Kupang (AntaraNews NTT) - Kualitas pendidikan di Sumba Tengah, Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur dinilai masih sangat rendah, karena sebagian besar siswa yang berangkat ke sekolah pada pagi hari, umumnya tidak sarapan.
"Ini salah satu indikatornya, sebab siswa tidak bisa konsentrasi penuh dalam menyerap pelajaran karena perutnya kosong. Akibatnya, kualitas mereka (siswa) juga rendah," kata Wakil Bupati Sumba Tengah Umbu Dondu kepada Antara di Kupang, Senin (23/7).
Menurut Umbu Dondu, alokasi dana pendidikan dalam APBD Sumba Tengah cukup tinggi, yakni mencapai Rp120 miliar dari total APBD Sumba Tengah tahun 2018 sebesar Rp589 miliar.
Namun, Ia mengatakan besarnya alokasi dana pendidikan tersebut tidak mampu memperbaiki nasib pendidikan di Sumba Tengah, karena para siswanya tidak mampu menyerap setiap mata pelajaran dengan baik, akibat perutnya kosong.
"Lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sangat berpengaruh terhadap siswa, sehingga siswa bisa diajarkan betapa pentingnya sarapan sebelum berangkat sekolah," ujarnya.
Baca juga: Dana pendidikan untuk Sumba Timur diperbesar
Ia mengatakan bahwa dalam beberapa kali pertemuan dengan Ketua Komite SMP di Sumba Tengah sering ditemukan jumlah siswa yang tak sarapan ketika hendak berangkat ke sekolah, jumlahnya bisa mencapai di atas 75 persen.
Selain tidak sarapan, sebagian besar siswa juga tidak diberikan uang saku untuk makan atau jajan saat berada di sekolah.
Kesadaran orang tua terhadap pendidikan masih sangat rendahi. Mereka juga jarang membantu siswa mengerjakan PR dan tidak memberikan gizi secukupnya agar siswa bisa bertumbuh kembang dan mampu menyerap pembelajaran lebih baik.
"Bagaimana mereka bisa menyerap pelajaran dengan baik, kalau mereka lemas dan tidak bersemangat karena belum sarapan," ujarnya.
Ditambah dengan masalah lain seperti tingkat absensi siswa yang tinggi, banyaknya guru yang tidak terlatih dan hanya lulusan SMA, tingginya persentase anak yang tidak sarapan pagi disinyalir berkontribusi menjadi salah satu sebab juga rendahnya persentase siswa yang layak naik kelas.
Baca juga: Gubernur: Pendidikan di NTT semakin maju
Selain peran orang tua yang kurang dalam menstimulasi dan memfasilitasi belajar anak, tingkat literasi yang rendah juga disebabkan oleh jarangnya buku-buku khusus yang mengajarkan membaca huruf pada siswa.
"Buku-buku untuk mengenalkan huruf juga masih jarang, umumnya hanya buku-buku teks pembelajaran," ujarnya.
Untuk mengatasi hal tersebut Pemda mengimbau kepada pemerintah desa bersama sekolah harus terlibat aktif dalam meningkatkan kesadaran orang tua siswa dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan siswa ke arah yang lebih baik.
Ia juga berharap Linmas bisa bekerjasama dengan kepala desa dan sekolah untuk memastikan penerima layanan mendukung aktifitas peserta didik dalam memaksimalkan penerimaan layanan.
"Pada intinya penyedia layanan dan penerima layanan pendidikan harus saling mendukung. Tanpa sinergi yang baik, walau alokasi dana APBD untuk pendidikan besar, kemajuan pendidikan Sumba Tengah akan sulit tercapai," kata Umbu Dondu.
Baca juga: Program Inovasi perbaiki pendidikan di Sumba Timur
"Ini salah satu indikatornya, sebab siswa tidak bisa konsentrasi penuh dalam menyerap pelajaran karena perutnya kosong. Akibatnya, kualitas mereka (siswa) juga rendah," kata Wakil Bupati Sumba Tengah Umbu Dondu kepada Antara di Kupang, Senin (23/7).
Menurut Umbu Dondu, alokasi dana pendidikan dalam APBD Sumba Tengah cukup tinggi, yakni mencapai Rp120 miliar dari total APBD Sumba Tengah tahun 2018 sebesar Rp589 miliar.
Namun, Ia mengatakan besarnya alokasi dana pendidikan tersebut tidak mampu memperbaiki nasib pendidikan di Sumba Tengah, karena para siswanya tidak mampu menyerap setiap mata pelajaran dengan baik, akibat perutnya kosong.
"Lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sangat berpengaruh terhadap siswa, sehingga siswa bisa diajarkan betapa pentingnya sarapan sebelum berangkat sekolah," ujarnya.
Baca juga: Dana pendidikan untuk Sumba Timur diperbesar
Ia mengatakan bahwa dalam beberapa kali pertemuan dengan Ketua Komite SMP di Sumba Tengah sering ditemukan jumlah siswa yang tak sarapan ketika hendak berangkat ke sekolah, jumlahnya bisa mencapai di atas 75 persen.
Selain tidak sarapan, sebagian besar siswa juga tidak diberikan uang saku untuk makan atau jajan saat berada di sekolah.
Kesadaran orang tua terhadap pendidikan masih sangat rendahi. Mereka juga jarang membantu siswa mengerjakan PR dan tidak memberikan gizi secukupnya agar siswa bisa bertumbuh kembang dan mampu menyerap pembelajaran lebih baik.
"Bagaimana mereka bisa menyerap pelajaran dengan baik, kalau mereka lemas dan tidak bersemangat karena belum sarapan," ujarnya.
Ditambah dengan masalah lain seperti tingkat absensi siswa yang tinggi, banyaknya guru yang tidak terlatih dan hanya lulusan SMA, tingginya persentase anak yang tidak sarapan pagi disinyalir berkontribusi menjadi salah satu sebab juga rendahnya persentase siswa yang layak naik kelas.
Baca juga: Gubernur: Pendidikan di NTT semakin maju
Selain peran orang tua yang kurang dalam menstimulasi dan memfasilitasi belajar anak, tingkat literasi yang rendah juga disebabkan oleh jarangnya buku-buku khusus yang mengajarkan membaca huruf pada siswa.
"Buku-buku untuk mengenalkan huruf juga masih jarang, umumnya hanya buku-buku teks pembelajaran," ujarnya.
Untuk mengatasi hal tersebut Pemda mengimbau kepada pemerintah desa bersama sekolah harus terlibat aktif dalam meningkatkan kesadaran orang tua siswa dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan siswa ke arah yang lebih baik.
Ia juga berharap Linmas bisa bekerjasama dengan kepala desa dan sekolah untuk memastikan penerima layanan mendukung aktifitas peserta didik dalam memaksimalkan penerimaan layanan.
"Pada intinya penyedia layanan dan penerima layanan pendidikan harus saling mendukung. Tanpa sinergi yang baik, walau alokasi dana APBD untuk pendidikan besar, kemajuan pendidikan Sumba Tengah akan sulit tercapai," kata Umbu Dondu.
Baca juga: Program Inovasi perbaiki pendidikan di Sumba Timur