasi persawahan dari Bendungan Tilong sebesar 481 liter per detik dengan kurang lebih lahan persawahan yang dilayani seluas 325 hektare. Air pun bisa dimanfaatkan pada musim tanam ini hingga 500 hektare.
Salah satu desa yang merasakan manfaat dari air Bendungan Tilong bagi irigasi persawahan yaitu Desa Noelbaki. Ada ratusan petani pemilik dan penggarap pada dua kelompok tani yang bergantung pada aliran air dari Bendungan Tilong.
Sistem pemanfaatan air dari Bendungan Tilong untuk irigasi persawahan dilakukan dengan sistem buka-tutup. Artinya, air dialirkan ke saluran irigasi persawahan milik masyarakat apabila ada permintaan dari Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang telah terbentuk.
P3A sendiri merupakan kelembagaan yang dibentuk untuk pengelolaan irigasi yang menjadi wadah bagi petani pemakai air. P3A nantinya mengatur dan memfasilitasi pembagian air yang didasarkan pada luas areal sawah di daerah irigasi tempat kelompok itu berada.
Ketika memasuki musim tanam, P3A akan mengusulkan permintaan air. Selanjutnya BWS NT II melayani permintaan tersebut sesuai pengajuan yang disampaikan oleh kelompok itu. Permintaan air itu tidak hanya dilakukan saat musim tanam. Apabila curah hujan sedikit dan petani mulai kesulitan air, P3A akan berembuk dan membahas permasalahan itu. P3A pun akan mengusulkan permintaan air sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Meski demikian, tidak semua P3A telah melakukan pengusulan atau permintaan air. P3A Rindu Sejahtera, misalnya, tidak pernah melakukan pengusulan air selama tiga tahun belakangan. Selama ini para petani pemilik dan penggarap yang tergabung pada kelompok itu masih memanfaatkan air resapan dari jalur irigasi Fatukanutu, Manifu-Oelpuah.
BWS NT II menilai keberadaan P3A sangat penting untuk efisiensi air. Lewat permintaan yang diusulkan oleh kelompok, BWS NT II pun mengetahui kebutuhan air petani. Setelah itu, BWS NT II pun melayani debit air sesuai dengan luasan dan kebutuhan yang diminta. Jika tidak ada permintaan, maka pintu air pun ditutup. Artinya, air yang dialiri benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan terbuang percuma.
BWS NT II juga mengklaim telah melakukan pelayanan optimal bagi pemenuhan kebutuhan air irigasi. BWS NT II selalu mengevaluasi berapa kebutuhan hektare lahan yang mau ditanami masyarakat dan menyesuaikan dengan ketersediaan air yang ada sebagaimana diatur dalam Rencana Tahunan Operasi Waduk.
Bendungan Tilong di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. (ANTARA/Fransiska Mariana Nuka)
Bantuan pemerintah
Selain penyediaan air melalui Bendungan Tilong, upaya lain juga dilakukan oleh pemerintah untuk membantu petani mengatasi kondisi kekeringan saat ini adalah melalui pompanisasi.
Pemerintah Kabupaten Kupang telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian RI untuk menyediakan sistem pompanisasi. Data usulan pompanisasi yang telah diajukan untuk lahan sawah tadah hujan sebanyak 4.375 hektare dengan jumlah pompa air sebanyak 437 unit.
Realisasi tahap pertama pompanisasi sebanyak 70 unit pompa air yang didistribusikan ke kelompok tani untuk membantu petani menyelamatkan lahan sawah di tengah kondisi musim kemarau saat ini. Bantuan itu juga nantinya akan dipakai pada Musim Tanam II ini. Ada pula program jaringan irigasi perpompaan sebanyak sembilan paket/unit yang diupayakan untuk dimanfaatkan pada Musim Tanam II Tahun 2024.
Selain pompa air, Pemerintah Kabupaten Kupang telah mengusulkan bantuan traktor roda empat sebanyak 31 unit. Alat pertanian itu nantinya digunakan untuk membantu proses pengolahan lahan sawah sehingga bisa lebih cepat.
Dari jumlah yang diusulkan tersebut, Kementerian Pertanian merealisasikan sebanyak 10 unit yang tersebar pada beberapa kecamatan yakni Amabi Oefeto, Amabi Oefeto Timur, Amarasi, Kupang Timur, Kupang Tengah, dan Sulamu. Realisasi itu didasarkan pada usulan calon petani dan calon lokasi penerima bantuan.
Kolaborasi lintas sektor
Permasalahan air di tengah kondisi musim kemarau telah menjadi perhatian lintas sektor, salah satunya Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Melalui program TNI Manunggal Air, mitra strategis Pemerintah Kabupaten Kupang itu ingin memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat petani.
Program TNI AD Manunggal Air di wilayah Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana telah dilaksanakan sejak tahun 2021. Program itu menyasar wilayah yang minim pasokan air. Untuk wilayah NTT sendiri terdapat 241 titik pemasangan pompa hidram dan 56 titik sumur bor yang menjadi bagian dari program TNI Manunggal Air.
Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Bambang Trisnohadi pada 7 Juni 20224 telah meresmikan sebuah sumur bor di Desa Oefafi, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang. Sumur bor itu menjadi solusi bagi masyarakat petani untuk memaksimalkan lahan pertanian.
Baca juga: Artikel - Menjaga ekosistem laut dan pesisir Indonesia dengan ekonomi biru
Sebelumnya, para petani di Desa Oefafi menjalankan sistem tadah hujan dengan sekali tanam dalam setahun. Dengan adanya sumur bor berkedalaman 60 meter itu, penanaman diharapkan bisa dilakukan dua sampai tiga kali dalam setahun.
Baca juga: Artikel - Menyusuri jejak peradaban Sungai Citarum
Air menjadi kebutuhan paling vital dalam keseluruhan siklus kehidupan manusia. Tanpa air, maka tak ada makanan, tak ada perdamaian, dan tak ada pula kehidupan.
Melalui kolaborasi lintas sektor pada pemenuhan air irigasi pertanian, maka pemanfaatan lahan pertanian bisa lebih optimal, serta ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat meningkat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dukungan irigasi bagi keberlanjutan pertanian di Kabupaten Kupang
Hari itu, pertengahan Mei 2024, ketika matahari terasa di ujung kepala, mereka memanjatkan doa untuk kelancaran musim tanam kedua di tengah kondisi musim kemarau saat ini.
"Kekeringan dapat terjadi jika debit air dari Bendungan Tilong berkurang atau musim panas berkepanjangan," kata Kepala Desa Noelbaki Oktovianus Logo Buke yang ikut menghadiri acara doa bersama tersebut.
Kekeringan khususnya pada lahan pertanian merupakan salah satu tantangan nyata di Kabupaten Kupang. Kekeringan lahan pertanian pernah terjadi di kabupaten itu pada tahun 2020. Penyebabnya, air bendungan yang menyusut drastis serta curah hujan yang sedikit.
Akibatnya, sebagian petani tidak bisa menggarap lahannya dan mencari pekerjaan lain. Risiko gagal tanam atau gagal panen pun terjadi bagi sebagian petani yang memilih tetap bertahan.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Kupang, target tanam padi pada Musim Tanam II (April-September 2024) sebanyak 1.026 hektare, dengan realisasi tanam dari bulan April hingga Mei 2024 sudah sebanyak 784 hektare.
Sementara itu, target tanam padi pada pada Musim Tanam I (Oktober 2023-Maret 2024) adalah 13.387 hektare, dengan realisasi tanam adalah 5.979 hektare. Dari jumlah itu, realisasi panen hanya pada 4.116 hektare, dan jumlah lahan sawah yang mengalami kekeringan sebanyak 443,5 hektare.
Dinas Pertanian Kabupaten Kupang menyebut adanya penurunan realisasi luas tanam padi pada Musim Tanam II (April-September 2024) bila dibandingkan dengan periode Musim Tanam I (Oktober 2023-Maret 2024).
Ketersediaan air untuk lahan sawah juga dinilai sangat terbatas. Sebagian besar lahan pertanian di Kabupaten Kupang merupakan lahan sawah tadah hujan. Anomali iklim masih menjadi tantangan yang dihadapi petani yang menyebabkan banyak lahan mengalami kekeringan.
Bendungan Tilong
Cukupnya pasokan air berpengaruh sangat penting pada proses tanam dan produksi. Untuk mendukung sistem penyediaan air pada sektor pertanian, pemerintah telah membangun bendungan yang berfungsi untuk penyediaan air irigasi.
Sistem irigasi yang terhubung dari bendungan dibuat untuk mendistribusikan air ke lahan pertanian. Tujuannya untuk membantu peningkatan produktivitas tanaman dan keberlanjutan pertanian.
Salah satu bendungan di NTT yang menyediakan air bagi kebutuhan persawahan adalah Bendungan Tilong. Bendungan itu terletak di Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang dan berjarak lebih kurang 25 km dari Ibu Kota Provinsi NTT, Kota Kupang.
Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara (BWS NT) II mencatat Bendungan Tilong yang telah diresmikan oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri pada 19 Mei 2002 itu memiliki daya tampung air hingga 19,07 juta meter kubik.
Daerah irigasi Tilong sendiri memiliki luas 1.484 hektare, dengan areal eksisting seluas 540 hektare dan areal pengembangan seluas 939 hektare. Selanjutnya, areal irigasi sebelah kiri seluas 233,00 hektare dan areal irigasi sebelah kanan seluas 1.251,00 hektare.
Data BWS NT II menunjukkan tampungan saat ini pada Tinggi Muka Air (TMA) memiliki elevasi 99.52 meter dengan volume 15.176 juta meter kubik. Air yang bisa dimanfaatkan untuk irigasi pertanian pun sebanyak 10,896 juta meter kubik.
Kini BWS NT II melayani kebutuhan air untuk irigasi persawahan dari Bendungan Tilong sebesar 481 liter per detik dengan kurang lebih lahan persawahan yang dilayani seluas 325 hektare. Air pun bisa dimanfaatkan pada musim tanam ini hingga 500 hektare.
Salah satu desa yang merasakan manfaat dari air Bendungan Tilong bagi irigasi persawahan yaitu Desa Noelbaki. Ada ratusan petani pemilik dan penggarap pada dua kelompok tani yang bergantung pada aliran air dari Bendungan Tilong.
Sistem pemanfaatan air dari Bendungan Tilong untuk irigasi persawahan dilakukan dengan sistem buka-tutup. Artinya, air dialirkan ke saluran irigasi persawahan milik masyarakat apabila ada permintaan dari Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang telah terbentuk.
P3A sendiri merupakan kelembagaan yang dibentuk untuk pengelolaan irigasi yang menjadi wadah bagi petani pemakai air. P3A nantinya mengatur dan memfasilitasi pembagian air yang didasarkan pada luas areal sawah di daerah irigasi tempat kelompok itu berada.
Ketika memasuki musim tanam, P3A akan mengusulkan permintaan air. Selanjutnya BWS NT II melayani permintaan tersebut sesuai pengajuan yang disampaikan oleh kelompok itu. Permintaan air itu tidak hanya dilakukan saat musim tanam. Apabila curah hujan sedikit dan petani mulai kesulitan air, P3A akan berembuk dan membahas permasalahan itu. P3A pun akan mengusulkan permintaan air sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Meski demikian, tidak semua P3A telah melakukan pengusulan atau permintaan air. P3A Rindu Sejahtera, misalnya, tidak pernah melakukan pengusulan air selama tiga tahun belakangan. Selama ini para petani pemilik dan penggarap yang tergabung pada kelompok itu masih memanfaatkan air resapan dari jalur irigasi Fatukanutu, Manifu-Oelpuah.
BWS NT II menilai keberadaan P3A sangat penting untuk efisiensi air. Lewat permintaan yang diusulkan oleh kelompok, BWS NT II pun mengetahui kebutuhan air petani. Setelah itu, BWS NT II pun melayani debit air sesuai dengan luasan dan kebutuhan yang diminta. Jika tidak ada permintaan, maka pintu air pun ditutup. Artinya, air yang dialiri benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan terbuang percuma.
BWS NT II juga mengklaim telah melakukan pelayanan optimal bagi pemenuhan kebutuhan air irigasi. BWS NT II selalu mengevaluasi berapa kebutuhan hektare lahan yang mau ditanami masyarakat dan menyesuaikan dengan ketersediaan air yang ada sebagaimana diatur dalam Rencana Tahunan Operasi Waduk.
Bantuan pemerintah
Selain penyediaan air melalui Bendungan Tilong, upaya lain juga dilakukan oleh pemerintah untuk membantu petani mengatasi kondisi kekeringan saat ini adalah melalui pompanisasi.
Pemerintah Kabupaten Kupang telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian RI untuk menyediakan sistem pompanisasi. Data usulan pompanisasi yang telah diajukan untuk lahan sawah tadah hujan sebanyak 4.375 hektare dengan jumlah pompa air sebanyak 437 unit.
Realisasi tahap pertama pompanisasi sebanyak 70 unit pompa air yang didistribusikan ke kelompok tani untuk membantu petani menyelamatkan lahan sawah di tengah kondisi musim kemarau saat ini. Bantuan itu juga nantinya akan dipakai pada Musim Tanam II ini. Ada pula program jaringan irigasi perpompaan sebanyak sembilan paket/unit yang diupayakan untuk dimanfaatkan pada Musim Tanam II Tahun 2024.
Selain pompa air, Pemerintah Kabupaten Kupang telah mengusulkan bantuan traktor roda empat sebanyak 31 unit. Alat pertanian itu nantinya digunakan untuk membantu proses pengolahan lahan sawah sehingga bisa lebih cepat.
Dari jumlah yang diusulkan tersebut, Kementerian Pertanian merealisasikan sebanyak 10 unit yang tersebar pada beberapa kecamatan yakni Amabi Oefeto, Amabi Oefeto Timur, Amarasi, Kupang Timur, Kupang Tengah, dan Sulamu. Realisasi itu didasarkan pada usulan calon petani dan calon lokasi penerima bantuan.
Kolaborasi lintas sektor
Permasalahan air di tengah kondisi musim kemarau telah menjadi perhatian lintas sektor, salah satunya Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Melalui program TNI Manunggal Air, mitra strategis Pemerintah Kabupaten Kupang itu ingin memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat petani.
Program TNI AD Manunggal Air di wilayah Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana telah dilaksanakan sejak tahun 2021. Program itu menyasar wilayah yang minim pasokan air. Untuk wilayah NTT sendiri terdapat 241 titik pemasangan pompa hidram dan 56 titik sumur bor yang menjadi bagian dari program TNI Manunggal Air.
Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Bambang Trisnohadi pada 7 Juni 20224 telah meresmikan sebuah sumur bor di Desa Oefafi, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang. Sumur bor itu menjadi solusi bagi masyarakat petani untuk memaksimalkan lahan pertanian.
Baca juga: Artikel - Menjaga ekosistem laut dan pesisir Indonesia dengan ekonomi biru
Sebelumnya, para petani di Desa Oefafi menjalankan sistem tadah hujan dengan sekali tanam dalam setahun. Dengan adanya sumur bor berkedalaman 60 meter itu, penanaman diharapkan bisa dilakukan dua sampai tiga kali dalam setahun.
Baca juga: Artikel - Menyusuri jejak peradaban Sungai Citarum
Air menjadi kebutuhan paling vital dalam keseluruhan siklus kehidupan manusia. Tanpa air, maka tak ada makanan, tak ada perdamaian, dan tak ada pula kehidupan.
Melalui kolaborasi lintas sektor pada pemenuhan air irigasi pertanian, maka pemanfaatan lahan pertanian bisa lebih optimal, serta ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat meningkat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dukungan irigasi bagi keberlanjutan pertanian di Kabupaten Kupang