Kupang (AntaraNews NTT) - Para perajin tenun ikat di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur mengaku dalam sebulan mereka bisa menghasilkan Rp50 juta dari hasil menjual tenun yang diolahnya.
"Dalam sebulan kami bisa dapatkan keuntungan bersih sekitar Rp50 juta," kata pemilik rumah tenun ikat Inan Ndao Dorce Lussi kepada wartawan di Kupang, Selasa.
Ia mengatakan bahwa keuntungan sebesar Rp50 juta itu didapat dari sejumlah konsumen yang membeli kain tenun hasil karya para pengrajin di Inan Ndao dengan jumlah yang banyak yang kemudian dijual di pulau Jawa. "Ada juga dibeli oleh pelanggan yang menjualnya ke luar negeri, karena banyak pesanan di sana," katanya.
"Kalau saya tidak berani mengekspor ke luar negeri takut merugi. Karena inikan hasil karya tangan pasti ada salahnya, apalagi pembeli-pembeli luar negeri mengutamakan kesempurnaan. Oleh karena itu kita hanya jual ke pembeli yang datang dan liat langsung di sini," ujar Dorce.
Dorce menambahkan dalam sebulan juga dari 25 karyawan yang dimiliki oleh Inan Ndao kurang lebih bisa 50 potong kain tenun yang dapat dihasilkan, karena setiap pengrajin bisa menghasilkan dua potong kain tenun dalam sebulan.
Bantuan dari pemerintah daerah serta dari pemerintah daerah juga sudah sangat membantu. Bahkan pasca diberikan bantuan oleh Bank Indonesia perkembangan dari tempat produksi tenun ikat itu semakin bagus.
Lebih lanjut Hanni Lussi pengelolah akun media sosial Inan Ndao mengaku selain menjual secara langsung proses memperkenalkan dan menjual juga dilakukan melalui media sosial agar bisa dikenal semua orang.
"Kita juga sempat promosikan hasil karya tenun ikat ini melalui media sosial sepery Facebook, Instagram serta di Belanja.Com," ujar Hanni.
Keuntungan yang diperoleh dari hasil menjual di media sosial cukup signifikan yakni dalam sebulan kisarannya bisa mencapai Rp15 sampai Rp20 juta.
Dalam sebulan dari hasil promosi di media sosial Hanni mengaku bisa mengirimkan kain tenun sebanyak 30 potong dengan harga berkisar dari Rp500 ribuan.
"Dalam sebulan kami bisa dapatkan keuntungan bersih sekitar Rp50 juta," kata pemilik rumah tenun ikat Inan Ndao Dorce Lussi kepada wartawan di Kupang, Selasa.
Ia mengatakan bahwa keuntungan sebesar Rp50 juta itu didapat dari sejumlah konsumen yang membeli kain tenun hasil karya para pengrajin di Inan Ndao dengan jumlah yang banyak yang kemudian dijual di pulau Jawa. "Ada juga dibeli oleh pelanggan yang menjualnya ke luar negeri, karena banyak pesanan di sana," katanya.
"Kalau saya tidak berani mengekspor ke luar negeri takut merugi. Karena inikan hasil karya tangan pasti ada salahnya, apalagi pembeli-pembeli luar negeri mengutamakan kesempurnaan. Oleh karena itu kita hanya jual ke pembeli yang datang dan liat langsung di sini," ujar Dorce.
Dorce menambahkan dalam sebulan juga dari 25 karyawan yang dimiliki oleh Inan Ndao kurang lebih bisa 50 potong kain tenun yang dapat dihasilkan, karena setiap pengrajin bisa menghasilkan dua potong kain tenun dalam sebulan.
Bantuan dari pemerintah daerah serta dari pemerintah daerah juga sudah sangat membantu. Bahkan pasca diberikan bantuan oleh Bank Indonesia perkembangan dari tempat produksi tenun ikat itu semakin bagus.
Lebih lanjut Hanni Lussi pengelolah akun media sosial Inan Ndao mengaku selain menjual secara langsung proses memperkenalkan dan menjual juga dilakukan melalui media sosial agar bisa dikenal semua orang.
"Kita juga sempat promosikan hasil karya tenun ikat ini melalui media sosial sepery Facebook, Instagram serta di Belanja.Com," ujar Hanni.
Keuntungan yang diperoleh dari hasil menjual di media sosial cukup signifikan yakni dalam sebulan kisarannya bisa mencapai Rp15 sampai Rp20 juta.
Dalam sebulan dari hasil promosi di media sosial Hanni mengaku bisa mengirimkan kain tenun sebanyak 30 potong dengan harga berkisar dari Rp500 ribuan.