Kalabahi, Alor (ANTARA) - Kementerian Hukum dan HAM Nusa Tenggara Timur Marciana D Jone mengimbau petani Vanili Alor untuk tidak menjual hasil panenan Vanilinya kepada tengkulak-tengkulak di luar Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) untuk menghindari pemalsuan produk dan penurunan harga jual yang dapat merugikan para petani.

"Dari hasil pemantauan Tim Kami sebelumnya terkait bagaimana proses merawat Vanili ini dan tentu saja wajar jika Vanili ini mahal harganya, bukan dihargainya dengan harga Rp250 ribu per kilo," katanya kepada ANTARA di Apui, Kecamatan Alor Selatan Kabupaten Alor, Selasa (21/9).

Hal ini disampaikannya usai meninjau langsung kebun Vanili Alor di Apui dan mendengar langsung kesulitan yang dihadapi oleh para petani Vanili di daerah itu.

Kunjungannya kali ini dalam rangka meninjau langsung kesiapan Asosiasi Petani Vanili Kepulauan Alor (APVKA) pada kegiatan “Conduct an export readiness study and design an enhancement programme” oleh ARISE+ Indonesia.

Tujuan dari program tersebut ialah untuk mengidentifikasi kebutuhan MPIG dalam mengembangkan kapasitas perdagangan dan ekspor dengan mempertimbangkan persyaratan pasar Uni Eropa (EU) dan struktur pendukung yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara berkelanjutan.

Ia mengatakan bahwa proses produksi dan penjualan produk Indikasi Geografis Vanili Kepulauan Alor tanpa melalui masyarakat perlindungan indikasi geografis (MPIG) sebagai pemegang hak adalah salah dan melanggar aturan yang tertulis di dalam dokumen deskripsi indikasi geografis.

Diperoleh informasi bahwa produk vanili yang dijual saat ini tidak dikemas dengan baik dan belum menyematkan logo IG dan kode ketenurutan serta dijual dalam bentuk polong basah.
  Kakanwil Kemenkumham NTT Marciana D Jone (kanan) berbincang-bincang dengan Kadis Perdagangan Alor, Camat Alor selatan dan Ketua MPIG Kepulauan Alor di Apui. ANTARA/Kornelis Kaha
"Hal ini melanggar aturan karena produk IG Vanili Kepulauan Alor yang diproduksi oleh anggota Asosiasi Petani Vanili Kepulauan Alor (APVKA) haruslah dalam bentuk polong kering dan ada logo IG serta kode ketenurutan, selain dari itu tidak dapat dikatakan bahwa vanili tersebut adalah Vanili Kepulauan Alor" ujar dia.

Oleh karena itu tambah dia hal ini perlu dilakukan pembenahan, karena saat ini reputasi Vanili Alor ini sudah dikenal hingga keluar negeri. Kualitasnya bagus, sehingga jika ada yang menjual serta membelinya dengan kualitas masih basah otomatis hal itu masuk dalam penipuan konsumen. Proses pengemasan produk juga harusnya disematkan logo IG sehingga memudahkan konsumen dalam memilih produk asli atau palsu.

Asosiasi Petani Vanili Kepulauan Alor (APVKA) Vanili Kepulauan Alor, Imanuel Langmau mengatakan bahwa memang selama ini jika ada perusahaan yang masuk harganya dipatok sendiri antara petani Vanili dan pembeli.

Karena itu ujar dia, Tim dari Kemenkumham menghimbau MPIG untuk memperbaiki tata cara produksi dan penjualan sehingga diharapkan bisa mampu mempertahankan kualitas, karakteristik dan reputasi dari Vanili Kepulauan Alor guna meningkatkan perekonomian anggotanya.

"Mengingat pentingnya peran MPIG, pada kesempatan ini, kami mendorong pemerintah daerah agar dapat memaksimalkan dan memastikan keberlangsungan MPIG dengan membentuk suatu payung hukum berupa peraturan daerah atau peraturan bupati terkait perlindungan kekayaan intelektual yang memuat tugas dan kewajiban MPIG serta memuat terkait anggaran untuk mendukung upaya pengembangan produk indikasi geografis," ujar dia.

Pewarta : Kornelis Kaha
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024