Kupang (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Timur menyatakan bahwa penanganan masalah kekerasan terhadap perempuan di provinsi itu butuh keterlibatan semua pihak.
"Penanganan kekerasan terhadap kaum perempuan ini tidak bisa dilakukan oleh instansi atau organisasi tertentu saja, tetapi juga butuh keterlibatan semua pihak," kata Ketua DPRD Provinsi NTT Emelia Nomleni di Kupang, Sabtu, (3/10).
Hal ini menanggapi peluncuran program "Women Care Day" Polda NTT yang dilakukan di halaman Markas Polres Kupang Kota oleh Kapolda NTT Irjen Pol. Lotharia Latif.
Peluncuran program tersebut yang dilakukan oleh Polda NTT, menurut dia, adalah bukti nyata keterlibatan Polda NTT dalam hal mengurangi berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan.
"Hal-hal seperti ini yang kita butuhkan. Artinya, edukasi dan tindakan-tindakan lebih nyata dan konkret seperti yang dilakukan dalam hal pelayanan SIM, khusus bagi perempuan pada hari Sabtu," katanya.
Edukasi itu, lanjut dia, tidak hanya bagi kaum perempuan, tetapi juga bagi kaum pria untuk memahami atau mengerti bahwa sesungguhnya ruang bagi perempuan itu harus diberikan.
"Di sini bukan berarti bahwa kaum perempuan mau yang enak-enak. Itu tidak. Akan tetapi, ruang itu diberikan bagi kami untuk bisa melakukan banyak kegiatan salah satunya dalam hal pelayanan di tempat publik," kata Emelia.
Terkait dengan seberapa parah kasus kekerasan terhadap perempuan di NTT, menurut dia, bergantung pada angka. Namun, angka tersebut juga tidak hanya dilhat dari kenaikan angka, tetapi juga ada kesadaran.
Ia mengakui bahwa kenaikan angka kekerasan terhadap perempuan masih cukup tinggi di NTT.
Menurut data yang dimiliki oleh Polda NTT, angka kasus kekerasan terhadap perempuan dalam 3 tahun terakhir cukup tinggi.
Baca juga: Polres Kupang buka layanan perpanjangan SIM khusus kaum perempuan
Baca juga: Komnas Perempuan: Kasus kekerasan seksual selama 2019 capai 4.898
Pada tahun 2018 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 637 kasus, kemudian pada tahun 2019 angkanya mencapai 721 kasus, lalu selama 2020 terhitung dari Januari hingga Agustus jumlah kasusnya mencapai 414 kasus.
"Nah, ini berarti butuh seluruh kita bergandengan tangan untuk mengatasi hal ini. Tidak bisa satu pihak. Kalau memang dari Polri ada, ini sesuatu yang luar biasa," katanya.
"Penanganan kekerasan terhadap kaum perempuan ini tidak bisa dilakukan oleh instansi atau organisasi tertentu saja, tetapi juga butuh keterlibatan semua pihak," kata Ketua DPRD Provinsi NTT Emelia Nomleni di Kupang, Sabtu, (3/10).
Hal ini menanggapi peluncuran program "Women Care Day" Polda NTT yang dilakukan di halaman Markas Polres Kupang Kota oleh Kapolda NTT Irjen Pol. Lotharia Latif.
Peluncuran program tersebut yang dilakukan oleh Polda NTT, menurut dia, adalah bukti nyata keterlibatan Polda NTT dalam hal mengurangi berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan.
"Hal-hal seperti ini yang kita butuhkan. Artinya, edukasi dan tindakan-tindakan lebih nyata dan konkret seperti yang dilakukan dalam hal pelayanan SIM, khusus bagi perempuan pada hari Sabtu," katanya.
Edukasi itu, lanjut dia, tidak hanya bagi kaum perempuan, tetapi juga bagi kaum pria untuk memahami atau mengerti bahwa sesungguhnya ruang bagi perempuan itu harus diberikan.
"Di sini bukan berarti bahwa kaum perempuan mau yang enak-enak. Itu tidak. Akan tetapi, ruang itu diberikan bagi kami untuk bisa melakukan banyak kegiatan salah satunya dalam hal pelayanan di tempat publik," kata Emelia.
Terkait dengan seberapa parah kasus kekerasan terhadap perempuan di NTT, menurut dia, bergantung pada angka. Namun, angka tersebut juga tidak hanya dilhat dari kenaikan angka, tetapi juga ada kesadaran.
Ia mengakui bahwa kenaikan angka kekerasan terhadap perempuan masih cukup tinggi di NTT.
Menurut data yang dimiliki oleh Polda NTT, angka kasus kekerasan terhadap perempuan dalam 3 tahun terakhir cukup tinggi.
Baca juga: Polres Kupang buka layanan perpanjangan SIM khusus kaum perempuan
Baca juga: Komnas Perempuan: Kasus kekerasan seksual selama 2019 capai 4.898
Pada tahun 2018 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 637 kasus, kemudian pada tahun 2019 angkanya mencapai 721 kasus, lalu selama 2020 terhitung dari Januari hingga Agustus jumlah kasusnya mencapai 414 kasus.
"Nah, ini berarti butuh seluruh kita bergandengan tangan untuk mengatasi hal ini. Tidak bisa satu pihak. Kalau memang dari Polri ada, ini sesuatu yang luar biasa," katanya.