Kupang (ANTARA) - Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Linus Lusi mengatakan, perpanjangan jam operasional di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Pulau Timor yang berbatasan dengan negara Timor Leste, membutuhkan kajian dan pendalaman serta adanya kesepahaman secara terpadu.
"Soal durasi pemberlakuan 24 jam di PLBN di Pulau Timor membutuhkan pendalaman dan kesepahaman secara terpadu dari semua pihak terkait, kemudian baru bisa diberlakukan," kata Linus Lusi, di Kupang, Jumat, (12/6) berkaitan dengan permintaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Dili agar ke depan jam operasional PLBN di Pulau Timor, NTT yang berbatasan dengan negara Timor Leste agar bisa diperpanjang dari sebelumnya.
Saat ini jam operasional di PLBN Motaain dan Wini antara pukul 09.00 sampai 16.00 WITA.
Menurut Linus Lusi, Pemerintah Provinsi NTT melalui Badan Pengelola Perbatasan terus mencermati situasi pelintas batas di tiga PLBN terpadu, yakni Motaaon, Wini, dan Motamasin.
Baca juga: KBRI Dili minta jam operasinonal PLBN di Pulau Timor diperpanjang
Baca juga: Kemenkumham NTT: Petugas kesehatan perlu disiagakan di Pos Lintas Batas Turiskain
Selain Pos Lintas Batas Napan, Haumeni Ana, dan Oepoli di Kabupaten Timor Tengah Utara dan Turis Kain di Kabupaten Malaka, juga terus dalam pencermatan untuk melihat setiap perkembangan lalu lintas manusia dan barang dari dan ke dua wilayah itu.
"Sambil kita juga melihat animo ekspor maupun impor melalui PLBN, serta transmisi lokal dan perkembangan pandemi COVID-19 di masing-masing wilayah," katanya pula
Pada sisi lain, kata dia lagi, pemerintah provinsi juga mulai membuka akses pariwisata mulai tanggal 15 Juni 2020, dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan.
"Jadi beberapa aspek ini perlu dikaji dan dikoordinasikan secara terpadu dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan, bupati se-daratan Timor, pengelola PLBN, pihak konsulat RDTL, dan RI di Oecussi, Satgas COVID-19 untuk dibahas bersama demi keselamatan melalui mekanisme administrasi terpadu," katanya lagi .
Dia menambahkan, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah sangat terbuka menerima berbagai masukan, agar kehidupan pariwisata dan keamanan kesehatan harus sejalan.
Karena itu, soal durasi pemberlakuan 24 jam, dibutuhkan pendalaman dan kesepahaman secara terpadu, baru kemudian diberlakukan, kata Linus Lusi pula.
"Soal durasi pemberlakuan 24 jam di PLBN di Pulau Timor membutuhkan pendalaman dan kesepahaman secara terpadu dari semua pihak terkait, kemudian baru bisa diberlakukan," kata Linus Lusi, di Kupang, Jumat, (12/6) berkaitan dengan permintaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Dili agar ke depan jam operasional PLBN di Pulau Timor, NTT yang berbatasan dengan negara Timor Leste agar bisa diperpanjang dari sebelumnya.
Saat ini jam operasional di PLBN Motaain dan Wini antara pukul 09.00 sampai 16.00 WITA.
Menurut Linus Lusi, Pemerintah Provinsi NTT melalui Badan Pengelola Perbatasan terus mencermati situasi pelintas batas di tiga PLBN terpadu, yakni Motaaon, Wini, dan Motamasin.
Baca juga: KBRI Dili minta jam operasinonal PLBN di Pulau Timor diperpanjang
Baca juga: Kemenkumham NTT: Petugas kesehatan perlu disiagakan di Pos Lintas Batas Turiskain
Selain Pos Lintas Batas Napan, Haumeni Ana, dan Oepoli di Kabupaten Timor Tengah Utara dan Turis Kain di Kabupaten Malaka, juga terus dalam pencermatan untuk melihat setiap perkembangan lalu lintas manusia dan barang dari dan ke dua wilayah itu.
"Sambil kita juga melihat animo ekspor maupun impor melalui PLBN, serta transmisi lokal dan perkembangan pandemi COVID-19 di masing-masing wilayah," katanya pula
Pada sisi lain, kata dia lagi, pemerintah provinsi juga mulai membuka akses pariwisata mulai tanggal 15 Juni 2020, dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan.
"Jadi beberapa aspek ini perlu dikaji dan dikoordinasikan secara terpadu dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan, bupati se-daratan Timor, pengelola PLBN, pihak konsulat RDTL, dan RI di Oecussi, Satgas COVID-19 untuk dibahas bersama demi keselamatan melalui mekanisme administrasi terpadu," katanya lagi .
Dia menambahkan, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah sangat terbuka menerima berbagai masukan, agar kehidupan pariwisata dan keamanan kesehatan harus sejalan.
Karena itu, soal durasi pemberlakuan 24 jam, dibutuhkan pendalaman dan kesepahaman secara terpadu, baru kemudian diberlakukan, kata Linus Lusi pula.