Kupang (AntaraNews NTT) - Otoritas manajemen pengeboran minyak lepas pantai Australia, Nopsema melarang PPTEP mengoperasikan kembali ladang minyak Montara di Laut Timor dengan peralatan yang rusak, karena berpotensi fatal menimbulkan kebakaran seperti yang terjadi pada 21 Agustus 2009.
"Ini peristiwa pilu yang masih menyelimuti kami masyarakat Timor Barat di Nusa Tenggara Timur sampai saat ini, karena hampir 90 persen wilayah perairan kami (Indonesia) tercemar minyak mentah dan zat beracun lainnya akibat tumpahan minyak dari Montara itu," kata Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni kepada pers di Kupang, Sabtu (29/9).
Ia mengatakan sependapat dengan larangan yang dikeluarkan Nopsema, karena kekhawatiran tentang ledakan yang berpotensi fatal bisa terulang kembali di ladang Montara Laut Timor.
Karena itu, larangan terhadap perusahaan asal Thailand, PTT Exploration and Production agar tidak boleh mengoperasikan peralatan yang rusak tersebut sampai operator PTTEP memberikan perbaikan yang memenuhi regulator keamanan lepas pantai.
Pengatur keamanan lepas pantai Nopsem juga melarang PTTEP untuk mengoperasikan kompresor di area di mana gas yang mudah terbakar mungkin hadir karena suhu saluran pembuangan melebihi 385 derajat celcius.
Tanoni mengatakan pemberitahuan pelarangan Nopsema ini dikeluarkan pada 6 September 2018, dan baru dipublikasikan secara terbuka pada 27 September 2018.
Baca juga: ABA kecam Australia dalam pencemaran Laut Timor
"Nopsema menggambarkan bahwa permukaan panas sebagai sumber pengapian potensial hidrokarbon yang dapat menyebabkan ledakan, kebakaran, dan menimbulkan banyak korban jiwa," katanya.
Pada bulan Juli 2018, PTTEP mengumumkan telah menjual Montara hingga US355 juta dolar AS kepada Jadestone Energy yang berbasis di Singapura dan Kanada.
Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Australia itu mengatakan larangan terbuka Nopsema kepada PTTEP itu menyusul pernyataan Jadestone Energy ke pasar pada minggu lalu bahwa Jadestone setelah menyelesaikan pembelian itu, dan akan menerapkan filosofi operasi efisiensi produksi dan pengurangan biaya dan memulai perencanaan untuk program pengeboran di ladang Montara pada 2019.
Tanoni menambahkan bahwa sesungguhnya perusahaan asal Thailand itu telah menerima tiga pemberitahuan perbaikan dari Nopsema yang menyerukan perbaikan sistem manajemen keselamatan, perbaikan permanen untuk pipework yang bocor dan terkorosi serta pemeriksaan peralatan yang ada di kapal Venture Montara.
Namun, PTTEP membandel dan tidak mau menghiraukan peringatan yang dikeluarkan oleh Nopsema tersebut, dan terus memaksakan kehendaknya untuk menjual ladang Montara kepada Jadestone Energy.
Ladang minyak Montara PTTEP yang terletak sekitar 140 km lepas pantai Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur itu merupakan salah satu petaka lingkungan terburuk di Australia pada Agustus 2009 yang memuntahkan jutaan barel minyak ke Laut Timor.
Baca juga: Tumpahan Montara penyebab produksi rumput laut menurun
Petaka Montara tahun 2009 tersebut telah mencemari lebih 90.000 km2 perairan Laut Timor, serta menghancurkan lebih dari 60.000 hektare terumbu karang di Taman Nasional Laut Sawu.
Selain itu, juga menghancurkan lebih dari 100,000 rakyat pesisir NTT yang telah kehilangan mata pencaharian seperti rumput laut serta menimbulkan penyakit aneh hingga membawa kematian bagi warga pesisir di NTT.
"Saya bersama teman-teman hanya bisa menyampaikan terima kasih kepada Nopsema yang telah mendengar seruan kami untuk melarang PTTEP dan Jadestone Enrgy mengoperasikan kembali pengeboran minyak dan gas lepas pantai di ladang Montara," katanya.
Tanoni mengatakan pengoperasian kembali dapat dilakukan jika PTTEP memberikan jaminan keselamatan pengeboran lepas pantai ladang Montara dan menyelesaikan seluruh tanggung jawabnya kepada rakyat korban dan Pemerintah Indonesia.