Kupang (ANTARA) - Pengamat Ekonomi dari Universitas Widya Mandira Adri Jousewa mengkhawatirkan jika ancaman COVID-19 terus berkepanjangan, maka ekonomi di NTT akan memburuk.
"Itu yang dikhawatirkan saat ini, karena memang kemampuan ekonomi lokal kita sangat terbatas serta saya khawatirkan jika serangan COVID-19 terus terjadi kelak ekonomi kita akan mati, lagi pula kita tidak pernah tahu sampai kapan ini akan terus terjadi," katanya kepada ANTARA di Kupang, Selasa (14/4).
Hal itu disampaikannya berkaitan dengan munculnya banyak kekhawatiran dari beberapa kalangan yang menilai bahwa jika serangan COVID-19 ini terus berkepanjangan akan sangat berpengaruh pada perekonomian di provinsi berbasis kepulauan itu.
Baca juga: Ekonomi NTT 2020 diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,02-5,42 persen
Adri menilai bahwa sebenarnya NTT memiliki banyak sekali bahan baku, tetapi sayangnya provinsi ini sulit untuk memproduksinya sendiri sehingga masih mengandalkan dari pulau Jawa.
Ia mengkhawatirkan jika COVID-19 ini terus terjadi dan pasokan dari pulau Jawa terhenti, tentunya akan sangat menggangu perekonomian di NTT khususnya di kota Kupang sendiri.
Ia memberikan contoh salah satunya seperti penjualan telur ayam atau ayam pedaging yang selama ini kebanyakan dipasok dari Jawa Timur. Jika pasokan terhenti berpengaruh pada harga kebutuhan pokok di pasaran di Kota Kupang.
"Di sisi lain selama ini perekonomian NTT ini kan bergerak maju karena ada beberapa sektor juga yang mendukung seperti perdagangan serta pariwisata, nah saat ini untuk pariwisata mati total," tuturnya.
Baca juga: Cegah COVID-19, BI NTT karantina uang rupiah sebelum diedarkan
Tak hanya itu di bagian perhotelan juga kata dia, hampir kosong oleh wisatawan yang berkunjung dan ingin menginap sehingga bisa disebut mati total.
Masyarakat NTT, kata dia, tingkat konsumtifnya tinggi, sehingga sektor perdagangan selama ini menjadi yang paling utama. Baru kemudian sektor pariwisata.
"Peredaran uang juga semakin melambat, akibat mulai melambatnya juga ekonomi. Sejauh ini memang dampak akibat COVID-19 ini sangat kelihatan. Oleh sebab itu menurut saya masyarakat jika ingin ekonomi NTT melambat dan kolaps ikuti imbauan dari pemerintah untuk tetap berada di rumah," tambah dia.
Sementara itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Nusa Tenggara Timur memprakirakan pertumbuhan ekonomi NTT pada 2020 berada pada kisaran 5,02-5,42 persen.
"Prakiraan pertumbuhan ekonomi NTT 5,02-5,42 persen ini lebih rendah dari prakiraan sebelumnya yakni pada kisaran 5,20-5,60 persen," kata Kepala Kantor BI Perwakilan NTT, I Nyoman Ariawan Atmaja.
Prakiraan pertumbuhan ekonomi NTT ini juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2019 yang mencapai 5,20 persen secara year on year (yoy).
Ariawan menjelaskan, inflasi diprakirakan tidak berubah dengan prakiraan sebelumnya yakni pada kisaran 2,4-2,8 persen secara yoy.***1***
"Itu yang dikhawatirkan saat ini, karena memang kemampuan ekonomi lokal kita sangat terbatas serta saya khawatirkan jika serangan COVID-19 terus terjadi kelak ekonomi kita akan mati, lagi pula kita tidak pernah tahu sampai kapan ini akan terus terjadi," katanya kepada ANTARA di Kupang, Selasa (14/4).
Hal itu disampaikannya berkaitan dengan munculnya banyak kekhawatiran dari beberapa kalangan yang menilai bahwa jika serangan COVID-19 ini terus berkepanjangan akan sangat berpengaruh pada perekonomian di provinsi berbasis kepulauan itu.
Baca juga: Ekonomi NTT 2020 diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,02-5,42 persen
Adri menilai bahwa sebenarnya NTT memiliki banyak sekali bahan baku, tetapi sayangnya provinsi ini sulit untuk memproduksinya sendiri sehingga masih mengandalkan dari pulau Jawa.
Ia mengkhawatirkan jika COVID-19 ini terus terjadi dan pasokan dari pulau Jawa terhenti, tentunya akan sangat menggangu perekonomian di NTT khususnya di kota Kupang sendiri.
Ia memberikan contoh salah satunya seperti penjualan telur ayam atau ayam pedaging yang selama ini kebanyakan dipasok dari Jawa Timur. Jika pasokan terhenti berpengaruh pada harga kebutuhan pokok di pasaran di Kota Kupang.
"Di sisi lain selama ini perekonomian NTT ini kan bergerak maju karena ada beberapa sektor juga yang mendukung seperti perdagangan serta pariwisata, nah saat ini untuk pariwisata mati total," tuturnya.
Baca juga: Cegah COVID-19, BI NTT karantina uang rupiah sebelum diedarkan
Tak hanya itu di bagian perhotelan juga kata dia, hampir kosong oleh wisatawan yang berkunjung dan ingin menginap sehingga bisa disebut mati total.
Masyarakat NTT, kata dia, tingkat konsumtifnya tinggi, sehingga sektor perdagangan selama ini menjadi yang paling utama. Baru kemudian sektor pariwisata.
"Peredaran uang juga semakin melambat, akibat mulai melambatnya juga ekonomi. Sejauh ini memang dampak akibat COVID-19 ini sangat kelihatan. Oleh sebab itu menurut saya masyarakat jika ingin ekonomi NTT melambat dan kolaps ikuti imbauan dari pemerintah untuk tetap berada di rumah," tambah dia.
Sementara itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Nusa Tenggara Timur memprakirakan pertumbuhan ekonomi NTT pada 2020 berada pada kisaran 5,02-5,42 persen.
"Prakiraan pertumbuhan ekonomi NTT 5,02-5,42 persen ini lebih rendah dari prakiraan sebelumnya yakni pada kisaran 5,20-5,60 persen," kata Kepala Kantor BI Perwakilan NTT, I Nyoman Ariawan Atmaja.
Prakiraan pertumbuhan ekonomi NTT ini juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2019 yang mencapai 5,20 persen secara year on year (yoy).
Ariawan menjelaskan, inflasi diprakirakan tidak berubah dengan prakiraan sebelumnya yakni pada kisaran 2,4-2,8 persen secara yoy.***1***