Kupang (Antara NTT) - Hasil deteksi satelit Terra dan Aqua menunjukkan bahwa titik panas (hotspot) yang menjadi pemicu utama terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Nusa Tenggara Timur, lebih banyak terdeteksi di daratan Pulau Timor bagian barat.
"Wilayah-wilayah di daratan Pulau Timor bagian barat seperti Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka dan Belu terlihat sangat jelas titik-titik api tersebut berdasarkan hasil deteksi satelit Terra dan Aqua," kata Kepala Stasiun Meteorologi El Tari Kupang Bambang Setiatji di Kupang, Senin.
Berdasarkan hasil foto satelit tersebut, kata Bambang, ada sekitar delapan titik panas (hotspot) di daratan Pulau Timor bagian barat yang patut diwaspadai karena berpotensi memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan di sekitarnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyatakan jumlah hotspot secara nasional berkurang hingga 70-90 persen, namun kewaspadaan perlu terus ditingkatkan seiring dengan masuknya musim kering yang disertai pula dengan angin kencang ini.
Jumlah hotspot tahun 2016 dibanding tahun 2015 (Periode 1 Januari-28 Agustus) dari pantauan satelit NOAA18/19 mengalami penurunan dari 8.247 titik tahun lalu, menjadi 2.356 titik pada tahun ini atau lebih dari 74,64 persen.
Penurunan terbesar terjadi di Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah. Di Riau, pada periode yang sama tahun 2015 terdapat 1.292 titik api. Sementara tahun ini turun jadi 317 titik. Sedangkan di Kalteng, dari 1.137 titik api tahun lalu, turun menjadi 56 titik api pada tahun ini.
Berdasarkan hasil foto satelit tersebut, kata Bambang, ada sekitar delapan titik panas (hotspot) di daratan Pulau Timor bagian barat yang patut diwaspadai karena berpotensi memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan di sekitarnya.
Sementara itu, untuk daratan Pulau Flores, satelit Terra dan Aqua berhasil mendeteksi tiga titik panas (hotspot) di Nusa Bunga--sebutan khas Pulau Flores--serta satu lagi titik panas di Pulau Sumba.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyatakan jumlah hotspot secara nasional berkurang hingga 70-90 persen, namun kewaspadaan perlu terus ditingkatkan seiring dengan masuknya musim kering yang disertai pula dengan angin kencang ini.
Jumlah hotspot tahun 2016 dibanding tahun 2015 (Periode 1 Januari-28 Agustus) dari pantauan satelit NOAA18/19 mengalami penurunan dari 8.247 titik tahun lalu, menjadi 2.356 titik pada tahun ini atau lebih dari 74,64 persen.
Penurunan terbesar terjadi di Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah. Di Riau, pada periode yang sama tahun 2015 terdapat 1.292 titik api. Sementara tahun ini turun jadi 317 titik. Sedangkan di Kalteng, dari 1.137 titik api tahun lalu, turun menjadi 56 titik api pada tahun ini.