Secara rinci, Temma Prasetio menghadirkan koleksi Musalaki (kepala adat dalam bahasa Ende), Studio Jeje dengan koleksi Moeri (kehidupan), dan Maya Ratih dengan koleksi Du’a (ibu).
Koleksi Musalaki dari Temma Prasetio mengambil konsep dari sosok penting di sebuah desa adat yang tenang dan berwibawa. Bagaikan sebuah pondasi, Musalaki bertugas untuk membangun dan mempertahankan pondasi sosial budaya di desa adat.
Temma pun menegaskan konsep ini melalui karya-karyanya yang terlihat “maskulin” untuk membingkai sosok Musalaki tersebut. Mulai dari jas, kardigan, hingga bomber jacket dengan balutan tenun ikat, renda, manik-manik, dan material lainnya.
Masih menyambung dengan konsep Sa’o, Studio Jeje terinspirasi dari gempita tradisi adat NTT dengan menghadirkan koleksi Moeri yang berarti kehidupan.
Dalam koleksi Moeri ini, Studio Jeje banyak mengambil sisi feminin dari perempuan dengan ragam rok, gaun, dan baju dengan sentuhan kain tenun ikat.
“Kita melihat ada kehidupan keluarga (dari sebuah desa yang dikunjungi). Di situ, saya terinspirasi dari love and warm-nya family,” kata perwakilan Studio Jeje, Angelita Nurhadi.
Lain lagi dengan Maya Ratih yang membawakan koleksi Du’a dalam gelaran kali ini. Koleksi Du’a menghadirkan ragam pakaian perempuan yang terkesan “kuat”, tetapi tetap menampilkan sisi feminin di beberapa bagian, seperti penambahan aksentuasi renda dan benang rumbai.
Selain menampilkan karya-karya dari tiga desainer Dekranasda NTT, tema koleksi Sa’o ini juga menghadirkan sejumlah karya dari desainer lokal NTT yang dimentori langsung oleh Dekranasda NTT.
Total masing-masing desainer menghadirkan 12 karya dan desainer lokal dari NTT yang dimentori oleh mereka bertiga menampilkan 1-2 karya dengan kain tenun ikat Nusa Tenggara sebagai highlight-nya.
Baca juga: Tenunan - Tips merawat kain tradisional dengan pewarna alami
Baca juga: Merajut Cinta Budaya pada Tenun Sumba Barat Daya
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dekranasda NTT hadirkan tenun ikat khas Nusa Tenggara di JFW 2024