Kupang (Antara NTT) - Sedikitnya 690 orang warga Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur teridentifikasi menderita penyakit tuberkulosis (TBC) yang perlu ditangani secara serius oleh pemerintah daerah.

"Jumlah penderita yang mengidap TBC di Kabupaten Kupang mencapai 690 orang merupakan data tahun 2015 lalu, kemungkinan masih banyak penderita yang belum teridentifikasi di masyarakat. Baru 23 persen yang ditangani," kata Kosmas Efi, Ketua Panitia Sosialisasi Penanganan TBC di Kabupaten Kupang kepada wartawan di Oelamasi, Jumat.

Menurut dia, penderita TBC yang tidak melakukan pengobatan berpotensi menularkan penyakit sejenis kepada 10-15 orang pertahunnya.

Ia mengatakan, sejak tahun 1995 pemerintah daerah ini melakukan pengobatan terhadap penderita TBC dengan menggunakan strategi Dots.

Strategi Dots mencakup lima komponen yaitu komitmen politis, pemeriksaan dahak secara mikroskopis, pengobatan jangka pendek yang terjamin pengawasanya, jaminan ketersediaan obat TB yang bermutu, serta sistem pencatatan dan pelaporan yang baku.

"Untuk wilayah Kabupaten Kupang belum dilakukan secara maksimal karena terkendala anggaran yang belum memadai dan tenaga medis," kata Kosmas Efi.

Menurut dia, selain terkendala anggaran yang sangat terbatas, upaya penangulangan penderita TBC di Kabupaten Kupang juga karena kurangnya tenaga medis yang memiliki spesifikasi analis.

"Untuk pengadaan obat kita masih berharap penuh pada bantuan pemerintah pusat. Selain itu juga sistem pengawasan terhadap obat dan pencatatan pelaporan masih dilakukan secara manual," tegasnya.

Menurut dia, untuk mengatasi penularan penyakit TBC di daerah ini harus ada komitmen bersama lintas program untuk melakukan sosialisasi dan advokasi bersama dalam menentukan kebijakan bersama dalam upaya menangulangi penyakit TBC di daerah ini.

Sementara itu, Sekretrais Daerah Kabupaten Kupang Hendrik Paut ketika membuka kegiatan sosialisasi penangulkangan TBC di Kabupaten Kupang mengatakan, upaya mengurangi jumlah penderita TBC perlu menjadi perhatian serius instnasi teknis di daerah ini agar jumkah penderita TBC menurun.

"Jaringan sudah ada tinggal dioptimalkan saja agar para penderita yang belum tertangani dapat diobati secara baik," ujarnya.

Hendrik Paut menilai peran Dinas Kesehatan sangat kurang karena belum mampu menurunkan jumlah penderita TBC di daerah ini.

"Jika hanya 23 persen saja yang bisa ditangani tentu menunjukan aparat di Dinas Kesehatan tidak bekerja. Penyakit ini sudah lama di masyarakat malah jumlahnya sangat tinggi. Ini sangat memrihatinkan," kata Hendrik Paut dihadapan 50 orang peserta. 

Pewarta : Benidiktus Jahang
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024