Kupang (ANTARA) - Di penghujung Mei 2020, warga di Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya Kota Kupang, dikagetkan dengan penemuan sejumlah selebaran yang berisi tentang ajakan mengganti ideologi negara Indonesia dari Pancasila menjadi ideologi Khilafah.

Selebaran itu diselipkan ke dalam sejumlah surat kabar lokal yang dijual oleh loper koran di sejumlah ruas jalan seputar rambu-rambu lalu lintas di kota yang dikenal dengan sebutan Kota Kasih tersebut.

Menurut pengakuan seorang loper koran yang tak ingin identitasnya diungkap menyatakan bahwa dirinya dan beberapa rekan dibayar oleh orang yang tak dikenal pada tanggal 29 Mei lalu agar sejumlah selebaran itu dapat terjual bersamaan dengan surat kabar.

"Kami dibayar Rp20 ribu per orang agar mereka bisa menyelipkan sejumlah selebaran itu di dalam koran yang kami jual," kata loper koran yang sering mangkal di beberapa lokasi rambu-rambu lalu lintas di Kota Kupang.

Usai kehebohan tersebarnya selebaran itu, pada 30 Mei pagi, masyarakat di seluruh wilayah NTT, terutama di Kota Kupang kembali dihebohkan sebuah video. Isi video tersebut Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) NTT Suryadi Koda berdiri di depan kompleks Kantor Gubernur NTT saat menggelar pertemuan virtual bersama rekan-rekannya di daerah lain

Baca juga: Pemprov NTT minta kepolisian proses hukum penyebar ideologi khilafah
Baca juga: Artikel - Ketika smpah jadi penyebab DBD

Rapat virtual itu tersebar di media sosial. Kehebohan pun makin menjadi-jadi. Berbagai komentar dan hastag meminta aparat kepolisian untuk menangkap Ketua HTI itu juga muncul di media sosial. Selebaran soal ideologi Khilafah yang disebar melalui koran. ANTARA/HO
Bahkan, ada beberapa akun media sosial yang mulai menyudutkan umat muslim di NTT. Mereka lantas menghubung-hubungkan dengan kemunculan organisasi terlarang itu.

Melihat hal itu, aparat kepolisian setempat pun langsung bertindak. Pada tanggal 30 Mei siang, aparat kepolisian bekerja sama dengan ormas Brigade Meo menangkap Ketua HTI.

Berdasarkan informasi dari Brigade Meo, aparat kepolisian kemudian menangkap Suryadi Koda dan istrinya yang menyebarkan ideologi Khilafah di provinsi yang dikenal dengan tingkat toleransi umat beragama yang tinggi ini.

Keduanya ditangkap di salah satu indekos, Jalan Air Lobang 3, Kelurahan Sikumana, Kota Kupang, tak lama setelah mengikuti rapat virtual di depan Kantor Gubernur NTT itu.

Ketua Brigade Meo, Mercy Siubelan, mengatakan bahwa penggerebekan terhadap pasangan suami istri penganut organisasi terlarang HTI itu setelah pihaknya membaca pemberitaan media dan video yang beredar. Untuk mengantisipasi amukan warga, Brigade Meo berkoordinasi dengan aparat dari Kepolisian Sektor Maulafa.

Menurut dia, Suryadi Koda yang menyebarkan selebaran Khilafah itu merupakan pentolan HTI yang sudah sering berulah. "Dia (Suryadi, red.) pernah kami amankan. Sudah bebas dan sekarang berulah lagi," katanya.

Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota, AKBP Satria B. mengatakan bahwa pasangan Suryadi Koda bersama isteri ditangkap pada tanggal 30 Mei, kemudian pihaknya langsung mengamankan mereka di dalam sel atau tahanan.

Pemeriksaan pun berlangsung. Polisi menginterogasi pasangan mereka terkait dengan motif perbuatan mereka, lalu mencari tahu kelompok tersebut di NTT.

"Masyarakat tidak perlu khawatir, tetap beraktivitas seperti biasa di tengah pandemi COVID-19 ini, biarkan aparat kepolisian yang menangani," ujar Satria.

NKRI Harga Mati

Pascapenangkapan pasangan suami istri penyebar idelogi Khilafah itu memunculkan berbagai komentar dari berbagai kalangan yang mendukung pemberantasan ormas HTI tersebut di Bumi Flobamora (sebutan singkat untuk gugusan pulau-pulau di NTT yang meliputi Flores, Sumba, Timor, Alor).

Salah satunya adalah Gerakan Pemuda Ansor NTT yang selama ini memang selalu menemukan adanya dugaan pertemuan-pertemuan dari rumah ke rumah oleh kelompok HTI.

Ketua GP Ansor NTT, Ajhar Jowe, mengkhawatirkan penangkapan terhadap pentolan HTI NTT Itu justru akan memunculkan tokoh HTI baru di Kota Kupang yang mempunyai visi dan misi yang sama seperti Suryadi Koda.

Menurut Ajhar, salah satu strategis mereka jika belum punya basis, mereka diam dan tidak mau muncul di tengah publik. Namun, ketika sudah memiliki kekuatan atau basis, mereka berani menunjukkan diri dengan cara apa pun.

"Artinya, pada hari ini Suryadi Koda (Pentolan HTI) diamankan oleh polisi dan terus dilakukan proses hukum, sudah jelas pengganti Suryadi Koda sudah ada," katanya.

Menurut Ajhar, itu cara-cara melalui kaderisasi mereka sehingga sampai kapan pun organisasi terlarang itu akan tetap ada di seluruh kota, termasuk di Kota Kupang, Ibu Kota Provinsi NTT.

Tidak hanya itu, GP Ansor juga menilai bahwa kehadiran kembali organisasi terlarang HTI yang menyebarkan ideologi Khilafah di NTT menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Provinsi NTT dan penegak hukum di daerah itu.

Alasannya karena sejak HTI dibubarkan oleh pemerintah pusat, Pemprov NTT dan aparat keamanan di provinsi itu menganggap remeh dengan menilai bahwa organisasi itu tidak akan melakukan gerakan apa pun di provinsi berbasis kepulauan itu.

Secara terpisah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi NTT pun angkat bicara. Ketua MUI NTT, Abdil Kadir Makarim, mendukung aparat kepolisian untuk menangkap dan memproses hukum penyebar ideologi Khilafah di wilayah itu.

"Kami setuju. Silakan polisi menangkap dan memproses manusia-manusia yang suka menyebar paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945," katanya menegaskan.

MUI juga meminta aparat kepolisian untuk mengembangkan kasus ini guna mengetahui jaringan yang selama ini beroperasi di NTT.

"Kita sudah sepakat NKRI harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Siapa pun yang melakukan aktivitas yang dapat mengganggu keutuhan NKRI harus diproses secara hukum," katanya.

Tanggapan Pemprov

Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat dan Wakilnya Josef Nae Soi sejak awal memimpin provinsi ini sudah sepakat agar berbagai ormas yang mengganggu ideologi NKRI ini harus dibasmi.

Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi menegaskan bahwa polisi harus mengamankan Suryadi Koda dan kelompoknya. Bahkan, harus dibasmi sampai akar-akarnya.

Ia menginginkan agar aparat keamanan di NTT bekerja keras untuk menangkap para penyebar ideologi Khilafah tersebut di provinsi berbasiskan kepulauan itu.

"Kami minta kepolisian proses hukum terhadap para pelaku penyebar ideologi Khilafah. Jangan dibiarkan berkembang karena organisasi itu sudah dilarang," katanya menandaskan.

Menurut Josef Nae Soi, aturan yang melarang terhadap identitas atau ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ideologi negara masih berlaku.

"Jangan ganggu toleransi umat beragama di NTT yang sudah terjalin dengan sangat baik. Kita akan tegas dengan hal ini," tegasnya.

Pewarta : Kornelis Kaha
Editor : Kornelis Aloysius Ileama Kaha
Copyright © ANTARA 2024