Pengamat: Galang gerakan masif untuk pemulihan hutan mangrove

id Hutan mangrove, pemulihan bakau, ekonomi biru

Pengamat: Galang gerakan masif untuk pemulihan hutan mangrove

Ilustrasi - Seorang warga Desa Daiama, Kabupaten Rote Ndao, NTT, memantau anakan pohon mangrove yang sudah ditanam dan bertumbuh. (ANTARA/Kornelis Kaha)

Jangan sampai yang sudah ditanam habis itu dibiarkan begitu saja tanpa pemeliharaan, sehingga banyak yang mati karena tidak dipantau atau dikawal
Kupang (ANTARA) - Pengamat kebijakan kemaritiman Moh Abdi Suhufan mengatakan perlu adanya upaya menggalang gerakan secara masif untuk pemulihan hutan bakau (mangrove) di Tanah Air karena tidak cukup maksimal jika hanya dijalankan pihak pemerintah dari pusat hingga daerah.

"Model pemulihan hutan mangrove yang kita usulkan itu model gerakan yang digalang secara masif artinya jangan hanya pemerintah saja yang semangat sementara tidak ada dukungan dari stakeholder," katanya ketika dihubungi di Jakarta, Rabu.

Kekayaan hutan mangrove di Indonesia merupakan yang tersebar di dunia dengan luas mencapai sekitar 3,4 juta hektare atau setara dengan 22,4  persen dari total luas hutan bakau dunia.

Abdi Suhufan mengatakan, dengan potensi kekayaan mangrove yang besar, Indonesia berperan besar dalam memproduksi karbon, namun ekosistem hutan mangrove berada dalam kondisi kerusakan yang kritis.

"Karena itu model pemulihan hutan mangrove itu adalah model gerakan secara masif, ada partisipasi pemerintah, NGO, BUMN, masyarakat, dan lainnya," katanya.

Ia mengatakan, upaya pemulihan hutan mangrove melalui skema insentif seperti yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI melalui padat karya mangrove pada masa pandemi COVID-19 sudah cukup baik.

Skema tersebut, kata dia, tidak hanya berdampak pada pelestarian hutan mangrove namun juga memberikan pendapatan bagi warga di wilayah pesisir pantai.

Menurut dia, skema serupa masih relevan untuk dijalankan secara berkelanjutan, namun perlu ada kriteria yang disesuaikan dengan tingkat kerusakan ekosistem mangrove serta kondisi kemiskinan masyarakat di daerah-daerah.

Abdi Suhufan mengatakan, meski demikian, program pemulihan hutan mangrove yang sudah berjalan juga perlu dievaluasi guna memastikan bibit-bibit bakau yang sudah ditanam dapat tumbuh dan bermanfaat.

"Jangan sampai yang sudah ditanam habis itu dibiarkan begitu saja tanpa pemeliharaan, sehingga banyak yang mati karena tidak dipantau atau dikawal," katanya.

Pemeliharaan, kata dia, perlu terus dilakukan dengan cara menjaga bibit mangrove yang ditanam bisa tumbuh, terhindar dari kerusakan akibat ombak laut, badai, dan sebagainya.

Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia itu menambahkan, dalam hal ini, pemerintah daerah melalui dinas terkait bertanggung jawab untuk memastikan efektivitas bibit-bibit mangrove yang sudah ditanam sekaligus mengevaluasi program yang sudah berjalan sudah cocok atau tidak cocok untuk masyarakat.