Penajam Paser Utara (ANTARA) -
Mangrove memiliki akar yang mencuat ke mana-mana dan tampak seperti jangkar. Keunikan akar ini menjadikan bakau berfungsi sebagai penjaga lingkungan kawasan pesisir.
 
Bentuk akar yang seperti jangkar itu juga sebagai cara alami penyesuaian diri tumbuhan ini terhadap kondisi lingkungan yang berada pada daerah pasang surut agar tidak hanyut terbawa air.
 
Pohon yang biasanya mendiami pesisir pantai yang berombak relatif tenang dan di muara sungai dekat pantai itu bisa dijumpai di wilayah pesisir Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
 
Bakau di wilayah pesisir punya peran penting untuk menahan erosi pantai atau abrasi dan menjadi salah satu sumber makanan bagi fauna di sekitar mangrove.
 
Pengikisan atau erosi pantai terjadi karena gelombang dan arus laut (pasang surut air laut) yang merusak garis pantai. Upaya mengatasi abrasi secara alami dengan penanaman bakau dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara.
 
Garis pantai yang harus dijaga dari erosi pantai di Kabupaten Penajam Paser Utara sepanjang 272 kilometer. Penanganan abrasi juga dilakukan dengan membangun tanggul penahan ombak dan batu pemecah gelombang.
 
Apabila garis pantai tidak dijaga dengan baik dan hutan bakau punah, daratan yang terkikis di kawasan pesisir pantai dalam setahun diperkirakan mencapai 8--15 meter. Gelombang besar setiap tahun yang melanda pesisir pantai menjadi penyebab utama pengikisan.
 
Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara berupaya kelestarian hutan bakau terus terjaga dengan melibatkan banyak pihak, mulai dari pemangku kepentingan hingga masyarakat sekitar.
 
Mengenalkan Program Kampung Iklim (Proklim) kepada masyarakat desa dan kelurahan, yang dijadikan sebagai kampung iklim, merupakan salah satu upaya untuk melestarikan hutan mangrove.
 
Penanaman bakau dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Penajam Paser Utara setiap tahun juga melibatkan perusahaan yang beroperasi di daerah yang akrab disapa "Benuo Taka" itu.
 
Selain itu juga melibatkan sekolah-sekolah peraih Adiwiyata, serta kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang dibentuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat.

Hutan bakau memiliki fungsi penting karena memiliki kemampuan menyerap emisi karbon lima kali lebih besar dari tanaman hutan di daratan.
 
Mangrove telah berfungsi menjadi pelindung daerah pesisir dari erosi dan merupakan rumah produksi hasil laut yang menjadi tangkapan masyarakat sehari-hari, seperti kepiting, ikan, dan udang.
 
Karena memiliki manfaat besar, sejumlah warga pesisir perlahan ikut berkiprah menanam dan merawat bakau hingga tumbuh besar dan kokoh di wilayah pesisir Kabupaten Penajam Paser Utara.
 
Masyarakat pesisir itu juga menjadi pemicu warga lainnya terlibat dalam usaha menanam bibit mangrove sebanyak mungkin, merawat, dan mengawasi pohon dari ancaman penebangan atau perambah hutan mangrove.
 
Seorang warga yang ikut berkiprah  melakukan penghijauan wilayah pesisir adalah Lamale, 67 tahun. Ia saat ini dipercaya menjadi Ketua Pokdarwis Kelurahan Mentawir, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.
 
 
Lamale dan Siti Rukiyah

Lamale yang berdomisili di Kelurahan Mentawir  yang kini masuk kawasan Kota Nusantara, ibu kota negara baru Indonesia itu, dulu, adalah perambah hutan bakau untuk dijadikan arang.
 
Akan tetapi setelah sekian lama merambah  hutan mangrove, akhirnya hati Lamale terketuk menjaga kelestarian bakau.
 
Pria itu menutup usaha pembuatan arang dari bahan baku mangrove pada 1998 yang telah berjalan sekitar 2 tahun karena takut masuk penjara. Apalagi kala itu Pemerintah gencar sosialisasi perlindungan hutan bakau.
 
Pada 2001, ia memutuskan untuk menjaga kelestarian hutan mangrove di Kelurahan Mentawir dengan mencegah penebangan hutan bakau untuk dialihfungsikan menjadi tambak. Ia juga dan mengedukasi masyarakat menyangkut manfaat hutan mangrove.
 
Ia mulai aktif menanam bakau pada 2014 atas bantuan perusahaan milik negara. Lalu pada 2016 -- 2017 melakukan pembibitan sekaligus menanam bakau bersama warga setempat.
 
Lamale secara swadaya menanam dan memindahkan bibit ke lahan kosong dan wilayah pantai yang rentan abrasi.
 
Bersama anggota kelompoknya, Lamale merawat bibit bakau yang tumbuh di bawah pohon induk, kemudian memindahkan dan merawatnya di lokasi lain untuk penghijauan.
 
Pohon-pohon induk dijaga sebagai sumber bibit yang terus berproduksi secara alami. Setiap daerah memiliki karakter tanah, air, dan lingkungan yang berbeda sehingga karakter pohon juga berbeda. 
 
Hutan bakau di Kelurahan Mentawir, Kecamatan Sepaku, yang dijaga Lamale bersama kelompoknya seluas 7.620 hektare, sebagian besar berada dalam lahan konsesi milik PT Inhutani I Batu Ampar Divisi Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan
 
Dari 7.620 hektare hutan mangrove itu, seluas 1.850 hektare untuk konservasi dan sekitar 500 hektare jadi objek wisata yang dikelola oleh  Pokdarwis Kelurahan Mentawir.
 
Pelestarian hutan bakau di ujung wilayah Teluk Balikpapan di Kelurahan Mentawir, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara yang dilakukan Lamale selama lebih kurang 23 tahun itu sangat bermanfaat bagi nelayan sebagai tempat menangkap kepiting, udang, dan ikan.

Ketekunan Lamale merawat hutan bakau telah menebar berkah bagi warga sekitar hingga hari ini.
 
Kiprah serupa juga dilakukan Siti Rukiyah (57), warga Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara. Ia mulai berkecimpung penanaman bakau pada 2003.
 
Pada saat itu ada kelompok pemuda menanam  mangrove di Kelurahan Kampung Baru untuk mencegah meluasnya erosi pantai.
 
Sebab, dari tahu 1988 sampai 2002, di pesisir pantai Kampung Baru terus terjadi pengikisan yang mengakibatkan air pasang laut kerap menggenangi area permukiman warga setempat dan jalan umum.
 
Akan tetapi, penanaman bakau yang dilakukan kelompok pemuda itu tidak dilanjutkan dengan pemeliharaan sehingga banyak mangrove yang baru ditanam mati.
 
Pada waktu pertama kali terlibat dalam program penanaman bakau, Siti Rukiyah tidak mengetahui tujuan dari penanaman mangrove itu karena program penghijauan biasanya hanya dilakukan di darat, bukan di bibir pantai.
 
Siti Rukiyah yang merupakan Ketua Kelompok Usaha Wanita Bina Bersama Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, --beserta anggota yang terdiri atas ibu-ibu--mulai aktif menanam bakau pada 2004.
 
Pada tahun itu Kelompok Usaha Wanita Bina Bersama menanam mangrove sebanyak 3.000 bibit dan pada tahun sama mendapatkan bantuan sebanyak 15.000 bakau.
 
Setelah 3.000 bibit mangrove yang ditanam pertama berusia 3 bulan, dilanjutkan lagi dengan penanaman 15.000 bibit dan dapat menghijaukan lahan seluas 10 hektare.
 
Keaktifan memelihara lingkungan menjadikan  kelompok wanita itu terus mendapatkan bantuan bibit mangrove dari Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara maupun perusahaan yang beroperasi di daerah itu.
 
Kelompok itu pada 2005 juga mendapat bantuan melalui program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) untuk pembibitan bakau sebanyak 33.000 pohon.
 
Kemudian pada awal 2006, bibit sebanyak itu ditanam sehingga luas area yang dihijaukan bertambah menjadi sekitar 20 hektare.
 
Program penanaman dan pemeliharaan bakau terus dilakukan kelompok itu sampai sekarang  sehingga luas hutan mangrove yang dirimbunkan mencapai 50 hektare.
 
Lokasi penanaman bakau berhadapan langsung dengan Selat Makassar, yang setiap musim angin selatan kerap kali dihantam ombak besar  sehingga menjaga kelestarian mangrove di wilayah pesisir Kelurahan Kampung Baru bukan perkara mudah.
 
Perjuangan Kelompok Usaha Wanita Bina Bersama selama 21 tahun itu dapat dinikmati dengan rimbunnya hutan bakau di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Penajam.
 
Selain tidak terjadi lagi banjir pasang air laut dan mencegah terjadi abrasi, buah mangrove juga dikelola menjadi produk sirup dan makanan ringan yang dapat meningkatkan perekonomian warga Kelurahan Kampung Baru.

 
Benteng pesisir yang bermanfaat

Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mengapresiasi dua penggiat pelestarian lingkungan yang terlibat langsung dalam program rehabilitasi lahan yang terdegradasi dan melindungi bakau itu.
 
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Penajam Paser Utara sempat mengusulkan Siti Rukiyah dan Lamale sebagai calon penerima Kalpataru 2023, namun tidak lolos seleksi di tingkat Provinsi Kalimantan Timur.
 
Bakau bisa menjadi salah satu sumber penghasil kayu seperti kayu bakar atau arang serta untuk kebutuhan konstruksi bangunan.
 
Mangrove juga dapat dijadikan bahan baku pembuatan makanan, tekstil, kertas, penyamakan kulit, dan lain sebagainya, dengan catatan tetap menjaga kelestarian bakau.
 
Hutan mangrove juga membuat ekosistem di dalamnya terdapat fauna khas serta mencegah erosi pantai dan naiknya air laut ke daratan yang menggenangi permukiman.
 
Selain itu, hutan bakau pun bermanfaat sebagai objek wisata keluarga untuk pendidikan pada anak tentang pentingnya mangrove bagi kawasan pesisir.
 
Keberadaan hutan mangrove selain untuk keseimbangan ekologi lingkungan perairan, juga bermanfaat pada keberlangsungan ekonomi karena menjaga kehidupan organisme akuatik yang dapat dimanfaatkan nelayan tradisional.

Baca juga: Artikel - Meneladani perjuangan Infirmus Abi menjaga alam untuk masa depan
 
Hutan bakau berguna pula sebagai sumber pendapatan masyarakat yang bermukim di area pantai, khususnya bagi nelayan atau pembudi daya bibit udang, ikan, dan sejenisnya.

Baca juga: Artikel - Menumbuhkan budaya cinta lingkungan di kalangan anak-anak

Manfaat hutan bakau yang demikian besar itu mengharuskan setiap warga merawatnya, agar tanaman ini senantiasa menebar kesejahteraan bersama.

Editor: Achmad Zaenal M







 


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Lamale, perambah bakau yang berubah jadi penebar berkah

Pewarta : Nyaman Bagus Purwaniawan
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024