Kupang, NTT (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bekerja sama dengan organisasi kemanusiaan Wahana Visi Indonesia (WVI) memperkuat koordinasi lintas perangkat daerah melalui forum diskusi strategis untuk percepatan penurunan stunting.
“Diskusi ini penting untuk bersama meninjau kembali kebijakan yang sudah dibuat serta menyusun langkah-langkah penyesuaian untuk mencapai target yang telah ditetapkan,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) NTT Alfonsus Theodorus dalam forum seminar yang diinisiasi WVI NTT di Kupang, Jumat.
Pemerintah Provinsi NTT, kata dia, memandang perlu adanya strategi dan kebijakan lanjutan guna menyelaraskan kebijakan tentang percepatan penurunan stunting dari tingkat nasional ke tingkat provinsi, bahkan hingga kabupaten.
“Forum ini berhasil menyamakan pemahaman semua peserta yang hadir mengenai kebijakan yang telah disusun di level nasional dan provinsi, serta langkah-langkah implementasinya,” katanya.
Penguatan koordinasi perangkat daerah ini juga bertujuan untuk mengoptimalkan langkah pencegahan stunting melalui layanan intervensi spesifik dan layanan intervensi sensitif.
Berdasarkan data Bapperida NTT, pada 2025 anggaran dukungan intervensi sensitif senilai Rp26,37 miliar dan intervensi spesifik senilai Rp104,3 miliar.
Pada 2025, anggaran untuk intervensi spesifik di 22 kabupaten/kota naik dari 39,61 persen pada 2024 menjadi 41,21 persen dan anggaran intervensi sensitif turun dari 60,39 persen pada tahun 2024 menjadi 58,79 persen.
Lebih lanjut, Program Manager Zonal WVI di NTT Portunatas Tamba menjelaskan sesuai hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, sebagian besar wilayah layanan WVI di Provinsi NTT memiliki prevalensi stunting di rentang 30 hingga 40 persen.
“Artinya angka prevalensi masih tergolong tinggi dan jumlah absolut penderita stunting masih di angka puluhan ribu,” katanya.
Karena itu, pihaknya terus berkomitmen mendukung pemerintah Provinsi NTT untuk menurunkan angka prevalensi penurunan stunting melalui kolaborasi yang berkelanjutan.
“Harapannya agar segera terwujud suatu kebijakan yang lebih strategis di tingkat provinsi guna mempercepat penurunan prevalensi stunting di seluruh wilayah Provinsi NTT,” katanya.