Kupang (ANTARA) - Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) mengajak 23 petani kopi yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kopi Jahe Manggarai (APEKAM) dan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Kopi Arabika Flores Manggarai untuk melakukan studi banding di empat kota di Pulau Jawa.
Seorang anggota Apekam, Romo Tarsisius Syukur kepada ANTARA saat dihubungi dari Kupang, Kamis, (25/3) mengatakan kegiatan studi banding di empat wilayah di pulau Jawa yakni Magelang, Yogyakarta, Banyuwangi, dan Jember dalam meningkatan kualitas SDM para petani kopi, khususnya dalam bidang pengolahan dan budidaya kopi serta strategi pemasaran hasil olahan kopi.
"Kami ini merupakan gabungan dari berbagai organisasi petani kopi dan jahe yang ada di Manggarai Raya. 'Kami diundang oleh BOPLBF untuk melaksanakan studi banding di empat kota di pulauJawa," katanya.
Romo Tarsisius menjelaskan kegiatan studi banding yang sudah dijalankan sejak 21 Maret dan akan berakhir pada 27 Maret itu digunakan untuk mengunjungi beberapa kota yang telah memiliki sistem pengolahan dan budidaya tanaman kopi yang sangat baik.
Ia mengemukakan bahwa studi banding yang diinisiasi oleh BOPLBF tentunya akan membuat 23 petani kopi itu mendapatkan ilmu konstruktif serta pengalaman baru yang menjadi sumber inspiratif untuk memberdayakan masyarakat petani dan mampu mengolah lahan potensial yang ada.
Tak hanya itu Romo Tarsisius juga menilai bahwa dengan kegiatan yang diinisiasi oleh BOPLBF itu tentu merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) para petani kopi sehingga mampu menghasilkan tanaman kopi yang berkualitas dan bernilai jual tinggi serta memiliki pengetahuan akan strategi pemasaran yang selama ini masih menjadi permasalahan utama yang dihadapi oleh para petani Kop.
Baca juga: CHSE untuk MICE tanda kebangkitan pariwisata Labuan Bajo
Menurut dia keberadaan rentenir yang membeli kopi para petani dengan harga yang murah juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi. Kondisi ekonomi yang lemah pun membuat para petani tidak memiliki opsi lain selain menjual kopi kepada para rentenir.
"Kondisi nyata petani kopi selama ini bahwa para petani mengalami besar pasak daripada tiang, pengeluaran lebih besar daripada pemasukan. Harga dikendalikan oleh cukong atau rentenir. Hasil yang didapatkan tidak sebanding dengan pengorbanan mereka. Para petani memahami tugas dan panggilan mereka, mereka sudah berjuang memanfaatkan lahan-lahan potensial yang ada namun yang menjadi soal itu juga adalah pemasaran," ujar Romo Tarsisius
Baca juga: Desa Liang Ndara di Mabar resmi jadi desa wisata berkelanjutan
Direktur Utama BOPLBF Shana Fatina sangat berharap para peserta dapat menimba ilmu sebanyak-banyaknya dan dapat diterapkan ketika pulang nanti.
“Di sini kita sama-sama belajar, semoga materi dan diskusi yang telah dipaparkan bisa menjadi ilmu untuk kita semua sehingga setelah pulang nanti, kami bisa bergerak bersama dan juga berbagi peran dalam mengembangkan agro wisata kopi di Labuan bajo Flores. Dengan benchmarking ini, harapannya para peserta dapat membawa pulang banyak ilmu yang nantinya dapat diterapkan," tambah Shana.
Seorang anggota Apekam, Romo Tarsisius Syukur kepada ANTARA saat dihubungi dari Kupang, Kamis, (25/3) mengatakan kegiatan studi banding di empat wilayah di pulau Jawa yakni Magelang, Yogyakarta, Banyuwangi, dan Jember dalam meningkatan kualitas SDM para petani kopi, khususnya dalam bidang pengolahan dan budidaya kopi serta strategi pemasaran hasil olahan kopi.
"Kami ini merupakan gabungan dari berbagai organisasi petani kopi dan jahe yang ada di Manggarai Raya. 'Kami diundang oleh BOPLBF untuk melaksanakan studi banding di empat kota di pulauJawa," katanya.
Romo Tarsisius menjelaskan kegiatan studi banding yang sudah dijalankan sejak 21 Maret dan akan berakhir pada 27 Maret itu digunakan untuk mengunjungi beberapa kota yang telah memiliki sistem pengolahan dan budidaya tanaman kopi yang sangat baik.
Ia mengemukakan bahwa studi banding yang diinisiasi oleh BOPLBF tentunya akan membuat 23 petani kopi itu mendapatkan ilmu konstruktif serta pengalaman baru yang menjadi sumber inspiratif untuk memberdayakan masyarakat petani dan mampu mengolah lahan potensial yang ada.
Tak hanya itu Romo Tarsisius juga menilai bahwa dengan kegiatan yang diinisiasi oleh BOPLBF itu tentu merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) para petani kopi sehingga mampu menghasilkan tanaman kopi yang berkualitas dan bernilai jual tinggi serta memiliki pengetahuan akan strategi pemasaran yang selama ini masih menjadi permasalahan utama yang dihadapi oleh para petani Kop.
Baca juga: CHSE untuk MICE tanda kebangkitan pariwisata Labuan Bajo
Menurut dia keberadaan rentenir yang membeli kopi para petani dengan harga yang murah juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi. Kondisi ekonomi yang lemah pun membuat para petani tidak memiliki opsi lain selain menjual kopi kepada para rentenir.
"Kondisi nyata petani kopi selama ini bahwa para petani mengalami besar pasak daripada tiang, pengeluaran lebih besar daripada pemasukan. Harga dikendalikan oleh cukong atau rentenir. Hasil yang didapatkan tidak sebanding dengan pengorbanan mereka. Para petani memahami tugas dan panggilan mereka, mereka sudah berjuang memanfaatkan lahan-lahan potensial yang ada namun yang menjadi soal itu juga adalah pemasaran," ujar Romo Tarsisius
Baca juga: Desa Liang Ndara di Mabar resmi jadi desa wisata berkelanjutan
Direktur Utama BOPLBF Shana Fatina sangat berharap para peserta dapat menimba ilmu sebanyak-banyaknya dan dapat diterapkan ketika pulang nanti.
“Di sini kita sama-sama belajar, semoga materi dan diskusi yang telah dipaparkan bisa menjadi ilmu untuk kita semua sehingga setelah pulang nanti, kami bisa bergerak bersama dan juga berbagi peran dalam mengembangkan agro wisata kopi di Labuan bajo Flores. Dengan benchmarking ini, harapannya para peserta dapat membawa pulang banyak ilmu yang nantinya dapat diterapkan," tambah Shana.