Kupang (ANTARA) - Angka stunting di tiga dari 12 kecamatan di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, di atas 50 persen, sehingga perlu penanganan serius untuk mengantisipasinya, kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Belu Theresia Saik.
"Saat ini ada tiga kecamatan di kabupaten perbatasan ini yang angka stuntingnya tinggi, yang prosentasenya mencapai 50-an persen," katanya di Atambua, Kabupaten Belu.
Hal ini disampaikannya dalam dialog interaktif "Indonesia Menyapa Perbatasan" dengan tema "Melindungi Generasi Perbatasan dari Stunting" yang terselenggara berkat kerja sama antara Kementerian Komunikasi dan Informasi, RRI serta Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara.
Dialog itu menghadirkan Kepala Bappeda Kabupaten Belu Frans Manafe, serta Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Belu Sabina Mau Taek.
Theresia menyebutkan tiga kecamatan itu adalah Kecamatan Nanaet Duabesi 58,22 persen, disusul oleh kecamatan Lamaknen Selatan 50 persen, serta Kecamatan Raimanuk 45, 4 persen.
Baca juga: Artikel - Mungkinkah daun kelor bisa mengatasi kekerdilan? Ini penjelasannya
"Tiga kecamatan itu yang menurut data riset menunjukkan prosentase angka stunting yang cukup tinggi," ujar dia.
Ia mengatakan penanganan masalah stunting itu sendiri tidak bisa hanya mengandalkan dinas terkait saja, misalnya dinas kesehatan, tetapi juga diperlukan sinergitas dengan dinas-dinas lainnya, seperti dinas ketahanan panggan dan lainnya.
Secara provinsi menurut dia dari 22 kabupaten Kota di NTT, jumlah angka stunting di Kabupaten Belu, masih dalam taraf normal karena berada diurutan ke-11 dibandingkan beberapa daerah di NTT.
Sesuai data prevalensi stunting di Indonesia, tahun 2013 sebesar 51,07 persen dan tahun 2018 turun menjadi 30,08 persen
Sementara di provinsi NTT angka stunting mencapai 51,07 persen pada 2013 dan turun menjadi 42,06 persen pada tahun 2018.
Khusus untuk kabupaten Belu sendiri untuk periode September 2018 angka stuntingnya mencapai 46,08 persen.
"Jumlah tersebut berdasarkan hasil riset kesehatan dasar," tambah dia.
Secara umum kata dia penyebab utama stunting itu sendiri meliputi lingkungan sekitar serta prilaku layanan kesehatan, sementara faktor gen sendiri, kata dia, hanyalah lima persen.
Baca juga: Artikel - Kenapa NTT tetap menjadi sarang stunting?
Baca juga: 10 kelurahan jadi kantong stunting di Kota Kupang
"Saat ini ada tiga kecamatan di kabupaten perbatasan ini yang angka stuntingnya tinggi, yang prosentasenya mencapai 50-an persen," katanya di Atambua, Kabupaten Belu.
Hal ini disampaikannya dalam dialog interaktif "Indonesia Menyapa Perbatasan" dengan tema "Melindungi Generasi Perbatasan dari Stunting" yang terselenggara berkat kerja sama antara Kementerian Komunikasi dan Informasi, RRI serta Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara.
Dialog itu menghadirkan Kepala Bappeda Kabupaten Belu Frans Manafe, serta Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Belu Sabina Mau Taek.
Theresia menyebutkan tiga kecamatan itu adalah Kecamatan Nanaet Duabesi 58,22 persen, disusul oleh kecamatan Lamaknen Selatan 50 persen, serta Kecamatan Raimanuk 45, 4 persen.
Baca juga: Artikel - Mungkinkah daun kelor bisa mengatasi kekerdilan? Ini penjelasannya
"Tiga kecamatan itu yang menurut data riset menunjukkan prosentase angka stunting yang cukup tinggi," ujar dia.
Ia mengatakan penanganan masalah stunting itu sendiri tidak bisa hanya mengandalkan dinas terkait saja, misalnya dinas kesehatan, tetapi juga diperlukan sinergitas dengan dinas-dinas lainnya, seperti dinas ketahanan panggan dan lainnya.
Secara provinsi menurut dia dari 22 kabupaten Kota di NTT, jumlah angka stunting di Kabupaten Belu, masih dalam taraf normal karena berada diurutan ke-11 dibandingkan beberapa daerah di NTT.
Sesuai data prevalensi stunting di Indonesia, tahun 2013 sebesar 51,07 persen dan tahun 2018 turun menjadi 30,08 persen
Sementara di provinsi NTT angka stunting mencapai 51,07 persen pada 2013 dan turun menjadi 42,06 persen pada tahun 2018.
Khusus untuk kabupaten Belu sendiri untuk periode September 2018 angka stuntingnya mencapai 46,08 persen.
"Jumlah tersebut berdasarkan hasil riset kesehatan dasar," tambah dia.
Secara umum kata dia penyebab utama stunting itu sendiri meliputi lingkungan sekitar serta prilaku layanan kesehatan, sementara faktor gen sendiri, kata dia, hanyalah lima persen.
Baca juga: Artikel - Kenapa NTT tetap menjadi sarang stunting?
Baca juga: 10 kelurahan jadi kantong stunting di Kota Kupang