Kupang (AntaraNews NTT) - Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Nusa Tenggara Timur Abdul Wahab Sidin mengatakan hampir 99 persen nelayan yang beroperasi di tingkat kabupaten tidak memiliki dokumen surat izin penangkapan ikan (SIPI).
"Selain SIPI, para nelayan juga umumnya tidak memiliki surat keterangan kecakapan (SKK) untuk nahkoda kapal dan kepala kamar mesin (KKM)," katanya dalam percakapan dengan Antara di Kupang, Sabtu.
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan banyaknya kapal-kapal nelayan yang beroperasi di wilayah kabupaten se-NTT ditangkap petugas keamanan laut karena tidak memiliki dokumen kapal, seperti SIPI dan lain-lain.
Kasus terakhir adalah penangkapan tiga orang nelayan asal Desa Lamahala di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur oleh Polair Polda Nusa Tenggara Timur, karena tidak memiliki dokumen kapal saat mencari ikan.
Tiga nelayan yang tangkap itu masing-masing Kasim Atapukan dengan KM Pantai Gading, Ahmad Loly dengan KM Flamboyan, dan Syukur Muhamad dengan KM Anggur Merah.
Ahmad Loly pemilik KM Flamboyan ditangkap pada tanggal 7 Januari 2018 sekitar pukul 21.00 WITA di pantai Lamahala, Adonara Timur, sedang KM Pantai Gading dan KM Anggur Merah ditangkap di depan Lohayong,Pulau Solor, Flores Timur sekitar pukul 23.00 WITA.
"Kalau kita mau jujur, hampir 99 persen nelayan NTT yang beroperasi di wilayah perairan setempat tidak memiliki dokumen kapal, akibat dari kurangnya sosialisasi dari pemerintah," katanya menegaskan.
Kondisi ini, menurut dia, karena pemerintah kurang melakukan sosialisasi tentang pentingnya dokumen kapal bagi seorang nelayan, dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan di wilayah perairan setempat.
"Dua tahun terakhir ini baru ada sosialisasi kepada para nelayan, setelah ada pengalihan pengurusan izin operasi kepada pemerintah provinsi," katanya.
Karena itu, jika sampai hari ini ada nelayan yang belum memiliki dokumen harus bisa dipahami, karena memang para nelayan sendiri tidak memahami aturan secara utuh berkaitan dengan penangkapan ikan di perairan laut," katanya.
"Selain SIPI, para nelayan juga umumnya tidak memiliki surat keterangan kecakapan (SKK) untuk nahkoda kapal dan kepala kamar mesin (KKM)," katanya dalam percakapan dengan Antara di Kupang, Sabtu.
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan banyaknya kapal-kapal nelayan yang beroperasi di wilayah kabupaten se-NTT ditangkap petugas keamanan laut karena tidak memiliki dokumen kapal, seperti SIPI dan lain-lain.
Kasus terakhir adalah penangkapan tiga orang nelayan asal Desa Lamahala di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur oleh Polair Polda Nusa Tenggara Timur, karena tidak memiliki dokumen kapal saat mencari ikan.
Tiga nelayan yang tangkap itu masing-masing Kasim Atapukan dengan KM Pantai Gading, Ahmad Loly dengan KM Flamboyan, dan Syukur Muhamad dengan KM Anggur Merah.
Ahmad Loly pemilik KM Flamboyan ditangkap pada tanggal 7 Januari 2018 sekitar pukul 21.00 WITA di pantai Lamahala, Adonara Timur, sedang KM Pantai Gading dan KM Anggur Merah ditangkap di depan Lohayong,Pulau Solor, Flores Timur sekitar pukul 23.00 WITA.
"Kalau kita mau jujur, hampir 99 persen nelayan NTT yang beroperasi di wilayah perairan setempat tidak memiliki dokumen kapal, akibat dari kurangnya sosialisasi dari pemerintah," katanya menegaskan.
Kondisi ini, menurut dia, karena pemerintah kurang melakukan sosialisasi tentang pentingnya dokumen kapal bagi seorang nelayan, dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan di wilayah perairan setempat.
"Dua tahun terakhir ini baru ada sosialisasi kepada para nelayan, setelah ada pengalihan pengurusan izin operasi kepada pemerintah provinsi," katanya.
Karena itu, jika sampai hari ini ada nelayan yang belum memiliki dokumen harus bisa dipahami, karena memang para nelayan sendiri tidak memahami aturan secara utuh berkaitan dengan penangkapan ikan di perairan laut," katanya.