Kupang (ANTARA) - Kepala Polres Manggarai Barat, AKBP Bambang Wibowo, menyatakan, penangkapan 21 orang warga yang menjadi tersangka sengketa tanah di Desa Golo Mori, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, untuk mengantisipasi terjadinya konflik akibat masalah tanah di daerah itu.

"Ya pada saat itu kita tangkap 21 warga itu untuk mencegah jatuhnya korban jiwa yang bisa saja memicu konflik lebih luas. Apalagi yang ditangkap itu, dua kubu yang yang mayoritas berbeda agama," katanya, di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Senin, (6/9). 

Ia katakan itu karena banyak desakan kepada pimpinan Polda NTT bahkan kepala Kepolisian Indonesia untuk memutasi dia keluar dari Labuan Bajo, karena menangkap 21 warga di desa itu. Menurut warga mereka hanya melakukan aktivitas membersihkan lahan yang disengketakan di daerah itu pada 2 Juli 2021 lalu.

Kawasan Golo Mori adalah salah satu kawasan yang disebut-sebut akan dikembangkan untuk menjadi lokadi pembangunan besar-besaran persiapan untuk pertemuan KTT G-20 pada 2023 mendatang.

Wibowo menyatakan, kejadian bentrokan antar kelompok masyarakat yang berujung korban jiwa berulang kali terjadi di Manggarai NTT dan hal itu membahayakan kamtibmas di daerah itu.

Apalagi Manggarai Barat dikenal dengan daerah kawasan wisata, sehingga konflik-konflik berkaitan dengan masalah tanah apalagi konflik mayoritas masyarakat beda agama akan sangat cepat menyebar dengan isu yang bisa saja dimain-mainkan.

"Karena itu saya tidak ingin kejadian itu terulang kembali di daerah wisata ini," ujar dia.

Sebelumnya pada 2 Juli lalu polisi setempat menangkap 21 orang tersangka kasus sengketa tanah di Desa Golo Mori. Dalam sengketa tanah itu, tiga orang warga Golo Mori Manggarai Barat membawa masuk 18 orang dari luar daerah yaitu dari Desa Popo dan Kampung Dipong Manggarai. Jarak antara dua daerah tersebut dengan Golo Mori sekitar 6-7 jam perjalanan darat menggunakan kendaraan roda empat.

Tiga warga Golo Mori dan 18 warga dari Manggarai kemudian ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Tiga warga Golo Mori diduga sebagai aktor intelektual dan 18 warga Manggarai terbukti membawa senjata tajam dan menduduki lahan sengketa.

Kedatangan 18 orang dari Desa Popo dan Kampung Dipong Manggarai dikhawatirkan memunculkan bentrokan dengan warga Golo Mori. Pasalnya warga Desa Golo Mori sudah resah dengan kedatangan 18 warga asal Manggarai yang membawa parang.

Iapun mencontohkan pada 8 Januari 2011 lalu juga terjadi bentrokan antara kampung terkait sengketa tanah seluas 15 Hektare yang melibatkan warga Kampung Melo dan Kampung Rejeng, Manggarai. Bentrokan berujung 1 orang tewas.

“Bentrokan kala itu terjadi karena satu kelompok membawa senjata tajam dan kelompok satunya lagi tidak terima. Bentrokan pun terjadi dan menewaskan warga. Jadi situasinya mirip dengan di Golo Mori,” kata Wibowo, merujuk peristiwa 10 tahun lampau.

Baca juga: Tokoh adat Lancang Mabar sesalkan warga ambil alih hutan
Baca juga: KPH Mabar: Tak ada perambahan, tapi pengelolaan hutan

Pewarta : Kornelis Kaha
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024