Kupang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan eliminasi selektif bagi hewan penular rabies (HPR) seperti anjing, kucing, dan kera di kabupaten tersebut.
"Jika dianggap hewan liar maka akan dimusnahkan oleh satuan tugas," kata Kepala Pelaksana BPBD TTS Yerry Otte Nakamnanu ketika dihubungi dari Kupang, Rabu, (3/7/2024).
Ia mengatakan instruksi terkait eliminasi selektif itu telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam bentuk instruksi bupati.
Untuk mencegah dan menanggulangi kasus rabies di wilayah itu, maka masyarakat wajib mengikat atau mengandangkan hewan penular rabies agar memudahkan pemantauan dan meminimalisasi kasus gigitan.
Sehingga, apabila ditemukan adanya HPR yang tidak diikat, tidak dikandangkan, dan berkeliaran bebas, dianggap hewan liar dan akan dimusnahkan.
Ia melanjutkan, instruksi tersebut juga mengatur pelarangan lalu lintas HPR ke dalam wilayah TTS, termasuk antar kecamatan dan desa dalam kabupaten tersebut.
"Dilarang keras juga untuk mengolah dan mengonsumsi HPR," katanya.
Sejak tahun 2023 hingga Juni 2024, tercatat sebanyak 4.518 orang mendapatkan gigitan HPR di Kabupaten TTS. Dari jumlah tersebut, kasus kematian mencapai 18 orang. Kasus gigitan HPR ini pun terjadi merata pada 32 kecamatan dan 268 desa/kelurahan di Kabupaten TTS.
Yerry menjelaskan sosialisasi, edukasi, dan penanganan terus berjalan sebagaimana fungsi dari satuan tugas yang telah terbentuk.
Ia pun berharap masyarakat dapat aktif bekerja sama untuk membawa HPR ke posko penanggulangan rabies untuk mendapatkan vaksinasi.
Baca juga: Pemkot Kupang keluarkan edaran tentang waspada dini rabies
Pemilik anjing juga diimbau untuk mengikat atau mengandangkan anjing peliharaan baik yang sudah divaksin atau belum.
Baca juga: Dinkes Lembata edukasi masyarakat pentingnya VAR bagi korban gigitan HPR
Eliminasi mandiri juga disarankan apabila anjing menunjukkan tanda-tanda telah terjangkit rabies.
"Jika dianggap hewan liar maka akan dimusnahkan oleh satuan tugas," kata Kepala Pelaksana BPBD TTS Yerry Otte Nakamnanu ketika dihubungi dari Kupang, Rabu, (3/7/2024).
Ia mengatakan instruksi terkait eliminasi selektif itu telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam bentuk instruksi bupati.
Untuk mencegah dan menanggulangi kasus rabies di wilayah itu, maka masyarakat wajib mengikat atau mengandangkan hewan penular rabies agar memudahkan pemantauan dan meminimalisasi kasus gigitan.
Sehingga, apabila ditemukan adanya HPR yang tidak diikat, tidak dikandangkan, dan berkeliaran bebas, dianggap hewan liar dan akan dimusnahkan.
Ia melanjutkan, instruksi tersebut juga mengatur pelarangan lalu lintas HPR ke dalam wilayah TTS, termasuk antar kecamatan dan desa dalam kabupaten tersebut.
"Dilarang keras juga untuk mengolah dan mengonsumsi HPR," katanya.
Sejak tahun 2023 hingga Juni 2024, tercatat sebanyak 4.518 orang mendapatkan gigitan HPR di Kabupaten TTS. Dari jumlah tersebut, kasus kematian mencapai 18 orang. Kasus gigitan HPR ini pun terjadi merata pada 32 kecamatan dan 268 desa/kelurahan di Kabupaten TTS.
Yerry menjelaskan sosialisasi, edukasi, dan penanganan terus berjalan sebagaimana fungsi dari satuan tugas yang telah terbentuk.
Ia pun berharap masyarakat dapat aktif bekerja sama untuk membawa HPR ke posko penanggulangan rabies untuk mendapatkan vaksinasi.
Baca juga: Pemkot Kupang keluarkan edaran tentang waspada dini rabies
Pemilik anjing juga diimbau untuk mengikat atau mengandangkan anjing peliharaan baik yang sudah divaksin atau belum.
Baca juga: Dinkes Lembata edukasi masyarakat pentingnya VAR bagi korban gigitan HPR
Eliminasi mandiri juga disarankan apabila anjing menunjukkan tanda-tanda telah terjangkit rabies.