Kupang (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) Dr Ahmad Atang, Msi menilai, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga secara nyata sedang melakukan eksperimen politik melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
"BPN tidak harus menggunakan teori layang-layang dalam mendikte proses persidangan di MK dengan melepas sebagian bukti, dan menarik bukti yang lain. Jika ini yang digunakan, maka secara nyata BPN sedangkan melakukan eksperimen politik melalui MK," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Senin (10/6).
Ahmad Atang mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan sikap BPN dalam menghadapi sidang sengketa pilpres, dengan tidak menyertakan seluruh bukti-bukti ke MK.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, menyatakan pihaknya sengaja tak menyertakan seluruh bukti dalam sengketa Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena hal itu merupakan bagian dari strategi untuk memenangkan persidangan di MK.
"Bagi saya, sikap BPN dalam menghadapi sidang sengketa pilpres belum menyertakan bukti secara lengkap sebagai bagian dari strategi itu sah-sah saja," kata Ahmad Atang.
Baca juga: Argumen BPN Prabowo-Sandiaga mendegradasi lembaga hukum
Boleh jadi, BPN tidak mengumbar bukti ke publik agar dalam persidangan nanti akan memberikan kejutan. Dengan demikian, upaya untuk mendelegitimasi MK bukan sebuah dugaan, tetapi sebuah skenario BPN ketika gugatannya ditolak, ujarnya.
Dampaknya, menurut dia, adalah nasib MK akan sama dengan Bawaslu yang dikepung oleh massa yang merasa tidak puas atas keputusan hukum. "Di sini BPN akan menyeret MK ke wilayah konflik politik atas keputusan hukum yang dibuatnya," katanya.
Ia mengatakan jika saja gugatan paslon 02 ditolak oleh MK maka BPN akan membangun opini kekalahan bukan didasarkan pada fakta hukum akan tetapi interpretatif politis atas hasil persidangan. "Ini yang gawat dan harus diwaspadai," demikian Ahmad Atang.
Baca juga: BPN Prabowo-Sandi tidak miliki bukti kecurangan
Baca juga: Tuntutan BPN Prabowo-Sandiaga sudah keluar dari konteks
"BPN tidak harus menggunakan teori layang-layang dalam mendikte proses persidangan di MK dengan melepas sebagian bukti, dan menarik bukti yang lain. Jika ini yang digunakan, maka secara nyata BPN sedangkan melakukan eksperimen politik melalui MK," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Senin (10/6).
Ahmad Atang mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan sikap BPN dalam menghadapi sidang sengketa pilpres, dengan tidak menyertakan seluruh bukti-bukti ke MK.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, menyatakan pihaknya sengaja tak menyertakan seluruh bukti dalam sengketa Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena hal itu merupakan bagian dari strategi untuk memenangkan persidangan di MK.
"Bagi saya, sikap BPN dalam menghadapi sidang sengketa pilpres belum menyertakan bukti secara lengkap sebagai bagian dari strategi itu sah-sah saja," kata Ahmad Atang.
Baca juga: Argumen BPN Prabowo-Sandiaga mendegradasi lembaga hukum
Boleh jadi, BPN tidak mengumbar bukti ke publik agar dalam persidangan nanti akan memberikan kejutan. Dengan demikian, upaya untuk mendelegitimasi MK bukan sebuah dugaan, tetapi sebuah skenario BPN ketika gugatannya ditolak, ujarnya.
Dampaknya, menurut dia, adalah nasib MK akan sama dengan Bawaslu yang dikepung oleh massa yang merasa tidak puas atas keputusan hukum. "Di sini BPN akan menyeret MK ke wilayah konflik politik atas keputusan hukum yang dibuatnya," katanya.
Ia mengatakan jika saja gugatan paslon 02 ditolak oleh MK maka BPN akan membangun opini kekalahan bukan didasarkan pada fakta hukum akan tetapi interpretatif politis atas hasil persidangan. "Ini yang gawat dan harus diwaspadai," demikian Ahmad Atang.
Baca juga: BPN Prabowo-Sandi tidak miliki bukti kecurangan
Baca juga: Tuntutan BPN Prabowo-Sandiaga sudah keluar dari konteks