Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat pertanian dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Ir Leta Rafel Levis mengatakan produktivitas pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih sangat rendah.
"Jagung, misalnya, produksinya hanya 2,67 ton per hektare dan padi rata-rata hanya 3 ton per hektare, padahal produktivitas kedua komoditas ini bisa mencapai maksimal kurang lebih 5 ton per ha," katanya di Kupang, Kamis (13/9).
Dia mengatakan untuk meningkatkan produksi pertanian di daerah ini maka pemerintah harus lebih banyak memberikan perhatian kepada petani melalui pendidikan dan kelembagaan petani.
Hanya dengan pendidikan non formal yang baik, dan kelembagaan petani yang kuat dapat memberikan kesempatan bagi para petani untuk bekerja sama dan sama-sama bekerja dalam wadah kelompok.
"Petani jangan dibiarkan sendiri-sendiri bekerja, nanti kalau ada kendala cepat menyerah, tapi kalau dalam kelompok teman-teman akan membantunya," katanya.
Dia mengatakan budaya gotong royong amat membantu petani untuk meningkatkan produksi pertanian.
Baca juga: Gubernur NTT akan optimalkan produksi pertanian dan peternakan
Baca juga: UNDP kembangkan komoditas pertanian dan perkebunan di NTT
Kebiasaan petani tanam lepas akan dikurangi oleh dorongan dari teman-teman atau para penyuluh lapangan melakukan sistem budidaya secara benar.
"Jadi peranan pemerintah adalah bagaimana mendorong para petani di desa-desa bekerja secara gotong royong dalam mengelola lahan pertanian," katanya.
Artinya, peningkatan produksi pertanian harus didukung dengan pendidikan formal petani, dan bagaimana mendorong para petani bergotoyong royong, bekerja dalam kelompok, tidak secara sendiri-sendiri.
"Tanpa pendidikan nonformal yang baik dan wadah gotong royong untuk menyatukan para petani untuk bekerja bersama-sama, rasanya sulit untuk meningkatkan produksi pertanian sesuai dengan harapan," demikian Leta Rafael.
Baca juga: Kekeringan Tak Pengaruhi Hasil Pertanian
Baca juga: Undana Kelola Laboratorium Lahan Kering
"Jagung, misalnya, produksinya hanya 2,67 ton per hektare dan padi rata-rata hanya 3 ton per hektare, padahal produktivitas kedua komoditas ini bisa mencapai maksimal kurang lebih 5 ton per ha," katanya di Kupang, Kamis (13/9).
Dia mengatakan untuk meningkatkan produksi pertanian di daerah ini maka pemerintah harus lebih banyak memberikan perhatian kepada petani melalui pendidikan dan kelembagaan petani.
Hanya dengan pendidikan non formal yang baik, dan kelembagaan petani yang kuat dapat memberikan kesempatan bagi para petani untuk bekerja sama dan sama-sama bekerja dalam wadah kelompok.
"Petani jangan dibiarkan sendiri-sendiri bekerja, nanti kalau ada kendala cepat menyerah, tapi kalau dalam kelompok teman-teman akan membantunya," katanya.
Dia mengatakan budaya gotong royong amat membantu petani untuk meningkatkan produksi pertanian.
Baca juga: Gubernur NTT akan optimalkan produksi pertanian dan peternakan
Baca juga: UNDP kembangkan komoditas pertanian dan perkebunan di NTT
Kebiasaan petani tanam lepas akan dikurangi oleh dorongan dari teman-teman atau para penyuluh lapangan melakukan sistem budidaya secara benar.
"Jadi peranan pemerintah adalah bagaimana mendorong para petani di desa-desa bekerja secara gotong royong dalam mengelola lahan pertanian," katanya.
Artinya, peningkatan produksi pertanian harus didukung dengan pendidikan formal petani, dan bagaimana mendorong para petani bergotoyong royong, bekerja dalam kelompok, tidak secara sendiri-sendiri.
"Tanpa pendidikan nonformal yang baik dan wadah gotong royong untuk menyatukan para petani untuk bekerja bersama-sama, rasanya sulit untuk meningkatkan produksi pertanian sesuai dengan harapan," demikian Leta Rafael.
Baca juga: Kekeringan Tak Pengaruhi Hasil Pertanian
Baca juga: Undana Kelola Laboratorium Lahan Kering