Kupang (ANTARA) - Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Honihama di Desa Tuwagetobi, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, membantu memasarkan hasil bumi untuk meningkatkan kesejahteraan para petani di daerah setempat.
"Untuk penerapan awal BUMDes dan para petani di sini sepakat memasarkan jagung pipil yang sedang dalam masa panen," kata Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tuwagetobi, Kamilus Tupen Jumat, kepada Antara ketika dihubungi dari Kupang, Sabtu (13/4).
Kamilus yang juga merupakan petani jagung di daerah itu menjelaskan, peran utama BUMDes membantu petani dari sisi pemasaran dengan mencari dan mempromosikan berbagai hasil pertanian baik secara langsung maupun melalui media sosial.
"Jadi peran BUMDes ini seperti Bukalapak (situs jual beli online), sementara untuk gudang dan jaminan kualitas produk ada di pihak petani," katanya.
Ia mengatakan, sejak sistem kerja sama ini diterapkan, hasil jagung pipil yang berhasil dipasarkan sudah mencapai sekitar 4 ton. Masih terdapat 10 ton yang tersedia di lumbung-lumbung petani namun belum layak dijual karena kadar air yang masih tinggi.
Dijelaskannya, harga jagung pipil yang dipasarkan bervariasi di antaranya untuk dikonsumsi senilai Rp5.200/kg dan untuk kebutuhan pakan ternak senilai Rp4.200/kg.
Baca juga: Peran BUMDes di NTT terus dioptimalkan
Setiap satu kilogram jagung yang terjual, lanjutnya, keuntungan yang disisihkan untuk BUMDes sebesar Rp200 yang dalam tahapan awal dimanfaatkan untuk pengadaan fasilitas berupa karung, terpal penjemuran, dan mesin pipil.
"Jadi untuk saat ini keuntungan ke BUMDes memang belum terasa tapi kami bersyukur para petani puas dan masyarakat atau konsumen juga mudah menjangkaunya," katanya.
Kamilus menambahkan, kerja sama pemasaran hasil bumi ini untuk sementara baru dilakukan bersama para petani jagung. Ke depan, sudah direncanakan bersama untuk mencakup para petani mente, kacang tanah, dan juga peternak kambing.
"Jadi sambil berjalan juga dilakukan pembenahan, dan sistem ini belum ada di desa-desa lain di sekitarnya, baru ada di BUMDes Honihama dengan prinsip wirausaha sosial atau dalam tradisi lokal dikenal dengan istilah gemohing," demikian Kamilus Tupen Jumat.
Baca juga: 100 BUMDes diharapkan tumbuh pesat di NTT
Baca juga: BUMDes di Flores diharapkan bisa kelola usaha kopi
"Untuk penerapan awal BUMDes dan para petani di sini sepakat memasarkan jagung pipil yang sedang dalam masa panen," kata Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tuwagetobi, Kamilus Tupen Jumat, kepada Antara ketika dihubungi dari Kupang, Sabtu (13/4).
Kamilus yang juga merupakan petani jagung di daerah itu menjelaskan, peran utama BUMDes membantu petani dari sisi pemasaran dengan mencari dan mempromosikan berbagai hasil pertanian baik secara langsung maupun melalui media sosial.
"Jadi peran BUMDes ini seperti Bukalapak (situs jual beli online), sementara untuk gudang dan jaminan kualitas produk ada di pihak petani," katanya.
Ia mengatakan, sejak sistem kerja sama ini diterapkan, hasil jagung pipil yang berhasil dipasarkan sudah mencapai sekitar 4 ton. Masih terdapat 10 ton yang tersedia di lumbung-lumbung petani namun belum layak dijual karena kadar air yang masih tinggi.
Dijelaskannya, harga jagung pipil yang dipasarkan bervariasi di antaranya untuk dikonsumsi senilai Rp5.200/kg dan untuk kebutuhan pakan ternak senilai Rp4.200/kg.
Baca juga: Peran BUMDes di NTT terus dioptimalkan
Setiap satu kilogram jagung yang terjual, lanjutnya, keuntungan yang disisihkan untuk BUMDes sebesar Rp200 yang dalam tahapan awal dimanfaatkan untuk pengadaan fasilitas berupa karung, terpal penjemuran, dan mesin pipil.
"Jadi untuk saat ini keuntungan ke BUMDes memang belum terasa tapi kami bersyukur para petani puas dan masyarakat atau konsumen juga mudah menjangkaunya," katanya.
Kamilus menambahkan, kerja sama pemasaran hasil bumi ini untuk sementara baru dilakukan bersama para petani jagung. Ke depan, sudah direncanakan bersama untuk mencakup para petani mente, kacang tanah, dan juga peternak kambing.
"Jadi sambil berjalan juga dilakukan pembenahan, dan sistem ini belum ada di desa-desa lain di sekitarnya, baru ada di BUMDes Honihama dengan prinsip wirausaha sosial atau dalam tradisi lokal dikenal dengan istilah gemohing," demikian Kamilus Tupen Jumat.
Baca juga: 100 BUMDes diharapkan tumbuh pesat di NTT
Baca juga: BUMDes di Flores diharapkan bisa kelola usaha kopi