Kabul (ANTARA) - Ratusan keluarga Afghanistan yang telah berkemah di bawah terik matahari di sebuah taman di Kabul setelah Taliban menyerbu provinsi mereka, mencari makanan dan tempat tinggal dalam krisis kemanusiaan di negara yang dilanda perang itu.
Pengambilalihan cepat Taliban atas Afghanistan bulan ini, yang berpuncak pada penaklukan Kabul pada 15 Agustus lalu, telah membuat negara itu kacau balau.
Sementara ribuan orang memadati bandara untuk mencoba melarikan diri, banyak lainnya, seperti keluarga-keluarga di taman, terjebak dalam ketidakpastian. Mereka tidak yakin apakah lebih aman untuk mencoba pulang atau tetap di tempat mereka berada.
"Saya dalam situasi yang buruk. Kepala saya sakit. Saya merasa sangat tidak enak, tidak ada apa-apa di perut saya," kata Zahida Bibi, seorang ibu rumah tangga yang duduk di bawah terik matahari bersama keluarga besarnya, Kamis (26/8).
Ahmed Waseem, pengungsi dari Afghanistan utara mengatakan mereka yang berada di taman itu berharap pemerintah pusat akan memperhatikan mereka.
"Kami berada di lapangan terbuka dan dalam cuaca panas," kata dia.
Seorang juru bicara Taliban mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok itu tidak memberikan makanan kepada orang-orang di taman dan orang lain di bandara karena akan menyebabkan kepadatan lebih lanjut. Taliban mendorong mereka untuk kembali ke rumah masing-masing.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani yang didukung barat dan banyak pejabat lainnya melarikan diri setelah pasukan pemerintah menghilang ketika menghadapi kemajuan Taliban.
Kelompok itu telah menempatkan anggotanya di kementerian-kementerian dan memerintahkan beberapa pejabat kembali bekerja, tetapi layanan belum dilanjutkan, bank masih tutup.
Phalwan Sameer, juga dari Afghanistan utara, mengatakan keluarganya datang ke Kabul setelah situasi memburuk dengan cepat di kota kelahirannya.
"Ada banyak pertempuran dan pemboman juga. Makanya kami datang ke sini. Rumah-rumah dibakar dan kami kehilangan tempat tinggal," ujar Sameer.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Selasa (24/8) bahwa mereka hanya memiliki persediaan medis yang cukup di Afghanistan untuk seminggu setelah pengiriman terhambat oleh pembatasan di bandara Kabul.
Sementara Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan negara itu sangat membutuhkan 200 juta dolar AS (sekitar Rp2,9 triliun) bantuan makanan.
Baca juga: Presiden Biden janji buru penyerang bandara Kabul
PBB mengatakan lebih dari 18 juta orang, atau lebih dari setengah populasi Afghanistan, membutuhkan bantuan dan setengah dari semua anak-anak Afghanistan di bawah usia lima tahun sudah menderita kekurangan gizi akut di tengah kekeringan kedua dalam empat tahun.
Baca juga: AS siap menghadapi ISIS setelah tentara tewas di Bandara Kabul
Taliban telah meyakinkan PBB bahwa mereka dapat meneruskan kerja-kerja kemanusiaan, ketika pemerintah asing mempertimbangkan masalah apakah dan bagaimana mendukung penduduk di bawah kekuasaan Islam garis keras. (Antara/Reuters)
Pengambilalihan cepat Taliban atas Afghanistan bulan ini, yang berpuncak pada penaklukan Kabul pada 15 Agustus lalu, telah membuat negara itu kacau balau.
Sementara ribuan orang memadati bandara untuk mencoba melarikan diri, banyak lainnya, seperti keluarga-keluarga di taman, terjebak dalam ketidakpastian. Mereka tidak yakin apakah lebih aman untuk mencoba pulang atau tetap di tempat mereka berada.
"Saya dalam situasi yang buruk. Kepala saya sakit. Saya merasa sangat tidak enak, tidak ada apa-apa di perut saya," kata Zahida Bibi, seorang ibu rumah tangga yang duduk di bawah terik matahari bersama keluarga besarnya, Kamis (26/8).
Ahmed Waseem, pengungsi dari Afghanistan utara mengatakan mereka yang berada di taman itu berharap pemerintah pusat akan memperhatikan mereka.
"Kami berada di lapangan terbuka dan dalam cuaca panas," kata dia.
Seorang juru bicara Taliban mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok itu tidak memberikan makanan kepada orang-orang di taman dan orang lain di bandara karena akan menyebabkan kepadatan lebih lanjut. Taliban mendorong mereka untuk kembali ke rumah masing-masing.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani yang didukung barat dan banyak pejabat lainnya melarikan diri setelah pasukan pemerintah menghilang ketika menghadapi kemajuan Taliban.
Kelompok itu telah menempatkan anggotanya di kementerian-kementerian dan memerintahkan beberapa pejabat kembali bekerja, tetapi layanan belum dilanjutkan, bank masih tutup.
Phalwan Sameer, juga dari Afghanistan utara, mengatakan keluarganya datang ke Kabul setelah situasi memburuk dengan cepat di kota kelahirannya.
"Ada banyak pertempuran dan pemboman juga. Makanya kami datang ke sini. Rumah-rumah dibakar dan kami kehilangan tempat tinggal," ujar Sameer.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Selasa (24/8) bahwa mereka hanya memiliki persediaan medis yang cukup di Afghanistan untuk seminggu setelah pengiriman terhambat oleh pembatasan di bandara Kabul.
Sementara Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan negara itu sangat membutuhkan 200 juta dolar AS (sekitar Rp2,9 triliun) bantuan makanan.
Baca juga: Presiden Biden janji buru penyerang bandara Kabul
PBB mengatakan lebih dari 18 juta orang, atau lebih dari setengah populasi Afghanistan, membutuhkan bantuan dan setengah dari semua anak-anak Afghanistan di bawah usia lima tahun sudah menderita kekurangan gizi akut di tengah kekeringan kedua dalam empat tahun.
Baca juga: AS siap menghadapi ISIS setelah tentara tewas di Bandara Kabul
Taliban telah meyakinkan PBB bahwa mereka dapat meneruskan kerja-kerja kemanusiaan, ketika pemerintah asing mempertimbangkan masalah apakah dan bagaimana mendukung penduduk di bawah kekuasaan Islam garis keras. (Antara/Reuters)