Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat otonomi daerah dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Tomi Susu berpendapat, netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam pilkada tidak perlu diatur secara khusus atau disamakan dengan TNI/Polri.

"Tidak perlu aturan agar ASN netral. Ini merupakan proses belajar dalam berdemokrasi bagi ASN," kata Tomi Susu kepada Antara di Kupang, Rabu (2/5), terkait netralitas ASN dalam pilkada, dan perlukah ada aturan yang mengatur ASN netral murni seperti TNI/Polri.

Menteri Dalam Negeri pada peringatan HUT ke-22 Kota Kupang meminta aparat sipil negara (ASN) bersikap netral dalam menghadapi pilkada serentak pada 27 Juni 2018.

Dia mengatakan, hal yang paling penting adalah lembaga kehormatan seperti Bawaslu, Ombudsman dan lembaga-lembaga independen mengontrol obyektivitas ASN. Selain meminimalisir ASN menjadi partisan, menindak tegas pelanggaran ASN terhadap kewajiban netral tersebut sesuai dengan aturan.

"Jika dibuat regulasi agar ASN dicabut hak memilih maka akan berdampak pada banyak hal lain, seperti linier dengan pencabutan hak memilih akan juga berkonsekuensi pencabutan hak dipilih," katanya.

Pada dimensi berikutnya, ASN adalah instrumen atau aparatur yang melaksanakan kebijakan-kebijakan politis. "Jika ASN tidak memilih, bagaimana dengan risiko-risiko yang mungkin ditimbulkan pada saat implementasi kebijakan politis," katanya dalam nada tanya.

Pada frame ini, ASN dituntut agar netral, yang berisi juga pembelajaran agar ASN juga netral dalam mengimplementasikan kebijakan politis. "Apatisme dan pragmatisme mungkin dapat tumbuh subur dalam iklim implementasi kebijakan politis," ujarnya.

Baca juga: Pilkada 2018 - Mendagri ingatkan ASN tetap netral dalam pilkada Mendagri Tjahjo Kumolo (ANTARA Foto/Kornelis Kaha)
"Jadi bagi saya, reformasi birokrasi telah berjalan relevan dan signifikan bagi proses pembelajaran itu. Banyak generasi ASN juga mulai tidak perduli terhadap proses politik," katanya.

Menurut dia, fakta obyektivitas ASN ini akan berkembang sejajar dengan trend kedewasaan berdemokrasi, seperti dugaan para calon kepala daerah dan calon legislatif terhadap instrumen ASN yang dapat digunakan sebagai mesin partai.

Kegagalan-kegagalan parpol dalam memobilisasi rakyat dan menanamkan kredibilitas publik terhadap kinerja parpol, seringkali ikut memberi kontribusi bagi kader-kadernya untuk kembali berselingkuh dengan ASN.

"Kalau demikian, lantas bagaimana menumbuhkan netralitas independen dan obyektif dalam tubuh ASN, jika mereka juga menikmati perselingkuhan itu," kata staf pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unwira ini.

Verifikasi administrasi
Sementara itu, KPU NTT masih melakukan verifikasi administrasi terhadap 41 bakal calon DPD yang menyerahkan syarat dukungan. Setelah lolos verifikasi administrasi, KPU masih akan melakukan verifikasi faktual untuk memastikan syarat dukungan yang diserahkan ke KPU sebelum ditetapkan menjadi calon.

Juru bicara KPU NTT Yosafat Koli kepada Antara mengatakan dari 41 bakal calon yang memenuhi syarat dukungan, belum tentu lolos menjadi calon karena masih ada tahapan verifikasi yang harus dilalui.

Mengenai verifikasi, dia mengatakan verifikasi faktual yang dilakukan antara lain mencocokkan identitas pendukung pada data softcopy, hardcopy dan fotocopy e-KTP dan surat keterangan.

Baca juga: Menjadi anggota DPD-RI hanya mengumpulkan 2.000 suara . Juru bicara KPU Nusa Tenggara Timur Yosafat Koli (ANTARA Foto/dok) 
Jika salah satu tidak cocok maka bakal calon yang bersangkutan dianggap Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Selain itu, jika petugas menemukan ada pendukung berusia dibawah 17 tahun pada 22 April 2018 keatas, juga akan digugurkan, kecuali sudah menikah.

Verifikasi lain adalah tanda tangan pendukung. Jika tidak ada tanda tangan pendukung pada hardcopy dan atau ada pendukung yang berstatus PNS, TNI, Polri, Kepala desa, perangkat desa, penyelenggara.

Jika tanda tangan di hardcopy dengan di e-KTP berbeda maka akan dilakukan klarifikasi. "Jadi dari hasil verifikasi inilah, bakal calon yang lolos akan diberikan kesempatan untuk mendaftarkan diri sebagai calon DPD untuk ditetapkan menjadi calon," katanya Yosafat Koli menjelaskan.

Pewarta : Bernadus Tokan
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024