Kupang (Antara NTT) - Bank Indonesia Kantor Perwakilan (KPw) Nusa Tenggara Timur mencatat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-II 2017 tercatat sebesar Rp22,25 triliun (Atas Dasar Harga Berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01 persen (yoy).
"Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II 2017 mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan-I 2017 sebesar 4,98 persen, meskipun sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II-2016 yang tumbuh 5,35 persen," kata Analis Ekonomi Bank Indonesia KPw NTT Petrus Endria Effendi di Kupang, Rabu.
Ia mengatakan hal itu ketika melakukan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2017 yang dilakukan secara terjadwal dalam tahun anggaran berjalan untuk mengetahui kinerja sistem keuangan.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi didorong terutama oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan hari raya Idul Fitri 1438 Hijriah serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan infrastruktur/bangunan oleh pemerintah.
Hal tersebut katanya tercermin pula dari tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian, kehutanan dan perikanan seiring meningkatnya pembangunan irigasi persawahan.
"Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II 2017 mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan-I 2017 sebesar 4,98 persen, meskipun sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II-2016 yang tumbuh 5,35 persen," kata Analis Ekonomi Bank Indonesia KPw NTT Petrus Endria Effendi di Kupang, Rabu.
Ia mengatakan hal itu ketika melakukan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2017 yang dilakukan secara terjadwal dalam tahun anggaran berjalan untuk mengetahui kinerja sistem keuangan.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi didorong terutama oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan hari raya Idul Fitri 1438 Hijriah serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan infrastruktur/bangunan oleh pemerintah.
Hal tersebut katanya tercermin pula dari tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian, kehutanan dan perikanan seiring meningkatnya pembangunan irigasi persawahan.
Namun demikian, pertumbuhan PMTB/investasi belum terlalu dirasakan oleh pelaku ekonomi lokal yang tercermin dari jasa konstruksi yang justru mengalami perlambatan pertumbuhan.
"Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sebagai kelompok pengeluaran dengan pangsa terbesar tumbuh sebesar 5,55 persen (yoy) dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017," katanya.
Hal tersebut tak lepas dari adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat.
"Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sebagai kelompok pengeluaran dengan pangsa terbesar tumbuh sebesar 5,55 persen (yoy) dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017," katanya.
Hal tersebut tak lepas dari adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat.
Di samping itu, pertumbuhan dari sisi pengeluaran didorong pula oleh kelompok Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh sebesar 7,32 persen (yoy).
Selesainya penandatanganan paket proyek pemerintah pada Mei 2017 setelah sebelumnya terhambat perubahan nomenklatur di triwulan I-2017 mampu meningkatkan realisasi investasi pembangunan infrastruktur sehingga berdampak pada peningkatan PMTB/investasi di triwulan II 2017.
Dari sisi sektoral, katanya pertumbuhan didorong oleh tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian, kehutanan dan perikanan (5,06 persen yoy).
Selesainya penandatanganan paket proyek pemerintah pada Mei 2017 setelah sebelumnya terhambat perubahan nomenklatur di triwulan I-2017 mampu meningkatkan realisasi investasi pembangunan infrastruktur sehingga berdampak pada peningkatan PMTB/investasi di triwulan II 2017.
Dari sisi sektoral, katanya pertumbuhan didorong oleh tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian, kehutanan dan perikanan (5,06 persen yoy).
Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 yang didorong oleh adanya musim panen padi, masih mampu tumbuh sebesar 5,06 persen (yoy).
Pertumbuhan terutama ditopang oleh pengiriman ternak yang masih terus dilakukan seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi terutama untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Administrasi pemerintahan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan I 2017 didorong oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS, namun melambat dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun 2017.
Sektor konstruksi masih tumbuh di atas 5 persen (yoy) meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan II 2016 seiring masih berjalannya proyek-proyek pemerintah.
"Perlambatan terutama dipengaruhi oleh beberapa proyek Pemerintah Pusat di NTT yang saat ini sedang berjalan telah memasuki tahap penyelesaian, seperti Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang sementara proyek strategis lainnya yang berjalan," katanya.
Pertumbuhan terutama ditopang oleh pengiriman ternak yang masih terus dilakukan seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi terutama untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Administrasi pemerintahan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan I 2017 didorong oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS, namun melambat dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun 2017.
Sektor konstruksi masih tumbuh di atas 5 persen (yoy) meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan II 2016 seiring masih berjalannya proyek-proyek pemerintah.
"Perlambatan terutama dipengaruhi oleh beberapa proyek Pemerintah Pusat di NTT yang saat ini sedang berjalan telah memasuki tahap penyelesaian, seperti Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang sementara proyek strategis lainnya yang berjalan," katanya.
Inflasi terkendali
Di bagian lain penjelasannya, Effendi juga mengatakan bahwa inflasi NTT triwulan II 2017 cukup terkendali dari nilai inflasi hanya sebesar 2,45 persen (yoy) atau jauh di bawah rata-rata nasional yang sebesar 4,37 persen (yoy) atau rata-rata 3 tahun terakhir yang mencapai 4,49 persen.
"Terkendalinya inflasi tersebut tercermin dari nilai inflasi yang hanya sebesar 2,45 persen (yoy) atau jauh di bawah rata-rata nasional yang 4,37 persen (yoy) atau rata-rata 3 tahun terakhir yang mencapai 4,49 persen," katanya menjelaskan.
Menurut dia kondisi cuaca yang relatif terkendali mampu membuat harga bahan makanan mengalami penurunan di sepanjang triwulan II 2017 dan berkontribusi besar dalam menjaga inflasi di tengah kenaikan permintaan karena adanya berbagai libur keagamaan dan sekolah serta tambahan gaji ke-13 dan THR.
"Angkutan udara menjadi penyumbang utama tingginya inflasi komoditas pada triwulan II 2017 dengan kenaikan hingga 26,25 persen (yoy) dibanding tahun sebelumnya dikarenakan tingginya permintaan angkutan udara menjelang hari raya Idul Fitri dan libur sekolah," katanya.
Adapun inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,1-3,5 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan 2016 yang sebesar 2,48 persen (yoy).
Tarif listrik katanya menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 yang disebabkan oleh kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya 900 watt pada triwulan I dan II hingga lebih dari 100 persen.
Demikian juga dengan kenaikan biaya perpanjangan STNK. Dari total 10 (sepuluh) komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara tahunan, 5 (lima) komoditas merupakan komoditas yang diatur pemerintah, 4 (empat) komoditas berupa komoditas bahan makanan dan 1 (satu) komoditas mobil.
Adapun berdasarkan 10 (sepuluh) komoditas penyumbang deflasi utama, 9 (sembilan) komoditas di antaranya berupa komoditas bahan makanan dan 1 (satu) adalah gula pasir yang tergolong dalam komoditas minuman tak beralkohol.
Berikut sawi putih menjadi komoditas dengan penurunan harga terbesar hingga 28,01 persen (yoy), diikuti ikan kembung (25,13 persen), daging ayam ras (25,06 persen) dan tomat sayur (37,28 persen).
Kondisi cuaca yang membaik paska La Nina di triwulan I-2017 membuat produksi pertanian mengalami kenaikan yang berdampak pada penurunan harga komoditas.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya kenaikan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) dapat ditahan oleh penurunan inflasi volatile food, sehingga secara tahunan, inflasi masih dapat relatif terjaga.
"Terkendalinya inflasi tersebut tercermin dari nilai inflasi yang hanya sebesar 2,45 persen (yoy) atau jauh di bawah rata-rata nasional yang 4,37 persen (yoy) atau rata-rata 3 tahun terakhir yang mencapai 4,49 persen," katanya menjelaskan.
Menurut dia kondisi cuaca yang relatif terkendali mampu membuat harga bahan makanan mengalami penurunan di sepanjang triwulan II 2017 dan berkontribusi besar dalam menjaga inflasi di tengah kenaikan permintaan karena adanya berbagai libur keagamaan dan sekolah serta tambahan gaji ke-13 dan THR.
"Angkutan udara menjadi penyumbang utama tingginya inflasi komoditas pada triwulan II 2017 dengan kenaikan hingga 26,25 persen (yoy) dibanding tahun sebelumnya dikarenakan tingginya permintaan angkutan udara menjelang hari raya Idul Fitri dan libur sekolah," katanya.
Adapun inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,1-3,5 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan 2016 yang sebesar 2,48 persen (yoy).
Tarif listrik katanya menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 yang disebabkan oleh kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya 900 watt pada triwulan I dan II hingga lebih dari 100 persen.
Demikian juga dengan kenaikan biaya perpanjangan STNK. Dari total 10 (sepuluh) komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara tahunan, 5 (lima) komoditas merupakan komoditas yang diatur pemerintah, 4 (empat) komoditas berupa komoditas bahan makanan dan 1 (satu) komoditas mobil.
Adapun berdasarkan 10 (sepuluh) komoditas penyumbang deflasi utama, 9 (sembilan) komoditas di antaranya berupa komoditas bahan makanan dan 1 (satu) adalah gula pasir yang tergolong dalam komoditas minuman tak beralkohol.
Berikut sawi putih menjadi komoditas dengan penurunan harga terbesar hingga 28,01 persen (yoy), diikuti ikan kembung (25,13 persen), daging ayam ras (25,06 persen) dan tomat sayur (37,28 persen).
Kondisi cuaca yang membaik paska La Nina di triwulan I-2017 membuat produksi pertanian mengalami kenaikan yang berdampak pada penurunan harga komoditas.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya kenaikan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) dapat ditahan oleh penurunan inflasi volatile food, sehingga secara tahunan, inflasi masih dapat relatif terjaga.
Penyerapan menurun
Ketika menyinggung tentang penyerapan anggaran, Effendi menjelaskan bahwa penyerapan anggaran pendapatan pemerintah di NTT hingga triwulan II 2017 mengalami penurunan sebesar 0,64 persen atau menjadi Rp25,48 triliun sebagai dampak penyesuaian pos pendapatan APBN.
"Penyerapan anggaran pendapatan daerah telah mencapai Rp11,74 triliun atau 46,06 persen dari total anggaran pendapatan tahun 2017," katanya dan menambahkan pencapaian tersebut, tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 51,36 persen dan 53,3 persen.
"Realisasi pendapatan terbesar diperoleh dari APBN sebesar 48,82 persen. APBD kabupaten/kota yang memiliki komposisi 80 persen dari total anggaran pendapatan baru terealisasi sebesar 45,50 persen," katanya.
Dari sisi belanja, katanya, realisasi belanja ketiga anggaran cukup baik. "Secara keseluruhan, realisasi anggaran belanja daerah mencapai 8,91 persen atau lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2016 dan triwulan I 2015 yang sebesar 8,70 persen dan 7,30 persen.
Pencapaian tersebut didorong oleh realisasi anggaran belanja APBD kabupaten/kota yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015, yakni sebesar 7,67 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015 sebesar 7,31 persen dan 7,49 persen.
Di samping itu, realisasi anggaran belanja APBD NTT mencapai 13,26 persen dengan realisasi terbesar pada belanja konsumsi yang mencapai 14,94 persen, sementara belanja APBN sampai periode laporan terealisasi 9,60 persen.
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan I 2017, namun sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II 2016.
Pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijirah serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan infrastruktur/bangunan oleh pemerintah.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II 2017 mencapai 5,01 persen (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 4,98 persen (yoy) dan melambat dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang tumbuh 5,35 persen (yoy).
"Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tercatat sama dengan nasional yang sebesar 5,01 persen (yoy). Adapun total PDRB Provinsi NTT pada triwulan I 2017 mencapai Rp 22,25 triliun," kata Effendi.
"Penyerapan anggaran pendapatan daerah telah mencapai Rp11,74 triliun atau 46,06 persen dari total anggaran pendapatan tahun 2017," katanya dan menambahkan pencapaian tersebut, tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 51,36 persen dan 53,3 persen.
"Realisasi pendapatan terbesar diperoleh dari APBN sebesar 48,82 persen. APBD kabupaten/kota yang memiliki komposisi 80 persen dari total anggaran pendapatan baru terealisasi sebesar 45,50 persen," katanya.
Dari sisi belanja, katanya, realisasi belanja ketiga anggaran cukup baik. "Secara keseluruhan, realisasi anggaran belanja daerah mencapai 8,91 persen atau lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2016 dan triwulan I 2015 yang sebesar 8,70 persen dan 7,30 persen.
Pencapaian tersebut didorong oleh realisasi anggaran belanja APBD kabupaten/kota yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015, yakni sebesar 7,67 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015 sebesar 7,31 persen dan 7,49 persen.
Di samping itu, realisasi anggaran belanja APBD NTT mencapai 13,26 persen dengan realisasi terbesar pada belanja konsumsi yang mencapai 14,94 persen, sementara belanja APBN sampai periode laporan terealisasi 9,60 persen.
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan I 2017, namun sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II 2016.
Pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijirah serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan infrastruktur/bangunan oleh pemerintah.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II 2017 mencapai 5,01 persen (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 4,98 persen (yoy) dan melambat dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang tumbuh 5,35 persen (yoy).
"Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tercatat sama dengan nasional yang sebesar 5,01 persen (yoy). Adapun total PDRB Provinsi NTT pada triwulan I 2017 mencapai Rp 22,25 triliun," kata Effendi.