Kupang (Antara NTT) - Pemerintah Indonesia akhirnya mengambil langkah hukum dengan membekukakan izin dan aset PTTEP yang beroperasi di Indonesia.
"Ini sebuah langkah luar biasa yang sama sekali tidak kami duga sebelumnya. Keputusan ini diambil saat berlangsungnya rapat koordinasi bidang kemaritiman yang dipimpin Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan," kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni kepada Antara di Kupang, Sabtu.
Langkah hukum tersebut terpaksa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia akibat operator minyak Montara PTTEP Australasia, lari dari tanggungjawab setelah tumpahan minyak mentah menyirami hampir 90 persen wilayah perairan Laut Timor pada 21 Agustus 2009.
"Ini sebuah tragedi kemanusiaan yang sulit diurai dengan kata-kata, karena masyarakat di pesisir Nusa Tenggara Timur sudah tujuh tahun lebih hidup dalam penderitaan akibat tumpangan minyak Montara tersebut," ujar mantan Agen Imigrasi Australia itu.
Rapat koordinasi bidang kemaritiman tersebut dihadiri oleh seluruh kementerian terkait termasuk dari Kejaksaan Agung RI, Pemerintah Provinsi NTT, 13 perwakilan Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTT dan rakyat korban yang diwakili kelompok Peduli Timor Barat.
Tanoni menjelaskan langkah pembekuan izin dan aset PTTEP di Indonesia oleh Pemerintah Indonesia tersebut akan segera dikonsolidasikan oleh Tim Nasional Penyelesaian Sengketa Kasus Petaka Tumpahan Minyak Montara tahun 2009 di Laut Timor yang dipimpin Havaz Oegroseno, Deputy I Bidang Ketahanan Kemaritiman pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman RI.
Sebagai rakyat NTT yang selama tujuh tahun lebih memperjuangkan untuk mendapatkan sebuah keadilan bagi masyarakat korban Montara memuji sikap tegas Menteri Luhut Panjaitan yang langsung memerintah stafnya untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap PTTEP, perusahaan pencemar Laut Timor guna mempertanggung jawabkan perbuatannya.
"Langkah tegas dari pemerintahan Presiden Joko Widodo ini yang telah kami tunggu-tunggu selama tujuh tahun lebih lamanya, dan baru sekarang kami merasakan keberpihakan total Pemerintah Indonesia atas sebuah perjuangan untuk mendapatkan keadilan itu," ujar Tanoni.
Penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Ekonomi Politik Canberra-Jakarta" itu menambahkan Menteri Luhut Panjaitan sangat menyesal dengan berlarut-larutnya penyelesaian kasus Petaka Tumpahan Minyak Montara hingga memakan waktu lebih tujuh tahun.
"Ia mengaskan bahwa sudah merupakan tanggung jawab Pemerintah Indonesia untuk melindungi rakyat NTT yang dikorbankan itu," katanya.
Tim Nasional Penyelesaian Sengketa Kasus Petaka Tumpahan Minyak Montara tahun 2009 di Laut Timor akan segera berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Agung untuk mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk membekukan izin dan aset PTTEP, demikian Ferdi Tanoni.
"Ini sebuah langkah luar biasa yang sama sekali tidak kami duga sebelumnya. Keputusan ini diambil saat berlangsungnya rapat koordinasi bidang kemaritiman yang dipimpin Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan," kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni kepada Antara di Kupang, Sabtu.
Langkah hukum tersebut terpaksa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia akibat operator minyak Montara PTTEP Australasia, lari dari tanggungjawab setelah tumpahan minyak mentah menyirami hampir 90 persen wilayah perairan Laut Timor pada 21 Agustus 2009.
"Ini sebuah tragedi kemanusiaan yang sulit diurai dengan kata-kata, karena masyarakat di pesisir Nusa Tenggara Timur sudah tujuh tahun lebih hidup dalam penderitaan akibat tumpangan minyak Montara tersebut," ujar mantan Agen Imigrasi Australia itu.
Rapat koordinasi bidang kemaritiman tersebut dihadiri oleh seluruh kementerian terkait termasuk dari Kejaksaan Agung RI, Pemerintah Provinsi NTT, 13 perwakilan Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTT dan rakyat korban yang diwakili kelompok Peduli Timor Barat.
Tanoni menjelaskan langkah pembekuan izin dan aset PTTEP di Indonesia oleh Pemerintah Indonesia tersebut akan segera dikonsolidasikan oleh Tim Nasional Penyelesaian Sengketa Kasus Petaka Tumpahan Minyak Montara tahun 2009 di Laut Timor yang dipimpin Havaz Oegroseno, Deputy I Bidang Ketahanan Kemaritiman pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman RI.
Sebagai rakyat NTT yang selama tujuh tahun lebih memperjuangkan untuk mendapatkan sebuah keadilan bagi masyarakat korban Montara memuji sikap tegas Menteri Luhut Panjaitan yang langsung memerintah stafnya untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap PTTEP, perusahaan pencemar Laut Timor guna mempertanggung jawabkan perbuatannya.
"Langkah tegas dari pemerintahan Presiden Joko Widodo ini yang telah kami tunggu-tunggu selama tujuh tahun lebih lamanya, dan baru sekarang kami merasakan keberpihakan total Pemerintah Indonesia atas sebuah perjuangan untuk mendapatkan keadilan itu," ujar Tanoni.
Penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Ekonomi Politik Canberra-Jakarta" itu menambahkan Menteri Luhut Panjaitan sangat menyesal dengan berlarut-larutnya penyelesaian kasus Petaka Tumpahan Minyak Montara hingga memakan waktu lebih tujuh tahun.
"Ia mengaskan bahwa sudah merupakan tanggung jawab Pemerintah Indonesia untuk melindungi rakyat NTT yang dikorbankan itu," katanya.
Tim Nasional Penyelesaian Sengketa Kasus Petaka Tumpahan Minyak Montara tahun 2009 di Laut Timor akan segera berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Agung untuk mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk membekukan izin dan aset PTTEP, demikian Ferdi Tanoni.