Kupang (Antara NTT) - Kepala Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Timur Maritje Pattiwaellapia mengatakan struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setempat menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada triwulan II-2017 stagnan atau tidak menunjukkan perubahan berarti.
"Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi NTT triwulan II-2017 (yoy), maka lapangan usaha pertanian memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 1,42 persen, diikuti jasa pendidikan sebesar 0,63 persen, informasi dan komunikasi sebesar 0,60 persen dan konstruksi sebesar 0,55 persen," katanya di Kupang, Rabu.
Artinya, kata dia, lapangan usaha pertanian serta administrasi pemerintahan masih mendominasi perekonomian NTT
Bahkan, kata dia dari, sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2017 terhadap triwulan II-2016 terjadi pada semua komponen pengeluaran.
Pertumbuhan tertinggi dicapai komponen pengeluaran konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (PKLNPRT) sebesar 10,58 persen.
Diikuti pengeluaran perubahan inventori (PI) sebesar 7,75 persen, lalu komponen pengeluaran pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 7,32 persen.
"Struktur PDRB NTT menurut pengeluaran atas dasar harga berlaku triwulan II-2017 tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Aktivitas permintaan akhir masih didominasi oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (76,05 persen) yang mencakup lebih dari separuh PDRB NTT," katanya.
Komponen lainnya, kata dia, yang memiliki peranan besar terhadap PDRB NTT secara berturut-turut adalah Pembentukan Modal Tetap Bruto (41,96 persen), Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (26,05 persen) dan ekspor barang dan jasa (18,21 persen).
Sedangkan pengeluaran konsumsi LNPRT (3,24 persen) dan Perubahan Inventori (0,67 persen) relatif kecil.
"Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi NTT triwulan II-2017 (yoy), maka Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan komponen dengan sumber pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 4,39 persen, diikuti komponen pengeluaran pembentukan modal tetap bruto sebesar 3,13 persen," katanya.
Ia mengatakan, sebelumnya (triwulan I-2017) kontribusi sektor pertanian bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setempat hanya dua persen dibanding sektor konstruksi dan pariwisata.
Bahkan dari sejumlah sektor yang tengah dikembangkan di Nusa Tenggara Timur sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian pokok sekitar 80 persen dari 5,03 total penduduk setempat yang paling banyak menyumbang angka kemiskinan di daerah ini.
Hal ini (sumbang kemiskinan) terjadi karena sebagian besar masyarakat desa hidup dari bertani dengan sistem tebas bakar serta mengabaikan pola pertanian yang modern dan berorientasi pasar.
"Wajar saja karena mayoritas orang NTT memilih mengonsumsi pangan beras/nasi ketimbang produk lokal yang ada dan dimiliki daerah yang berkarakteristik iklim semi arid dan cocok untuk mengembangkan sektor pertanian.