Kupang (AntaraNews NTT) - Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa menegaskan proses penyelesaian tapal batas antara Indonesia dan Timor Leste, merupakan kebijakan kedua negara yang tidak bisa diintervensi oleh siapa pun.
"Tugas saya hanya mengamankan kawasan perbatasan dan menjaga agar daerah yang masih bermasalah itu jangan sampai diklaim oleh salah satu negara," katanya kepada Antara di Kupang, Senin (17/9).
Hal ini disampaikan menanggapi pertanyaan seputar belum tuntasnya penyelesaian sengketa tapal batas antara Indonesia dan Timor Leste di wilayah Naktuka dan Manusasi di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara.
Menurut dia, persoalan perbatasan itu bisa diselesaikan dengan tidak perlu berlarut-larut seperti yang terjadi saat ini.
"Persoalan ini menjadi berlarut-larut, karena Timor Leste tidak mau turun untuk melihat langsung fakta sesungguhnya yang terjadi di lapangan," katanya.
"Untuk menyelesaikan masalah ini, kami sudah memfasilitasi sejumlah tetua adat baik dari Timor Barat maupun Timor Leste untuk duduk bersama membicarakan hal ini," tuturnya.
Danrem 161/Wirasakti Kupang Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa sedang meninjau sebuah daerah di kawasan perbatasan RI-Timor Leste. (ANTARA Foto/Kornelis Kaha)
Bahkan dalam kesempatan itu dilakukan pemotongan hewan, kemudian menggelar sumpah adat terkait kawasan perbatasan tersebut.
Namun, menurut jenderal berbintang satu itu, kawasan Naktuka merupakan milik kerajaan Amfoang, namun masyarakat Amfoang tidak pernah?masuk ke kawasan tersebut.
Sebab, area perbatasan darat antara RI-Timor Leste memang masih bermasalah, terutama di sektor Unresolved segment dan Unsurveyed segment.
Tetapi di sisi lain, kata Danrem Wirasakti, warga Timor Leste sudah membangun rumah di kawasan demarkasi tersebut. "Ada sekitar 69 KK atau sekitar 219 jiwa berada di kawasan demarkasi itu," ujarnya.
"Hal ini membuat masyarakat kita di Amfoang menjadi geram, namun masih bisa dikendalikan sehingga tidak menimbulkan keributan di antara kedua belah pihak," demikian Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa.
Danrem 161/Wirasakti Kupang Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa sedang memberi penghormatan kepada pasukan TNI yang hendak bertugas di tapal batas negara dengan Timor Leste. (ANTARA Foto/Kornelis Kaha)
"Tugas saya hanya mengamankan kawasan perbatasan dan menjaga agar daerah yang masih bermasalah itu jangan sampai diklaim oleh salah satu negara," katanya kepada Antara di Kupang, Senin (17/9).
Hal ini disampaikan menanggapi pertanyaan seputar belum tuntasnya penyelesaian sengketa tapal batas antara Indonesia dan Timor Leste di wilayah Naktuka dan Manusasi di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara.
Menurut dia, persoalan perbatasan itu bisa diselesaikan dengan tidak perlu berlarut-larut seperti yang terjadi saat ini.
"Persoalan ini menjadi berlarut-larut, karena Timor Leste tidak mau turun untuk melihat langsung fakta sesungguhnya yang terjadi di lapangan," katanya.
"Untuk menyelesaikan masalah ini, kami sudah memfasilitasi sejumlah tetua adat baik dari Timor Barat maupun Timor Leste untuk duduk bersama membicarakan hal ini," tuturnya.
Namun, menurut jenderal berbintang satu itu, kawasan Naktuka merupakan milik kerajaan Amfoang, namun masyarakat Amfoang tidak pernah?masuk ke kawasan tersebut.
Sebab, area perbatasan darat antara RI-Timor Leste memang masih bermasalah, terutama di sektor Unresolved segment dan Unsurveyed segment.
Tetapi di sisi lain, kata Danrem Wirasakti, warga Timor Leste sudah membangun rumah di kawasan demarkasi tersebut. "Ada sekitar 69 KK atau sekitar 219 jiwa berada di kawasan demarkasi itu," ujarnya.
"Hal ini membuat masyarakat kita di Amfoang menjadi geram, namun masih bisa dikendalikan sehingga tidak menimbulkan keributan di antara kedua belah pihak," demikian Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa.