Labuan Bajo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui dinas kesehatan setempat mengajak masyarakat di daerah itu agar menghapus stigma dan diskriminasi terhadap penderita penyakit kusta.

"Sebagian besar orang, sekitar 95 persen memiliki kekebalan alami terhadap bakteri Mycobacterium leprae yang menjadi penyebab kusta, jadi tidak perlu ada diskriminasi terhadap orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK),” kata Kepala Dinas Kesehatan Manggarai Barat Adrianus Ojo dihubungi di Labuan Bajo, Jumat.

Ojo menambahkan pentingnya pemahaman yang benar untuk menghilangkan stigma dan mendukung upaya penuntasan kusta.

Menurut Ojo penularan penyakit kusta membutuhkan kontak erat dan berulang dalam jangka waktu lama dengan penderita yang belum diobati melalui percikan dahak saat batuk atau bersin.

Ojo juga menjelaskan data jumlah kasus kusta di Manggarai Barat selama lima tahun terakhir. Tercatat pada tahun 2021 terdapat sembilan kasus kusta, 2022 sebanyak 13 kasus, 2023 sebanyak 18 kasus dan tahun 2024-2025 sebanyak 18 kasus.

Dari 18 kasus yang tercatat hingga 2024, lanjut dia, konsentrasi tertinggi kasus kusta berada di wilayah kerja Puskesmas Labuan Bajo Kecamatan Komodo dengan 11 kasus. Sementara puskesmas lainnya seperti Nanga Terang, Datak, Werang, Wae Nakeng, Nangalili, Tentang, dan Ranggu masing-masing menangani satu kasus.

Ojo menambahkan berdasarkan perhitungan per 31 Desember 2024, angka prevalensi kusta di Manggarai Barat adalah 0,63 per 10.000 penduduk.

“Angka ini, yang diperoleh dari (18 kasus / 282.943 penduduk) x 10.000, telah memenuhi standar eliminasi kusta nasional, yaitu di bawah 1 per 10.000 penduduk. Ini adalah bukti bahwa upaya pengendalian kita berjalan efektif,” ungkapnya.

Dari sisi jenis, kasus kusta di Manggarai Barat didominasi oleh kusta basah (Multibasiler/MB) sebanyak 17 kasus, yang lebih menular, dan hanya satu kasus kusta kering (Pausibasiler/PB).

Ojo menegaskan bahwa kusta adalah penyakit yang dapat disembuhkan. Pengobatan dilakukan dengan terapi antibiotik kombinasi (Multi-Drug Therapy/MDT) selama enam bulan hingga dua tahun, tergantung jenisnya.

“Kusta Tipe PB diobati selama 6-9 bulan, sedangkan Tipe MB membutuhkan 12-18 bulan dan kunci kesembuhannya adalah kepatuhan pasien dalam minum obat,” imbau Ojo.

Ojo juga menjamin ketersediaan obat kusta di Manggarai Barat. Sampai saat ini, obat untuk pengobatan kusta masih tersedia dan diberikan secara gratis melalui program pemerintah dan masyarakat tidak perlu khawatir dengan biaya pengobatan.

Ojo juga mengimbau masyarakat untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika menemukan gejala kusta seperti bercak putih atau kemerahan pada kulit yang mati rasa atau tidak gatal, tidak sakit serta terdapat penebalan kulit atau mati rasa di bagian tubuh tertentu.

“Tanda-tanda kesembuhan bisa dilihat dari bercak kulit yang memudar, sensasi mati rasa yang membaik, dan kelemahan otot yang pulih, namun meski dinyatakan sembuh, pasien harus tetap kontrol rutin untuk memantau risiko kekambuhan, meskipun kecil,” ungkap Ojo.

Ojo mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi dan membangun pemahaman yang komprehensif, kolaborasi antara masyarakat dan tenaga kesehatan.

"Komitmen pemerintah agar target bebas kusta di Kabupaten Manggarai Barat bukanlah hal yang mustahil, mari bersama hilangkan stigma dan dukung penyembuhan para penderitanya," katanya.


Pewarta : Gecio Viana
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2025