Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat memangkas tahapan pilkada yang dipandang beresiko, jika sampai dengan September 2020, pandemi corona (COVID-19) belum juga mereda.
"KPU sebagai penyelenggara dapat memangkas tahapan yang dipandang beresiko seperti rapat umum, debat kandidat dan lain-lain," kata Ahmad Atang kepada ANTARA di Kupang, Senin (20/4).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan penetapan pilkada serentak pada 9 Desember 2020, dan antisipasi jika wabah COVID-19 belum juga mereda.
Baca juga: Pengamat khawatir kalau ekonomi NTT akan memburuk
Baca juga: Pengamat pertanian setuju dengan peringatan FAO
Pemerintah akhirnya memutuskan opsi pertama dari tiga opsi yang disepakati dengan DPR, yakni penundaan pilkada serentak tiga bulan menjadi bulan Desember 2020.
Penetapan pilkada pada 9 desember 2020 dengan asumsi jika wabah COVID-19 akan berakhir antara bulan Juli hingga Agustus 2020.
Dengan demikian, semua tahapan pilkada mulai pendaftaran, penetapan, rapat umum dan debat kandidat akan dijadwal ulang, paling tidak dimulai pada bulan September 2020.
Baca juga: Pengamat imbau pemerintah gelorakan semangat konsumsi pangan lokal
Menurut dia, semua tahapan pilkada dapat dilaksanakan apabila situasinya normal.
"Namun jika situasi COVID-19 belum berakhir dan jadwal tidak berubah, maka prosesnya menurut saya hanya ada empat tahap, yakni tahap pendaftaran, penetapan calon, pemilihan dan penetapan hasil," katanya.
Model ini hanya akan mengakomodasi proses administratif dan hak politik rakyat, yakni hak untuk memilih. Pemilihan oleh rakyat yang merupakan hak politik merupakan salah satu instrumen demokrasi.
Dia mengatakan, dengan memberi ruang bagi rakyat untuk memilih, maka secara demokrasi telah legal dan dan memiliki legitimasi.
Karena itu, yang perlu diatur oleh KPU adalah metode untuk memilih jika pemilihan berlangsung dalam suasana COVID-19, katanya menambahkan.
"KPU sebagai penyelenggara dapat memangkas tahapan yang dipandang beresiko seperti rapat umum, debat kandidat dan lain-lain," kata Ahmad Atang kepada ANTARA di Kupang, Senin (20/4).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan penetapan pilkada serentak pada 9 Desember 2020, dan antisipasi jika wabah COVID-19 belum juga mereda.
Baca juga: Pengamat khawatir kalau ekonomi NTT akan memburuk
Baca juga: Pengamat pertanian setuju dengan peringatan FAO
Pemerintah akhirnya memutuskan opsi pertama dari tiga opsi yang disepakati dengan DPR, yakni penundaan pilkada serentak tiga bulan menjadi bulan Desember 2020.
Penetapan pilkada pada 9 desember 2020 dengan asumsi jika wabah COVID-19 akan berakhir antara bulan Juli hingga Agustus 2020.
Dengan demikian, semua tahapan pilkada mulai pendaftaran, penetapan, rapat umum dan debat kandidat akan dijadwal ulang, paling tidak dimulai pada bulan September 2020.
Baca juga: Pengamat imbau pemerintah gelorakan semangat konsumsi pangan lokal
Menurut dia, semua tahapan pilkada dapat dilaksanakan apabila situasinya normal.
"Namun jika situasi COVID-19 belum berakhir dan jadwal tidak berubah, maka prosesnya menurut saya hanya ada empat tahap, yakni tahap pendaftaran, penetapan calon, pemilihan dan penetapan hasil," katanya.
Model ini hanya akan mengakomodasi proses administratif dan hak politik rakyat, yakni hak untuk memilih. Pemilihan oleh rakyat yang merupakan hak politik merupakan salah satu instrumen demokrasi.
Dia mengatakan, dengan memberi ruang bagi rakyat untuk memilih, maka secara demokrasi telah legal dan dan memiliki legitimasi.
Karena itu, yang perlu diatur oleh KPU adalah metode untuk memilih jika pemilihan berlangsung dalam suasana COVID-19, katanya menambahkan.