Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan di dalam negeri dan juga gugatan luar negeri untuk menuntaskan kasus tumpahan minyak mentah akibat ledakan kilang minyak Montara yang mencemari Laut Timor.
Luhut dalam keterangannya pada acara Forum Merdeka Barat 9 yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat, (1/4) mengatakan alasan pemerintah mengajukan gugatan di dalam negeri karena adanya perjanjian bisnis yang legal antara perusahaan eksplorasi asal Thailand yang berkantor di Australia yakni PTTEP Australasia dengan Indonesia.
"Ini kan masalah legal antara PTTEP Thailand dengan kita, itu sebabnya dengan pihak Australia kita minta bantuan mereka, tentu saja membuat supaya ini bisa transparan," kata Luhut.
Meledaknya kilang minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor milik perusahaan Thailand PTTEP Australasia pada tahun 2009 menumpahkan sekitar 30 ribu barel minyak mentah ke Laut Timor dan mencemari biota laut di perairan tersebut.
Dampak dari tumpahan minyak tersebut masih terjadi hingga saat ini yang mengkontaminasi sumber daya Laut Timor dan berpengaruh pada kehidupan ekonomi dan merusak lingkungan masyarakat setempat.
"Jadi kita akan mengajukan pengadilan dalam negeri. Saya kira sudah berproses, pemerintah akan penuh membackup ini, karena ini menyangkut masalah rakyat kita. Saksi-saksi kita akan bantu nanti untuk melengkapinya," kata Luhut.
Baca juga: Dua saksi kunci kasus tumpahan minyak Montara meninggal dunia
Menko Kemaritiman dan Investasi menyebutkan bahwa Presiden Joko Widodo menginstruksikan untuk menuntaskan kasus tumpahan minyak Montara demi membela kepentingan rakyat di NTT.
Pemerintah, kata Luhut, sedang menyiapkan payung hukum berupa peraturan presiden untuk bisa menggugat PTTEP Australasia di dalam negeri.
Baca juga: PBB surati perwakilan tetap RI terkait kasus Montara
Gugatan dalam negeri terhadap perusahaan eksplorasi asal Thailand akan dipimpin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sementara gugatan internasional yang dipimpin oleh Kementerian Hukum dan HAM sudah berlangsung dan dimenangkan oleh Indonesia pada 2021. Proses hukum tersebut masih berproses dengan pengajuan banding dari PTTEP Australasia yang persidangannya akan digelar pada Juni 2022.
Luhut dalam keterangannya pada acara Forum Merdeka Barat 9 yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat, (1/4) mengatakan alasan pemerintah mengajukan gugatan di dalam negeri karena adanya perjanjian bisnis yang legal antara perusahaan eksplorasi asal Thailand yang berkantor di Australia yakni PTTEP Australasia dengan Indonesia.
"Ini kan masalah legal antara PTTEP Thailand dengan kita, itu sebabnya dengan pihak Australia kita minta bantuan mereka, tentu saja membuat supaya ini bisa transparan," kata Luhut.
Meledaknya kilang minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor milik perusahaan Thailand PTTEP Australasia pada tahun 2009 menumpahkan sekitar 30 ribu barel minyak mentah ke Laut Timor dan mencemari biota laut di perairan tersebut.
Dampak dari tumpahan minyak tersebut masih terjadi hingga saat ini yang mengkontaminasi sumber daya Laut Timor dan berpengaruh pada kehidupan ekonomi dan merusak lingkungan masyarakat setempat.
"Jadi kita akan mengajukan pengadilan dalam negeri. Saya kira sudah berproses, pemerintah akan penuh membackup ini, karena ini menyangkut masalah rakyat kita. Saksi-saksi kita akan bantu nanti untuk melengkapinya," kata Luhut.
Baca juga: Dua saksi kunci kasus tumpahan minyak Montara meninggal dunia
Menko Kemaritiman dan Investasi menyebutkan bahwa Presiden Joko Widodo menginstruksikan untuk menuntaskan kasus tumpahan minyak Montara demi membela kepentingan rakyat di NTT.
Pemerintah, kata Luhut, sedang menyiapkan payung hukum berupa peraturan presiden untuk bisa menggugat PTTEP Australasia di dalam negeri.
Baca juga: PBB surati perwakilan tetap RI terkait kasus Montara
Gugatan dalam negeri terhadap perusahaan eksplorasi asal Thailand akan dipimpin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sementara gugatan internasional yang dipimpin oleh Kementerian Hukum dan HAM sudah berlangsung dan dimenangkan oleh Indonesia pada 2021. Proses hukum tersebut masih berproses dengan pengajuan banding dari PTTEP Australasia yang persidangannya akan digelar pada Juni 2022.