Kupang (Antara NTT) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur mengimbau para pekerja melaporkan perusahaan yang melanggar ketentuan pembayaran gaji atau tidak mematuhi standar upah minimum provinsi atau kabupaten/kota.
"Kita berharap agar kalau ada permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan upah, atau yang berkaitan dengan masalah hak yang harus diterima para pekerja maka kami minta supaya mereka berinisiatif untuk melaporkan kepada kami atau instansi terkait," kata Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT Bruno Kupok di Kupang, Rabu.
Bruno mengatakan saat ini sudah ada tim pengawas untuk mengawasi perusahaan-perusahaan di NTT jika melakukan hal-hal yang bertentangan dengan penerapan UMP.
Namun tidak semua perusahaan dapat diawasi oleh tim atau pengawas dari Disnakertrans karena jumlah pengawas yang dimiliki sangat kurang dibandingkan jumlah dari perusahaan di NTT.
"Sampai dengan saat ini kita belum menjangkau secara menyeluruh karena memang keterbatasan dari pengawas kita," tuturnya.
Mulai dari periode Januari hingga April 2017 ada 13 kasus yang sedang ditangani oleh Disnakertrans karena berkaitan dengan masalah tidak membayar upah, atau tunjangan hari raya yang tidak dibayarkan.
Dari 13 kasus tersebut empat kasus sudah dinyatakan selesai, 10 kasus sedang diproses serta dua kasus dianjurkan untuk diselesaikan di pengadilan industri.
Menurutnya perusahaan-perusahaan itulah yang sejauh ini selalu diawasi oleh pengawas dari Disnakertrans.
Namun ia sendiri juga menyakini bahwa masih banyak kasus terkait upah yang bisa saja ditemukan di sejumlah perusahaan di wilayah NTT, namun belum saja diketahui oleh pihak Disnakertrans.
Oleh karena itu perlu peran aktif para pekerja untuk melapor mengingat sumber daya manusia (SDM) petugas pengawas yang dimiliki Disnakertrans NTT hingga saat ini jumlahnya masih terbatas.
Ia mengatakan apabila ada perusahaan yang terbukti melanggar ketentuan UMK, Disnakertrans NTT sudah pasti akan memberikan sanksi.
Jika perusahaan mengajukan penangguhan, maka harus berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja di perusahaan bersangkutan, sehingga tidak ada yang dirugikan.
"Sanksi bisa mulai dari teguran dulu setelah itu sanksi tertulis, kalau tetap tidak mau mematuhi bisa sampai pencabutan izin usaha," ujar mantan Kadis Perindustrian dan Perdagangan NTT itu.
"Kita berharap agar kalau ada permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan upah, atau yang berkaitan dengan masalah hak yang harus diterima para pekerja maka kami minta supaya mereka berinisiatif untuk melaporkan kepada kami atau instansi terkait," kata Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT Bruno Kupok di Kupang, Rabu.
Bruno mengatakan saat ini sudah ada tim pengawas untuk mengawasi perusahaan-perusahaan di NTT jika melakukan hal-hal yang bertentangan dengan penerapan UMP.
Namun tidak semua perusahaan dapat diawasi oleh tim atau pengawas dari Disnakertrans karena jumlah pengawas yang dimiliki sangat kurang dibandingkan jumlah dari perusahaan di NTT.
"Sampai dengan saat ini kita belum menjangkau secara menyeluruh karena memang keterbatasan dari pengawas kita," tuturnya.
Mulai dari periode Januari hingga April 2017 ada 13 kasus yang sedang ditangani oleh Disnakertrans karena berkaitan dengan masalah tidak membayar upah, atau tunjangan hari raya yang tidak dibayarkan.
Dari 13 kasus tersebut empat kasus sudah dinyatakan selesai, 10 kasus sedang diproses serta dua kasus dianjurkan untuk diselesaikan di pengadilan industri.
Menurutnya perusahaan-perusahaan itulah yang sejauh ini selalu diawasi oleh pengawas dari Disnakertrans.
Namun ia sendiri juga menyakini bahwa masih banyak kasus terkait upah yang bisa saja ditemukan di sejumlah perusahaan di wilayah NTT, namun belum saja diketahui oleh pihak Disnakertrans.
Oleh karena itu perlu peran aktif para pekerja untuk melapor mengingat sumber daya manusia (SDM) petugas pengawas yang dimiliki Disnakertrans NTT hingga saat ini jumlahnya masih terbatas.
Ia mengatakan apabila ada perusahaan yang terbukti melanggar ketentuan UMK, Disnakertrans NTT sudah pasti akan memberikan sanksi.
Jika perusahaan mengajukan penangguhan, maka harus berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja di perusahaan bersangkutan, sehingga tidak ada yang dirugikan.
"Sanksi bisa mulai dari teguran dulu setelah itu sanksi tertulis, kalau tetap tidak mau mematuhi bisa sampai pencabutan izin usaha," ujar mantan Kadis Perindustrian dan Perdagangan NTT itu.