Kupang (Antara NTT) - Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo mendorong para petani di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur agar mengurangi penggunaan pupuk urea, karena berdampak pada merosotnya produktivitas pertanian.
"Penggunaan pupuk urea harus dikurangi karena menyebabkan unsur hara tanah merosot dan berakibat pada produktivitas hasil pertanian kita," kata Firman Soebagyo, anggota Komisi IV yang bermitra dengan Kementerian Pertanian itu di Kabupaten Kupang, Senin
Ia mengatakan hal itu di selah kunjungan kerja bersama Ketua DPR RI Setya Novanto dalam rangka melakukan panen raya bersama para petani di Desa Noelbaki, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.
Firman menjelaskan, penggunaan pupuk urea yang berlebihan akan berdampak membuat tingkat kesuburan tanah pertanian merosot dengan kondisi unsur hara di bawah 5 persen.
Hal itu, lanjutnya, membuat produktivitas hasil pertanian dalam sekali panen untuk setiap hektare lahan akan sulit mencapai lebih dari 5 ton.
"Supaya hasil pertanian per hektare bisa di atas 5 persen maka penggunaan pupuk urea harus dikurangi," katanya.
Firman juga menanyakan penggunaan pupuk urea dan diketahui bahwa para petani setempat memanfaatkan pupuk urea mencapai 200 kilogram untuk satu hektare lahan.
Untuk itu, ia meminta agar penggunaan pupuk urea seperti itu dikurangi dengan hanya memanfaatkan sekitar 100 kilogram saja, sementara sisanya menggunakan pupuk organik.
"Tapi pupuk organik juga yang digunakan juga harus benar, jangan petroganik karena kualitasnya jelek," katanya.
Lebih lanjut, Firman mengingatkan pentinganya penguatan hasil pangan lokal karena mengingat penelitian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa jumlah penduduk dunia di tahun 2050 diperkirakan mencapai 9,6 miliar.
Sementara sampai hari ini jumlah penduduk dunia sudah tercatat mencapai 7,2 miliar orang yang mayoritas makanan pokoknya beras, katanya.
Menurutnya, peningkatan populasi dunia tersebut berdampak pada pemanfaatan energi pangan yang cukup besar, untuk itulah pihaknya terus mendorong agar setiap daerah bisa mengembangkan budaya konsumsi pangan lokal.
"Seperti di Papua yang memiliki budaya konsumsi sagu dan ubi sebetulnya kita lestarikan hanya proteinnya yang ditambah, demikian juga di Madura yang memiliki kebiasaan konsumsi jagung juga kita dorong tinggal saja konsumsi proteinnya yang ditambah," katanya.
"Penggunaan pupuk urea harus dikurangi karena menyebabkan unsur hara tanah merosot dan berakibat pada produktivitas hasil pertanian kita," kata Firman Soebagyo, anggota Komisi IV yang bermitra dengan Kementerian Pertanian itu di Kabupaten Kupang, Senin
Ia mengatakan hal itu di selah kunjungan kerja bersama Ketua DPR RI Setya Novanto dalam rangka melakukan panen raya bersama para petani di Desa Noelbaki, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.
Firman menjelaskan, penggunaan pupuk urea yang berlebihan akan berdampak membuat tingkat kesuburan tanah pertanian merosot dengan kondisi unsur hara di bawah 5 persen.
Hal itu, lanjutnya, membuat produktivitas hasil pertanian dalam sekali panen untuk setiap hektare lahan akan sulit mencapai lebih dari 5 ton.
"Supaya hasil pertanian per hektare bisa di atas 5 persen maka penggunaan pupuk urea harus dikurangi," katanya.
Firman juga menanyakan penggunaan pupuk urea dan diketahui bahwa para petani setempat memanfaatkan pupuk urea mencapai 200 kilogram untuk satu hektare lahan.
Untuk itu, ia meminta agar penggunaan pupuk urea seperti itu dikurangi dengan hanya memanfaatkan sekitar 100 kilogram saja, sementara sisanya menggunakan pupuk organik.
"Tapi pupuk organik juga yang digunakan juga harus benar, jangan petroganik karena kualitasnya jelek," katanya.
Lebih lanjut, Firman mengingatkan pentinganya penguatan hasil pangan lokal karena mengingat penelitian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa jumlah penduduk dunia di tahun 2050 diperkirakan mencapai 9,6 miliar.
Sementara sampai hari ini jumlah penduduk dunia sudah tercatat mencapai 7,2 miliar orang yang mayoritas makanan pokoknya beras, katanya.
Menurutnya, peningkatan populasi dunia tersebut berdampak pada pemanfaatan energi pangan yang cukup besar, untuk itulah pihaknya terus mendorong agar setiap daerah bisa mengembangkan budaya konsumsi pangan lokal.
"Seperti di Papua yang memiliki budaya konsumsi sagu dan ubi sebetulnya kita lestarikan hanya proteinnya yang ditambah, demikian juga di Madura yang memiliki kebiasaan konsumsi jagung juga kita dorong tinggal saja konsumsi proteinnya yang ditambah," katanya.